Mohon tunggu...
M. TAMHIR TAMRIN
M. TAMHIR TAMRIN Mohon Tunggu... MAHASISWA, SEKRETARIS UMUM BEM FIB UNKHAIR PERIODE 2025-2026

Mahasiswa Program Studi S1 Antropologi Sosial, Universitas Khairun Ternate, Angkatan 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mahasiswa, Nalar Kritis, dan Advokasi Sosial yang Tak Pernah Usang

14 September 2025   14:01 Diperbarui: 14 September 2025   14:01 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.



Oleh M. Tamhier Tamrin: Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Khairun.

Mahasiswa sering digambarkan sebagai agent of change sekaligus moral force. Julukan ini bukan sekadar retorika, melainkan refleksi dari peran historis yang berkali-kali terbukti dalam perjalanan bangsa. Dari Sumpah Pemuda 1928, gelombang aksi 1966, hingga reformasi 1998, mahasiswa selalu tampil sebagai garda moral ketika publik dicekik oleh kebisuan. Pertanyaan penting hari ini adalah: apakah mahasiswa generasi kini masih sanggup memikul tanggung jawab itu, ataukah mereka justru larut dalam rutinitas akademik yang steril dari keberanian?

Untuk menjawabnya, peran mahasiswa perlu dilihat secara menyeluruh. Mereka tidak hanya hadir sebagai pelajar, tetapi juga sebagai aktor sosial yang menempati posisi strategis antara dunia akademik dan masyarakat. Tugas utama itu dapat dipahami dalam beberapa dimensi berikut.

1. Peran Mahasiswa di Ranah Akademik

Kampus adalah arena intelektual tempat mahasiswa diuji, bukan hanya untuk memahami teori, tetapi juga untuk mempertanyakan realitas. Ketika birokrasi kampus berjalan tertutup, mahasiswa punya kewajiban moral untuk mendorong transparansi. Saat kualitas pengajaran menurun atau fasilitas tidak merata, mahasiswa wajib menjadi corong evaluasi. Advokasi akademik bisa diwujudkan melalui forum senat, seminar, tulisan ilmiah, maupun opini publik. Dengan begitu, mahasiswa menjaga agar perguruan tinggi tetap menjadi rumah ilmu pengetahuan yang hidup, bukan sekadar pabrik gelar.

*2. Peran Mahasiswa dalam Advokasi Sosial*

Tanggung jawab mahasiswa tidak berhenti di dalam pagar kampus. Realitas sosial menanti keberanian mereka. Ketidakadilan ekonomi, kerusakan lingkungan, diskriminasi, hingga kemiskinan struktural adalah problem yang tidak bisa hanya diserahkan kepada birokrat. Mahasiswa dengan daya kritis dan akses pada ilmu memiliki posisi strategis sebagai penyambung aspirasi rakyat. Dari ruang diskusi hingga media massa, dari penelitian hingga aksi sosial, mahasiswa dapat mengubah keresahan menjadi gagasan, lalu gagasan menjadi gerakan nyata.

3. HMI sebagai Ruang Pembentukan Nilai

Dalam menjalankan peran itu, mahasiswa membutuhkan wadah yang dapat membentuk karakter, memperdalam nilai, serta melatih keberanian. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) hadir sebagai ruang pembelajaran tersebut. Sejak berdirinya, HMI menekankan keseimbangan antara iman, ilmu, dan amal sebagai fondasi perjuangan. Ia bukan sekadar organisasi, melainkan kawah candradimuka tempat mahasiswa ditempa menjadi insan akademis yang kritis, berintegritas, dan berpihak pada masyarakat. Dari forum perkaderan hingga diskusi publik, HMI membuktikan dirinya sebagai ruang yang melahirkan intelektual organik yang berakar di tengah rakyat.

4. Mahasiswa sebagai Penjaga Ruang Publik

Suara mahasiswa tidak hanya relevan di ruang kuliah, tetapi juga di ruang publik yang lebih luas. Media, seminar, forum diskusi, hingga aksi sosial adalah kanal tempat mahasiswa mengartikulasikan kritik. Ketika isu lingkungan diabaikan, kesenjangan sosial melebar, atau kebijakan publik timpang, suara mahasiswa berfungsi sebagai alarm moral. Advokasi dalam bentuk tulisan, dialog publik, maupun aksi nyata adalah konsekuensi logis dari identitas mahasiswa itu sendiri.

Kesimpulan

Mahasiswa yang hanya kuliah lalu pulang mungkin merasa aman, tetapi sejatinya kehilangan peran historisnya. Sebaliknya, mahasiswa yang berani mengkritik birokrasi, menulis opini, mengadvokasi masyarakat, dan bersuara di ruang publik sedang menjaga marwah kampus sekaligus menyalakan api perubahan sosial. HMI dengan prinsip iman, ilmu, dan amal adalah landasan yang terus relevan, membentuk generasi yang tidak hanya pandai teori, tetapi juga mampu mengartikulasikan nilai-nilai kebenaran dalam tindakan nyata.

Akhirnya, mahasiswa ditantang untuk memilih: menjadi penonton pasif atau aktor sejarah. Sebab sejarah tidak pernah menanyakan berapa IPK yang kita raih, melainkan seberapa berani kita melawan kebisuan. Mahasiswa yang diam sedang menggali kuburan bagi perannya sendiri. Sedangkan mereka yang berani bersuara akan terus hidup dalam ingatan kolektif bangsa.

Yakin Usaha Sampai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun