Mohon tunggu...
Syaiful  W HARAHAP
Syaiful W HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger

Pemerthati berita HIV/AIDS sbg media watch

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pergaulan Bebas pada Remaja Tidak Otomatis Jadi Penyebab Penularan HIV/AIDS

26 Mei 2025   09:57 Diperbarui: 26 Mei 2025   09:57 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kelompok remaja merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap penularan HIV/AIDS." Ini ada dalam artikel "Suara Generasi Muda : Sikap dan Saran Remaja Terhadap Pencegahan HIV/AIDS" (Shofiatur Rohmah - Kompasiana).

Pernyataan di atas tidak akurat karena risiko tinggi tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi (vaginal atau oral) bukan karena kelompok remaja berdasarkan usia atau umur, tapi karena perilaku, dalam hal ini perilaku seksual, yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS yang dilakukan oleh orang per orang, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis/perempuan) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(2). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis/laki-laki) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis/perempuan) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) tanpa memakai kondom, di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.) karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(4). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis/laki-laki) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) di luar nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.), karena bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(5). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis/laki-laki) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) dengan laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan, seperti gigolo, dengan kondisi gigilo tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu dari gigolo itu mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis/perempuan) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

PSK dikenal ada dua jenis, yaitu:

(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di tempat pelacuran (dulu disebut lokalisasi atau lokres pelacuran) atau mejeng di tempat-tempat umum, tapi sekarang lokalisasi pelacuran sudah pindah ke media sosial,

(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Mereka ini 'menyamar' sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat, cewek pemandu lagu, ibu-ibu, cewek (model dan artis) prostitusi online, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.

(7). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis/perempuan) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (anal) tanpa memakai kondom dengan waria karena ada waria yang sering ganti-ganti pasangan sehingga bisa jadi waria tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

Sebuah studi di Surabaya awal tahun 1990-an menunjukkan laki-laki pelanggan waria umumnya laki-laki beristri. Ketika seks dengan waria mereka justru jadi 'perempuan' (dalam bahasa waria ditempong atau di anal) dan waria jadi 'laki-laki' (dalam bahasa waria menempong atau menganal).

(8). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis/laki-laki) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) dengan Waria heteroseksual (Waria tidak memakai kondom). Dalam prakteknya waria ada yang heteroseksual sehingga menyalurkan dorongan seksual dengan perempuan. Bisa saja waria tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

(9). Laki-laki dewasa biseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis/perempuan dan sejenis/laki-laki) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) tanpa memakai kondom, dengan perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja salah satu dari laki-laki atau perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

(10). Laki-laki dewasa homoseksual yaitu gay (secara seksual tertarik pada sejenis/laki-laki) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (anal) tanpa memakai kondom, dengan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja salah satu dari laki-laki tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

Ada pernyataan: Penyakit HIV/AIDS bukanlah hal baru di dunia kesehatan, .... Ini tidak akurat karena HIV adalah virus yang termasuk golongan retrovirus yaitu virus yang bisa menggandakan diri, sedangkan AIDS adalah masa yang secara statistik terjadi antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak jalani pengobatan dengan obat antiretroviral (ART) (lihat gambar).

Matriks: Tertular HIV, masa jendela, dan masa AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tertular HIV, masa jendela, dan masa AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Disebut pula: Sebagian besar responden mengetahui bahwa HIV menyerang sistem kekebalan tubuh .... Ini juga tida akurat karena sebagai virus HIV tidak menyerang. Yang terjadi pada orang-orang yang tertular HIV adalah HIV menggandakan diri di sel-sel darah putih manusia karena ada DNA sementara virus (HIV-Human Immunodeficiency Virus) punya RNA. Sel darah putih yang dijadikan HIV sebagai 'pabrik' rusak.

HIV yang baru 'diproduksi' mencari sel darah putih lain untuk menggandaan diri. Begitu seterusnya sehingga kian banyak sel darah putih yang rusak sehingga sistem kekebalan tubuh rendah. Maka, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) disebut cacat kekebalan tubuh dapatan.

Dengan program ART penggandaan HIV bisa ditekan sehingga sistem kekebalan tubuh bisa terjaga dan virus seakan pingsan, tapi tidak hilang hanya saja tidak bisa (lagi) menggandakan diri.

Disebutkan: Namun, masih ada pemahaman yang kurang tepat, seperti menganggap penyakit HIV adalah "penyakit menular seksual yang booming di kalangan remaja," Ini terjadi karena sumber berita HIV/AIDS di dinas-dinas kesehatan, aktivis dan institusi terkait selalu mem-blow up remaja terkait dengan HIV/AIDS.

Padahal, secara empiris HIV/AIDS pada remaja ada di terminal akhir epidemi karena mereka tidak mempunyai istri sehingga virus tidak disebarkan.

Dalam "Laporan Eksekutif Perkembangan HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Semester I tahun 2024" dari tahun 1987 -- Juni 2024 dilaporkan kasus HIV berdasarkan kelompok umur (dalam persen):

  • < 4 tahun: 2
  • 5-14 tahun: 1
  • 15-19 tahun: 4
  • 20-24 tahun: 16
  • 25-49 tahun: 69

Maka, yang jadi masalah besar adalah kelompok umur 25-49 tahun karena mereka mempunyai istri yang berisiko jadi korban tertular HIV/AIDS. Jika istrinya tertular, maka ada pula risiko penularan vertikal dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya terutama pada saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Sebagai gambaran jika seorang bayi lahir dengan HIV/AIDS, maka sudah ada 3 (tiga) kasus HIV/AIDS, yaitu : 1 bayi + ibu yang melahirkan + 1 ayah atau suami yang menularkan HIV/AIDS ke istri. Tapi, realitas sosial ini jarang disampaikan jajaran Kemenkes di dinas-dinas kesehatan kabupaten dan kota.

Disebutkan: Semua responden menyebut media sosial dan internet sebagai sumber utama informasi mereka. Ini bisa jadi sumber bencana yang sampai pada disinformasi [KBBI: penyampaian informasi yang salah (dengan sengaja) untuk membingungkan orang lain)] karena postingan di media sosial hanya dengan satu atau dua jari tidak melalui penyaringan seperti di media massa: dari wartawan/reporter ke asisten redaksi lanjut ke penanggung jawab rubrik/halaman sehingga ada kontrol.

Di media massa dan media online yang resmi sekalipun tidak jaminan berita HIV/AIDS berpijak pada fakta medis karena ada yang menjadikan berita HIV/AIDS untuk sensasi yang bombastis (omong kosong).

Baca juga: Hari Pers Nasional: Menagih Peran Aktif Media dalam Penanggulangan AIDS (Kompasiana, 9 Februari 2019)

Ada lagi pernyataan: Semua narasumber sepakat bahwa HIV/AIDS adalah masalah serius, terutama karena meningkatnya pergaulan bebas. Mereka melihat remaja sebagai kelompok rentan.

Juga ini: "Remaja sekarang itu pergaulannya sangat bebas, dan itu faktor utama penularan HIV/AIDS," ujar mahasiswa perempuan.

Dua pernyataan di atas ngawur karena tidak ada kaitan antara pergaulan bebas dengan penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual penetrasi.

Baca juga: Menyesatkan Kaitkan Seks Bebas dan Pergaulan Bebas dengan Penularan HIV/AIDS (Kompasiana, 4 Juli 2024)

Lagi pula pergaulan bebas juga dilakukan oleh kalangan dewasa. Lihat saja Studi Kemenkes mencatat hingga akhir tahun 2012 ada 6,7 juta pria Indonesia yang menjadi pelanggan PSK, sehingga pria menjadi kelompok yang paling berisiko tinggi untuk menyebarkan HIV/AIDS (bali.antaranews.com, 9/4/2013). Yang bikin miris 4,9 juta di antara 6,7 juta pria itu mempunyai istri. Itu artinya ada 4,9 juta istri yang berisiko tertular HIV/AIDS dari suaminya.

Ada pula ini: Sebagian besar narasumber mengetahui langkah pencegahan dasar, seperti tidak berbagi jarum suntik, menggunakan kondom, hingga pentingnya tes kesehatan sebelum menikah.

Frasa 'menggunakan kondom' tidak tepat karena cara mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual adalah menghindari perilaku seksual yang berisiko jadi pintu masuk HIV/AIDS.

Saatnya Kompasiner melalui platform Kompasiana lebih arif dan bijaksana menyampaikan informasi tentang HIV/AIDS agat tidak misleading (menyesatkan). <>

* Kompasianer ini adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000 (ISBN 979-416-627-8); (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002 (ISBN 979-96905-0-1); (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014 (ISBN 978-602-231-192-8); (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022 (ISBN 978-623-5631-25-7). (Kontak via e-mail: syaifulwh@gmail.com).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun