Setelah dia mengklik aplikasi tersebut, pengarang kita kembali harus diuji kesabarannya karena komputernya memakan waktu beberapa menit untuk berhasil memuat aplikasi tersebut.
Tiga menit berlalu, pengarang kita mulai kehabisan kesabaran hingga dia kembali  menyalak seperti anjing yang galak.
Sesaat setelah dia hampir putus asa dalam menunggu, aplikasi itu akhirnya terbuka. Pengarang kita sumringah. Wajah tololnya kembali dia arahkan penuh ke depan monitor komputer yang memancarkan radiasi untuk membuat rabun matanya.Â
Tapi pengarang kita tidak ambil pusing. Karena menurut pengarang kita, meski pun matanya dapat melihat dengan sempurna untuk beberapa tahun ke depan, hal itu akan percuma. Sebab hatinya tetap akan tertinggal di masa lalu.
Pengarang kita mulai menyusun kata-kata di dalam kepalanya. Kalimat pembuka yang manis akan membuat tulisannya juga manis, begitu pikirnya. Pengarang kita mulai mengetik, menyentuh huruf K pada papan ketiknya. Kemudian lahirlah kalimat yang kira-kira berbunyi :
"Kemarin adalah hari yang sangat membanggakan untuk saya. Di tengah-tengah keramaian kota Banjarmasin, saya menyembulkan diri sebagai seorang kompasianer yang....."
Tulisan pengarang kita terhenti. Â Dia kehabisan akal untuk meneruskan kalimat tersebut. Maka tombol "delete" lah yang menjadi pilihan. Dia hapus semua kata-kata yang sudah dia tulis hingga yang tersisa hanya sebidang putih kosong yang kembali siap untuk diisi.
Pengarang kita memutar otakya lagi untuk menciptakan paragraf pembuka esai yang ciamik. Namun dia mengalami kebuntuan. Terlebih lagi dia sedang menahan diri untuk tidak kencing. Karena sebelumnya pengarang kita sudah bertekad untuk tidak mengerjakan hal lain sebelum tulisannya selesai.
Pengarang kita belum mau menyerah. Di tengah perasaan kebeletnya, pengarang kita tetap berjuang untuk tetap menulis sampai esainya selesai.
Pengarang kita mulai kembali beraksi. Jari-jarinya menyentuh ragu papan ketik. Kali ini pengarang kita menyentuh huruf B terlebih dahulu.
"Berawal dari hobi menulis..."