Sering kali hanya butuh satu hari hujan untuk menghapus berbulan-bulan kemarau
Bintang-bintang di matamu hadir pada saat mataku terpejam di ujung malam.
Dalamnya hati siapa yang tahu? Bahkan pemilik hati pun sering kali terperosok jatuh lalu tenggelam di kedalaman hatinya sendiri.
Biasanya para pemenang sejati datang dari dalam hening, dari dalam kontemplasi panjang, dari perjuangan dan jatuh bangun yang sepi.
Hujan terakhir memberi salam pada siapapun yang bisa mendengarnya.
Untuk urusan cinta, kesadaran sering kali mendarat di kepala kita lebih lambat dari semestinya
Malam menutup pintu rumah dari luar. Tok! tok! tok! bocah kecil mengetuk pintu yang tertutup itu.
Jika demikian, mari bersama rayakan rindu, bisik malam lagi di antara angin sabana.
Wajah-wajah di masa lalu mengingatkanku pada wajah-wajah hari ini.
Memulai doa dengan pagi saat niat dinyalakan oleh berkas sinar matahari.
Selalu ada kenangan di antara jalanan rusak di sudut-sudut kota.
Setelah weker berbunyi matahari mengetuk kaca jendela
Waktu iftar t’lah tiba. Ayolah, Adinda, jangan tenggelam dalam nelangsa.
Dalam ketakutan, kedua wanita berseru-seru memanggil Tuhan. Sayangnya, suara mereka kalah oleh gaduh suara para lelaki yang sedang bermain tuhan.
Wahai malam, berpeluk rasa lelah bukan berarti menyerah atau pun pasrah
Mungkin tidak ada jawaban pada pintu pertama yang kita ketuk. Pun pada pintu kedua.
Senja masih seperti kemarin saat kaubersandar di sini, tapi hari ini hujan menampar daun-daun jendela.
Mereka yang berada di balik pintu tertutup merindukan kebebasanmereka yang hidupnya di atas jalanan merindukan rumah.
Ini rindu disimpan lama-lama bisa jadi sembilu.