Mohon tunggu...
Tatiek R. Anwar
Tatiek R. Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Perajut aksara

Penulis novel Bukan Pelaminan Rasa dan Sebiru Rindu serta belasan antologi, 2 antologi cernak, 3 antologi puisi. Menulis adalah salah satu cara efektif dalam mengajak pada kebaikan tanpa harus menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ransel di Tepi Jurang

18 Mei 2022   16:29 Diperbarui: 15 Oktober 2022   22:22 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung Lawu, sumber illustrasi: celebrities.id


*


Hardi kaget ketika ia merasa tubuhnya ditepuk-tepuk. Ia membuka mata dan mendapati Dani dan Cipta berada di dekatnya. Hardi berusaha duduk, tetapi tangan pemuda itu ditarik oleh kedua temannya.  


"Kenapa, sih?" tanya Hardi memprotes tindakan temannya.  


Bukannya menjawab, Dani malah mengarahkan dagunya ke sisi kanan tempat Hardi berbaring. Cipta mengarahkan senternya pada tempat yang ditunjuk Dani. Hardi tersentak kaget begitu menyadari bahwa ia tidur hanya berjarak 30 senti dari bibir jurang. Namun, Hardi bersyukur ia tidak membalikkan badan ketika tertidur.


Vita tidak mereka temukan, hanya ranselnya  yang tergeletak di dekat Hardi tertidur tadi. Rombongan sudah berkumpul, mereka memutuskan untuk melanjutkan pendakian dengan membawa ransel Vita. Mereka berharap bertemu Vita dalam pendakian menuju puncak.  


Jalur menuju pos 4 makin terjal. Mereka harus berhati-hati, terlebih pada malam hari. Kalau tidak hati-hati mereka bisa tergelincir atau terluka oleh bebatuan tajam.  


Beberapa ratus meter dari pos 4, Hardi dan teman-temannya melihat ada keramaian di suatu tempat yang menurun dengan bebatuan terjal. Bagaimana mungkin manusia biasa bisa melewatinya dan berkumpul di tempat tersebut? Daripada membicarakan hal itu, Hardi dan teman-temannya memilih diam.  


Rupanya mereka belum bisa tenang, karena semua anggota kelompok mendengar suara napas manusia yang sangat dekat. Mereka menghentikan langkah dan saling bertukar pandang. Tanpa diucapkan, mereka tahu ada makhluk lain yang menyertai mereka. Meski dilanda ketakutan yang sangat menyiksa, mereka tetap melanjutkan pendakian dengan lisan yang tak pernah lepas dari zikir. 

 
Mereka terus melangkah dengan jarak yang saling berdekatan hingga akhirnya mereka sampai puncak pukul 04.50 WIB. Rupanya ada rombongan lain yang satu jam lebih dahulu tiba di sana. Mereka merasa sangat lega dan tersenyum puas, perjuangan mereka menuju puncak patut disyukuri. Namun, mereka tidak sepenuhnya lega, karena di antara rombongan yang tiba lebih dulu, mereka tidak menemukan Vita. Mereka masih berharap bisa bertemu Vita dalam perjalanan turun nanti.  


Setelah salat Subuh, mereka menunggu sunset  sambil mengabadikan momen-momen itu dalam kamera. Penyebaran sinar matahari oleh partikel debu dan partikel aerosol padat lainnya menciptakan rona kemerahan dan oranye yang menawan. Kelelahan dan peristiwa mistis yang menyertai pendakian mereka seolah-olah hilang tak berbekas. Mereka berfoto mengabadikan keindahan ciptaan-Nya sampai puas.  


Pukul 10.00 WIB mereka pun melakukan perjalanan pulang. Meski kabut menyelimuti beberapa tempat, perjalanan turun relatif lebih lancar dan minim gangguan. Mereka hanya memandang jalur yang dilalui semalam tanpa banyak kata.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun