Mohon tunggu...
T. Fany R.
T. Fany R. Mohon Tunggu... Pecinta kopi, penjelajah kata, dan hobi lari

Kopi bukan hanya minuman—ia adalah teman refleksi. Buku bukan sekadar bacaan—ia adalah jendela dunia. Dan lari bukan hanya olahraga—ia adalah ruang dialog dengan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menangis Bukan Karena Sedih, Tapi Karena Capek dengan Keadaan

7 Juni 2025   21:23 Diperbarui: 7 Juni 2025   21:23 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang mengira bahwa air mata hanya datang saat hati dilanda kesedihan. Padahal, tak semua tangis bersumber dari duka. Ada kalanya seseorang menangis bukan karena patah hati, kehilangan, atau kesedihan tertentu, tetapi karena kelelahan yang teramat dalam---kelelahan secara fisik, mental, dan emosional---yang tak lagi bisa ditahan.

Menangis karena lelah adalah bentuk bahasa jiwa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Mungkin sepanjang hari kita tersenyum, berusaha tegar, mencoba tetap produktif dan tampak baik-baik saja di depan banyak orang. Tapi ketika malam datang, saat tidak ada lagi yang melihat dan topeng harus dilepaskan, tubuh dan hati mulai bicara. Diam-diam, air mata mengalir bukan karena sedih, tapi karena merasa jenuh, terjebak, dan kehabisan tenaga.

Capek karena keadaan bukanlah hal yang remeh. Itu adalah hasil dari beban yang ditumpuk perlahan, hari demi hari, oleh tekanan hidup, tanggung jawab yang tak habis-habis, ekspektasi yang menyesakkan, dan kenyataan yang tak kunjung sesuai harapan. Mungkin ada masalah keluarga yang rumit, pekerjaan yang tidak manusiawi, hubungan yang tidak sehat, atau bahkan hanya kesendirian yang terus menggantung.

Orang yang menangis karena capek biasanya bukan orang yang lemah. Justru mereka adalah orang-orang yang terlalu kuat, terlalu lama menahan semuanya sendiri. Mereka terbiasa menjadi sandaran, pendengar, dan penyemangat bagi orang lain, hingga lupa menyisakan ruang untuk dirinya sendiri. Dan ketika semuanya terasa penuh, tubuh memberi sinyal dengan cara yang paling jujur: air mata.

Menangis karena lelah adalah bentuk perlawanan yang paling sunyi. Bukan karena ingin dikasihani, tapi karena tak tahu harus bagaimana lagi. Dunia terus berjalan, waktu tak bisa dihentikan, dan kita tetap dituntut untuk 'baik-baik saja'. Padahal, sesungguhnya tidak semua orang bisa memahami betapa beratnya beban yang kita pikul, betapa kerasnya perjuangan kita untuk tetap berdiri tegak di tengah badai yang tak kunjung reda.

Tapi satu hal penting yang harus diingat: menangis bukanlah kelemahan. Menangis adalah hak semua orang. Ia bukan tanda menyerah, melainkan cara tubuh dan jiwa membersihkan luka-luka yang tak terlihat. Setelah menangis, kadang kita merasa lebih ringan, lebih tenang, dan sedikit lebih kuat untuk melanjutkan hari.

Tak apa kalau hari ini kamu menangis bukan karena sedih, tapi karena capek. Itu berarti kamu masih manusia. Itu berarti kamu butuh jeda, butuh pelukan, atau mungkin sekadar pengakuan bahwa kamu sudah berusaha sekuat tenaga.

Jadi, jika air mata itu jatuh malam ini, biarkan saja. Peluk dirimu sendiri dengan lembut. Ucapkan dalam hati, "Aku lelah, dan itu tidak apa-apa." Karena setiap orang berhak lelah. Dan setiap lelah, jika tidak dilawan sendiri, perlahan akan sembuh dengan waktu, dengan doa, dengan cinta, dan dengan istirahat yang cukup. Jangan lupa, kamu tidak harus kuat setiap saat. 

Yang penting, kamu terus bertahan---dengan caramu sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun