Judul Buku :Â Revolusi dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat
Pengarang : DR.Yansen TP, M.Si
Penerbit : Elex Media Komputindo, Jakarta
Jumlah Halaman : 224 hal
Tahun : 2014
Masihkah anda percaya pada pembangunan? Untuk siapakah pembangunan itu diberikan? Adakah gunanya pembangunan?
Ini bukan pertanyaan skeptis, namun ini merupakan bentuk kejengkelan saya manakala membaca dan mengkritisi media massa kita yang (lagi-lagi) memberitakan banyak keburukan wajah negeri. Mulai dari kasus korupsi yang dilakukan para pejabat kepala daerah, kasus mega korupsi yang berawal dari layanan publik hingga beragam ihwal buruknya manajemen pemerintahan di tingkat daerah hingga ke tingkat pusat.
Saya bukan skeptis dan apatis, namun saya punya sedikit kepedulian tentang kosa kata : pemerataan. Memang sampai kapanpun apa yang didengungkan sebagai pemerataan pembangunan bakal sulit dicapai di semua tingkatan, di semua daerah yang memiliki latar persoalan yang kompleks dan beragam.
Agak sulit membayangkan sebuah negara tanpa pembangunan, di mana rakyat berusaha sendiri, menjalankan hari-harinya tanpa ada panduan dari mereka yang memiliki amanat kekuasaan. Saya juga tak mengerti bagaimana bisa pembangunan berjalan jika tanpa arah yang jelas.
Nah, membaca buku "Revolusi dari Desa " karya DR. Yansen Tipa Padan, M.Si ibarat memberikan asupan vitamin kepercayaan pada diri saya yang mulai skeptis dan apatis tadi. Dalam buku tersebut, Bupati Malinau Kalimantan Utara ini seperti membalikkan pandangan bahwa pembangunan mesti diupayakan oleh elit, kalangan pemilik kekuasaan dan modal.
Dalam buku ini Yansen  memperkenalkan apa yang dia sebut sebagai revolusi dari desa. Revolusi ini dilakukan dengan memberikan urusan pembangunan pada 'partisipasi' warga desa. Partisipasi selama ini memang mudah diucapkan namun sulit diterapkan. Elit kadang menggemakan kata-kata partisipasi sebagai upaya penarik simpati. Namun dalam tataran pratis seringkali elit politik menyederhanakan partisipasi sebagai penguasaan penuh pejabat publik pada rakyatnya. Warga desa dianggap hanya penambah angka statistik dalam Pilkada atau Pemilu, namun tidak diberdayakan.