Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Freelancer - Creativepreuner

Perangkai Kata, Penikmat Citarasa Kuliner dan Pejalan Semesta. Pecinta Budaya melalui bincang hangat, senyum sapa ramah dan jabat erat antar sesama

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Sound Of Borobudur, Ketika Relief Itu Kini Menjelma Menjadi Simfoni

11 Mei 2021   23:59 Diperbarui: 12 Mei 2021   00:13 1749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musik adalah bahasa universal umat manusia. Tak satupun mengingkari keberadaannya hanya sebatas hiburan semata. Dari musik Sufi, musik gerejawi hingga musik religi selalu ada dimensi yang bisa menembus sekat batas perbedaan. Sejarah telah mencatat sejarah musik dunia antar peradaban mampu menembus ruang dan waktu menjadi irama yang abadi.

Narasi atas Sound of Borobudur, membunyikan kembali alat musik yang tergambar dalam relief Karmawibangga sesuatu yang fenomenal diluar keberadaan Borobudur secara fisik semata. Borobudur, tak hanya menjadi landscape keindahan arsitektur suci dunia, melainkan menjadi inspirasi seni,kriya hingga simfoni yang abadi 

Tentu bukanlah hal yang mudah mewujudkan semesta musik yang bertajuk sound of Borobudur. 3 pengampu utamanya adalah mereka yang telah malang melintang di blantika musik, seni lintas budaya lintas negara. 

Dewa Budjana, Purwa Tjaraka dan Trie Utami. Bak Tri Tunggal yang terus berekplorasi, menelusuri jejak peradaban warisan lintas zaman. Mereka tentu tidak sendiri. Kolaborasi dengan pegiat musik lokal dari pelbagai daerah kian menjadikan sound of Borobudur sebagai bunyi-bunyian penuh makna.

Kini relief yang menjadi jejak sejarah peradaban Jawa Kuno abad ke 8 tak sekedar bisa dilihat dan diraba. Melainkan mewujud dalam seni kriya yang multidimensional. Panel-panel yang menggambarkan lebih dari 40  jenis musik perkusi, Tabuh, simbal,tiup dan petik tak lagi menjadi teka-teki dan cerita sunyi.

Siapa yang menyangka bahwa beberapa komponen musik yang selama ini kita kenal sebagai bagian dari budaya dan kearifan lokal sebagian besar justru bersumber dari relief musik. Sebut saja Gendang, seruling, Saron,Kenong, Gambang , hingga alat musik Keledi khas suku Dayak di Kalimantan.

Tak hanya itu, dalam relief yang menggambarkan alat musik di Candi Borobudur juga terdapat harpa, dan beberapa alat musik tradisional Tiongkok Hingga Mesir. Wajar jika ke depan Sound of Borobudur bukan saja menjadi musik etnik melainkan musik semesta yang siap mendunia.

Musik dan peradaban menjadi dua sisi mata uang warisan nenek moyang bangsa. Kini semua itu tidak sekedar untuk dikagumi, melainkan diwujudkan dalam bentuk karya seni yang siap mengharumkan nama bangsa di kancah dunia.

Dok.pri
Dok.pri
Saya cukup mengapresiasi atas kerja cerdas, kerja keras para stakeholder sound of Borobudur. Jangan berhenti untuk terus berkolaborasi, menggandeng anak negeri dari berbagai latar belakang keilmuan. Sebab semakin banyak kalangan ikut berpartisipasi menyuarakan sound of Borobudur, simfoni itu akan menggema, bergaung di kancah internasional.

Jataka, satu dari karya fenomenal Sound of Borobudur yang sempat saya simak. Meski tanpa syair, sejatinya sound of Borobudur mampu mengantarkan makna kedamaian dalam iramanya. Harmoni antara perkusi , dan dawai Karmawibangga bersatu padu mengalun syahdu. 

Sayang, saya belum bisa melihat denagn mata kepala karya fenomenal alat musik reka peradaban dari relief musik Borobudur. Berharap sound of Borobudur terus menerus di gaungkan, dikenalkan tak sebatas pada mereka yang berkiprah di dunia seni semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun