Mohon tunggu...
Taufiiqul Hakim
Taufiiqul Hakim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berproses

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

(Part II) Kehendak Bebas Tidak Benar-benar Ada: Perspektif Asy'ariyah dan Sam Harris

4 September 2022   22:15 Diperbarui: 5 September 2022   19:23 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Assalamu 'alaikum Sobat Mantap !

Di Part 2 kali ini, penulis akan membahas pandangan Sam Harris mengenai kehendak bebas. Sam Harris sebagai seorang filsuf sekaligus ilmuwan mendasarkan pendapatnya berdasarkan peristiwa-peristiwa kasuistik yang dialami manusia, penelitian laboratorium, dan tentunya argumentasi rasional dalam mendukung pendapatnya maupun menyangkal pendapat yang berseberangan dengannya. Kita juga akan melihat problem dan solusi dari pendapat Asy'ariyah dan Sam Harris terkait penolakannya terhadap kehendak bebas.

  • PENDAPAT SAM HARRIS TENTANG KEHENDAK BEBAS

Mengutip Wikipedia, pria kelahiran tahun 1967 ini merupakan seorang kritikus agama terkemuka dan dianggap sebagai bagian dari gerakan yang diberi nama "ateisme baru". Istilah tersebut pertama kali disebut dalam majalah Wired pada November 2006. Sam Harris bersama Daniel Dennett, Richard Dawkins, dan Christopher Hitchens dijuluki sebagai "Empat Penunggang Kuda" (The Four Horsemen). Pendapat Sam Harris mengenai kehendak bebas dapat ditemukan dalam karyanya, Free Will yang terbit pada tahun 2012.

Secara garis besar, pendapatnya adalah bahwa kehendak bebas sepenuhnya ilusif. Kehendak kita bukanlah buatan kita sendiri dan muncul dalam pikiran-pikiran kita dari sebab-sebab yang tak dapat kita kontrol. Manusia hanyalah saksi sadar bukan pengarang yang sadar. atas pikiran dan tindakannya. Sam Harris mengajak kita untuk merenung sejenak,

"Anda tidak memilih orang tua atau waktu dan tempat kelahiran anda. Anda tidak memilih jenis kelamin atau sebagian besar pengalaman hidup anda. Anda tidak punya kendali apapun atas genom atau perkembangan otak anda. Dan sekarang otak anda membuat pilihan-pilihan atas dasar preferensi dan keyakinan-keyakinan yang telah dipalu ke dalamnya selama anda hidup, oleh gen-gen anda, perkembangan fisik sejak anda di dalam kandungan, dan interaksi yang telah anda alami dengan orang lain, dengan peristiwa-peristiwa, dan dengan berbagai ide. Di mana kebebasan dalam hal ini? Ya, Anda bebas melakukan apapun yang Anda inginkan sekarang. Tetapi darimana keinginan Anda itu berasal? ."

Harris menyinggung kasus kriminal pada 23 Juli 2007 oleh Steven Hayes dan Joshua Komisarjevsky di rumah Dr. William Petit. Mereka menyandera semua orang yang ada di rumah itu, William Petit dipukul hingga pingsan dan diikat di ruang berjemur sementara isterinya, Jennifer, dan kedua anak gadisnya diikat di ruang tidur. Pagi harinya, Hayes membawa Jennifer untuk mengambil paksa tabungan banknya. Sementara Komisarjevsky melakukan masturbasi kepada anak gadis Dr. Petit. Setelah Hayes kembali bersama Jennifer, Komisarjevsky menyarankan Hayes memerkosa Jennifer yang akhirnya dilakukan. Ketika itu juga, mereka menyadari bahwa Dr. Petit telah melarikan diri. Mereka panik dan membakar rumah itu yang mengakibatkan wanita-wanita itu meninggal.

Sebagian besar dari kita, lanjut Harris, pasti akan langsung menyalahkan dua pelaku kriminal ini atas kejahatan yang dilakukannya. Padahal, Komisarjevsky berulang kali diperkosa semasa kecilnya. Dalam riwayatnya, ia dikenal "berbeda" dari orang lain dan rusak secara psikologis. Ia pun terheran dengan perbuatannya di rumah Petit. Ia hanyalah seorang pencuri profesional dan tidak bermaksud membunuh siapapun. Ini terlihat dari penyesalannya setelah melakukan hal itu. Menurut Harris, Komisarjevsky mengalami suatu kesialan kosmik dari masa lalunya yang menentukan perbuatannya itu. Maka, jika masa lalu menyedihkan, gen-gen buruk, kondisi fisik dan psikis seseorang menentukan perbuatannya, seperti dalam kasus ini, di manakah kehendak bebas? .

Menurut Sam Harris, kita hanya menyadari sebagian kecil informasi yang diproses otak kita setiap saat. Harris mencatat temuan psikologi tentang adanya sistem sadar dan bawah sadar pada manusia. Tindakan dan tujuan manusia didominasi sistem bawah sadar. Si A menyadari, misalnya, pada pagi hari ini meminum kopi. Dia kadang memulai pagi dengan kopi dan kadang dengan teh. Tetapi kenapa pada pagi ini ia meminum kopi bukan teh? Ia dalam kondisi tidak benar-benar mengetahuinya. Pilihan itu dibuat oleh peristiwa-peristiwa dalam otaknya dimana si A tidak dapat memengaruhinya. Niat untuk melakukan satu hal dan bukan hal lain tidak berasal dari kesadaran tetapi dalam kesadaran.

Harris mengutip temuan ahli fisiologi, Benjamin Libet, yang menggunakan EEG (elctroenchepalogram) untuk menunjukkan bahwa aktivitas di korteks motorik otak dapat dideteksi sekitar 300 milidetik sebelum seseorang merasa telah memutuskan untuk bergerak. Laboratorium lain mengembangkan riset ini dengan menggunakan  functional magnetic resonance imaging (fMRI) dimana subjek diminta menekan salah satu dari dua tombol sambil memperhatikan sebuah jam yang terdiri dari urutan acak huruf-huruf yang bermunculan di sebuah layar. Mereka menyebutkan huruf mana yang terlihat di saat mereka memutuskan untuk menekan salah satu tombol. Para peneliti menemukan dua wilayah otak yang berisi informasi tentang tombol mana yang akan ditekan oleh subjek, 7-10 detik sebelum keputusan untuk menekan tombol dibuat secara sadar.

Temuan ini mematahkan posisi manusia sebagai pengarang yang sadar atas tindakan mereka karena faktanya keputusan mereka sudah ditentukan oleh aktivitas di otak mereka. Hal ini tak lebih dari seseorang tak menyebabkan jantung mereka berdetak. Maka itulah Sam Harris menekankan bahwa kehendak bebas hanyalah sekedar ilusi. Jika seseorang tidak tahu apa yang akan dilakukannya selanjutnya, itu berarti dia tidak memegang kendali tersebut.

Ada tiga pendekatan dalam filsafat mengenai kehendak bebas, yaitu determinisme, libertarianisme, dan kompatibilisme. Mengutip uraian Peter Pehlivan dalam Quora, determinisme menyatakan bahwa kehendak bebas adalah ilusi (inilah yang dipegang Sam Harris), libertarianisme menyatakan bahwa kehendak bebas sebagaimana yang dipahami secara umum betul-betul ada, sedangkan kompatibilisme memahami bahwa determinisme dan kehendak bebas (tidak bertentangan dan) ada pada saat yang sama. Menurut Sam Harris, hanya kompatibilisme yang saat ini pantas mendukung kehendak bebas. Karena sebagaimana telah diuraikan bawah peristiwa-peristiwa saraf nirsadar menentukan pikiran dan tindakan kita dan bahwa hal itu ditentukan oleh sebab-sebab sebelumnya yang tidak diketahui (bahkan) secara subjektif (subjectively unaware). Sehingga libertarianisme sungguh-sungguh terbatalkan.

Kehendak bebas yang dipahami para kompatibilis adalah apabila seseorang bebas dari tekanan luar maupun dalam yang dapat mencegahnya bertindak berdasarkan keinginan dan niatnya sesungguhnya. Jika saya menulis artikel di kompasiana dan tidak ada yang memaksa saya melakukan itu maka sepenuhnya hal itu dilakukan dengan kehendak bebas saya. Menurut Harris pendapat ini tumpul secara ilmiah dan moral. Karena seseorang memiliki banyak hasrat yang bertentangan dan sebagiannya tampak patologis (tak diinginkan).

Misalnya, ini terjadi di beberapa teman saya, seseorang ingin berhenti merokok dan di sisi lain dia juga masih menginginkan sebatang rokok untuk dihisapnya. Jika satu dari dua keinginan tersebut unggul maka dapat dikatakan itu adalah keinginan yang tak diingankan. Kebanyakan teman saya pada akhirnya memilih untuk mengambil sebatang rokok dan setelah itu menyesal. Maka, kata Harris,

"Dimanakah kebebasan untuk benar-benar merasa puas atas pikiran, niat, dan tindakan yang menyusulnya jika itu semua adalah produk dari peristiwa-peristiwa sebelumnya yang ia tak ciptakan?"

Harris mengkritik Daniel Dennett, sebagai kompatibilis, yang bersikeras bahwa walaupun pikiran dan tindakan kita adalah produk dari penyebab-penyebab nirsadar, semua itu tetaplah pikiran dan tindakan kita. Menurut Harris, itu hanyalah pengubahan topik pembicaraan (bait and switch). Mereka menukar fakta psikologis (pengalaman subjektif seorang agen yang sadar berupa perasaan identik dengan kanal informasi tertentu dalam pikiran sadar mereka) menjadi sebuah pemahaman konsptual mengenai diri kita sebagai pribadi. Kita berdampingan dengan yang sadar maupun tak sadar dalam diri kita. Sam Harris mempertanyakan, "Jika mikroba yang menjadi 90% sel dalam tubuh kita melakukan kesalahan, apakah kita juga bertanggung jawab secara moral?".

Jika di Part 1 sebelumnya al-Asy'ari membedakan antara al-kasb dan harkah al-idhthirar dengan tetap menekankan bahwa keduanya ciptaan Tuhan, Sam Harris juga membedakan tindakan sukarela, terencana, dan atas-kemauan (volitional) dengan tindakan non-sukarela dan tidak-atas-kemauan (non-volitional). Harris menggambarkan,

"Saya mungkin secara tak sadar menggeser posisi duduk namun saya tidak dapat tanpa sadar bahwa rasa sakit di punggung saya mengharuskan saya berkunjung ke ahli terapi tubuh."

Pembedaan ini menghasilkan adanya perasaan bahwa ada diri yang sadar secara bebas. Seseorang harus menyadari rasa sakit itu dan secara sadar termotivasi untuk berkunjung ke ahli terapi. Namun, sambung Harris, kita tidak secara sadar menciptakan rasa sakit itu dan pikiran-pikiran yang membuat saya mempertimbangkan terapi fisik. Keseluruhan proses sadar tersebut dihasilkan dari proses-proses yang tak disadari.

Meski begitu, Sam Harris membedakan determinisme dengan fatalisme yang memilih "Ya sudah, lebih baik kita tidak melakukan apa-apa. Toh, semuanya telah ditentukan." Bagi Sam Harris, fakta bahwa pilihan-pilihan kita bergantung pada sebab-sebab pendahulu bukan berarti pilihan kita tidak penting. Jika penulis tidak menulis artikel ini, ia tidak akan tertulis dengan sendirinya. Determinisme menekankan untuk tetap memperhatikan kausalitas. Meski begitu, menurut Harris,

"Pilihan, upaya, niat, dan penalaran memengaruhi perilaku kita, tetapi mereka sendiri adalah bagian dari suatu rantai penyebab yang mendahului kesadaran sadar (awareness conciusly) dan pada dasarnya tidak dapat dikendalikan."

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang bagi, Sam Harris, dipandang sebagai sekedar saksi sadar (conscious witness) dan bukan pengarang yang sadar (conscious author) atas pilihan dan tindakan kita. Ini secara objektif dibuktikan dengan hasil riset bahwa beberapa saat sebelum kita memutuskan sesuatu, di otak kita sudah terdapat informasi mengenai keputusan tersebut. Secara subjektif pun kita tidak akan betul-betul memahami mengapa kita melakukan suatu tindakan. Satu tindakan berasal dari satu pilihan. Satu pilihan muncul dari berbagai kemungkinan. Alasan terkait mengapa pilihan kita tetap menjadi pilihan kita tidak mendapat jawaban memuaskan dan kemungkinan-kemungkinan pilihan itu berasal dari aktivitas-aktivitas neurologis yang ditentukan gen, lingkungan, keadaan psikis dan fisik, yang kesemuanya itu di luar kendali kebebasan kita.

PROBLEM DAN SOLUSI

Tak ada gading yang tak retak. Meskipun apa yang disampaikan oleh Asy'ariyah dan Sam Harris didukung oleh fakta dan argumentasi yang kuat namun penolakan mereka terhadap eksistensi kehendak bebas tak lepas dari masalah dan mereka juga telah menyusun argument lanjutan untuk memberikan solusi atas problem yang terjadi.

  • ASY'ARIYAH

Sebagai sebuah sekte dalam agama Islam, Asy'ariyah memiliki masalah berkaitan dengan keadilan Tuhan. Jika semua kejadian merupakan kehendak dan perbuatan Tuhan maka Tuhan juga bertanggung jawab atas adanya bencana alam yang merugikan manusia dan adanya orang yang melakukan banyak dosa sehingga masuk neraka. Dan jika memang begitu maka Tuhan telah berlaku jahat dan zalim karena menghendaki keburukan bagi hamba-Nya.

Menjawab masalah ini, kaum Asy'ariyah berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki tujuan dalam perbuatan-perbuatannya. Apa yang Tuhan lakukan tidak dikhususkan untuk kemaslahatan manusia. Memang dalam perbuatan Tuhan ada kebaikan bagi makhluk-Nya dan Ia mengetahui kebaiakn itu namun hal itu bukanlah tujuan-Nya. Tuhan adalah Raja Absolut yang melakukan sesuatu sesuai kehendak-Nya. Bagi mereka, keadilan adalah "menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakannya sesuai kehendak dan pengetahuan pemilik." dan ketidakadilan adalah "menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu berkuasa mutlak terhadap hak milik orang lain." Maka apapun yang dilakukan Tuhan tidak dapat dikatakan tidak adil karena segala sesuatu adalah milik-Nya dan tidak ada hukum perundang-undangan di atas-Nya. Menurut kaum Asy'ariyah, Tuhan bisa saja memasukkan seluruh manusia ke dalam surga atau memasukkan seluruhnya ke dalam neraka dan hal itu tidak dapat dipandang tidak adil.

Para ulama Asy'ariyah biasanya mengaitkan konsep kehendak bebas dengan etika sufistik. Meskipun mereka yakin bahwa kebaikan dan keburukan hakikatnya berasal dari Tuhan namun sebagai "adab" jika mereka melakukan suatu ibadah mereka katakan "ini adalah kehendak Allah" dan jika melakukan suatu dosa mereka mengatakan "ini kesalahan saya". Mereka juga lebih terdorong dan mendorong jamaahnya untuk lebih mencari rahmat Tuhan daripada mengandalkan amal ibadah sendiri. Karena mereka yakin bahwa seseorang masuk surga bukan karena amal ibadahnya tetapi karena kehendak dan rahmat Tuhan.

  • SAM HARRIS

Masalah yang dihadapi pendapat Sam Harris adalah akan adanya kecenderungan fatalistik serta pengabaian tanggung jawab moral dan sistem peradilan. 

Menurutnya, kehilangan kepercayaan terhadap kehendak bebas memperbaiki etikanya. Karena tahu bahwa setiap orang yang melakukan kesalahan merupakan korban dari hal-hal di luar kendalinya, Harris menjadi lebih berbelas kasih, pemaaf, dan mengurangi rasa memiliki ha katas hasil dari kesuksesannya. Namun sikap ini tidak selalu diperlukan. Mengajarkan sikap ini ketika mengajar bela diri tentunya akan tidak produktif. Dalam hal ini ia merujuk kepada relativitas kebenaran. Ada kebenaran ilmiah, etis, dan praktis yang sesuatu untuk setiap kesempatan. Perintah untuk menyerang penjahat tentu ada tempatnya.

Harris juga tidak menjadi seorang fatalis. Mengetahui bahwa setiap pikiran dan tindakan manusia memiliki latar belakang menjadikan seseorang justru lebih memiliki kendali kreatif atas kehidupannya. Contoh yang disebutkan Harris adalah ketika terjadi pertengkaran antara kita dengan pasangan kita itu terjadi karena mood yang kurang baik. Mood kurang baik terjadi karena kadar gula rendah. Memahami hal itu kita bisa, misalnya, mengajak pasangan minum teh bersama atau makan kue bersama ketika hendak memulai perbincangan.

Bagi Harris, melihat manusia sebagai fenomena alam tidak semestinya menghapuskan sistem peradilan tanpa membohongi diri kita mengenai asal-usul perbuatan manusia, Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa Harris membedakan antara tindakan sukarela dan tindakan non-sukarela. Jika seseorang melakukan suatu kejahatan seperti merampok dengan sebuah tindakan sukarela yang berdasarkan niat maka itu menunjukkan lebih jelas isi pikirannya. Seorang yang melakukan tindakan kejahatan secara sukarela dan kejahatan itu hanya dapat dicegah melalui penghukuman maka memang orang itu harus dihukum. Hal ini adalah untuk kebaikan orang lain agar tidak menjadi korban kejahatannya. Selain itu, penulis melihat bahwa hukuman kejahatan bagi Harris adalah berfungsi sebagai pencegahan dan rehabilitasi. Sehingga kejahatan itu akan tercegah untuk kembali dan orang yang memiliki hasrat kejahatan yang sama juga tercegah untuk melakukannya. Dan tentunya mencegah perilaku tersebut terimitasi melalui kebudayaan.

Demikian yang dapat penulis sampaikan terkait penolakkan Asy'ariyah dan Sam Harris terhadap kehendak bebas. Ternyata tidak terlalu buruk juga yaa menjadi seorang yang tidak percaya kehendak bebas ... Dan sampai disini apakah Sobat sudah mulai meragukan adanya kehendak bebas atau justru tambah percaya jika kehendak bebas itu nyata ? 

Part 1 bisa diklik di bawah ini:

(Part I) Kehendak Bebas Tidak Benar-benar Ada: Perspektif Asy'ariyah dan Sam Harris

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun