Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kebohongan yang Gagal

7 Maret 2021   13:30 Diperbarui: 7 Maret 2021   14:10 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tahu, Ibu belum bisa menerima keputusanku untuk segera menikah. Yang pasti bukan karena aku belum cukup umur. Saat ini, aku sudah 25 tahun. Umur yang cukup matang bagi seorang perempuan untuk menikah, malah mungkin sudah agak terlambat. Karena sekarang ternyata banyak pasangan yang memilih menikah muda di usia belasan. Entah dengan alasan apa, aku sendiri tak merasa tertarik.

Dan pasti bukan pula karena masalah ekonomi. Karena memang dalam adat suku Jawa, untuk keluarga mempelai perempuan mesti menjadi tempat aqad nikah dan resepsi. Dan dana untuk itu jelas tidak sedikit. Tapi pasti bukan itu, karena bapak memiliki harta berlebih jika hanya untuk mengadakan pesta pernikahanku 3 hari tiga malam sekaligus. Itu sudah dengan mengundang grup musik ternama ibu kota yang siap meramaikan acara tiap malam.

Ibu tampaknya hanya belum bisa menerima calon suamiku. Dia baru datang ke rumah seminggu yang lalu, berkenalan dan langsung melamar. Bagi ibu, itu tidak bisa diterima. Tampak ada rasa diremehkan dalam setiap kata-kata ibu saat mas Eko datang. Untunglah ayah cukup mengerti dan bijak mengambil sikap. Sehingga Mas Eko waktu itu tidak tersinggung dan bisa memaklumi.

Tidak seperti biasanya ibu bersikap seperti itu. Aku hanya bisa menebak, sikap ibu adalah karena rasa cintanya pada anak putrinya yang semata wayang. Kedatangan mas Eko yang tiba-tiba dan langsung melamar, dianggap sebagai wujud penistaan terhadap perempuan.

"Seorang laki-laki yang tidak bisa menghargai seorang perempuan, tidak bisa menjadi suami yang baik."

"Tapi ibu, mas Eko itu kan memang orang yang tidak memiliki waktu banyak untuk melalui proses seperti pada umumnya." Aku membela diri. Aku sudah terlanjur menerima pinangan mas Eko. Entah karena sihir apa, aku merasa kedatang mas Eko seperti kehadiran malaikat dalam perjalanan hidupku.

Sepanjang hidupku, aku memang belum pernah berhubungan khusus dengan lelaki, dan memang belum pernah terpikir. Aku lebih suka sendiri membaca novel, atau belajar di kamar. Bagiku membuang-buang waktu bersama seorang lelaki yang belum pasti, adalah tindakan yang sia-sia. Karena itulah, saat mas Eko datang aku merasa menemukan seorang yang memiliki prinsip hidup yang sama. Tapi, entahlah bagi ibu mungkin semua itu tidak berarti apa-apa.

Aku berani memutuskan menerima mas Eko adalah karena bapak. Saat aku setengah ragu, dan melihat ibu menolak, aku sempat ingin menolak juga. Tetapi dengan bijak bapak meberikanku kepercayaan.

"Kalau bapak terserah pada dirimu saja. Jika merasa cocok, maka bapak hanya bisa memberikan restu. Lagian umurmu itu kan sudah tidak muda lagi."

"Tapi aku sama sekali belum pernah mengenal mas Eko." Kuungkap keraguanku pada bapak, sementara ibu masih bermuka masam.

"Ya, makanya kamu temui dulu, ngobrol sebentar. Cobalah kamu kenali dirinya. Mestinya kamu sudah dewasa untuk bisa menilai orang lain." Ucapan bapak benar-benar memberiku kepercayaan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun