Pak Salim tersenyum. "Itu godaan yang halus. Saya pernah mengalami hal yang lebih buruk dari itu."
Maulana menatapnya penasaran. "Bagaimana, Pak?"
Pak Salim menarik napas dalam sebelum bercerita.
"Dua puluh tahun lalu, saya adalah pedagang kecil yang sering lalai dalam shalat. Ramadhan bagi saya hanya sekadar menahan lapar dan haus. Hingga suatu malam, saya jatuh sakit parah. Dokter mengatakan harapan hidup saya kecil."
Maulana tersentak. Suara iqamah berkumandang, tapi pikirannya masih tertuju pada cerita itu.
Setelah shalat Isya, mereka kembali duduk.
"Malam itu," lanjut Pak Salim, "adalah malam ke-16 Ramadhan. Saya terbaring sendirian di rumah sakit. Dalam ketidakberdayaan itu, saya menangis, memohon ampun kepada Allah. Saya berjanji, jika diberi kesempatan hidup, saya akan berubah."
Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan. "Malam itu saya bermimpi berada di sebuah taman yang indah. Seorang pria berjubah putih mendekati saya dan berkata, 'Allah telah mengabulkan doamu. Jadilah hamba yang bersyukur.'"
"Keesokan harinya, dokter heran melihat kondisi saya membaik drastis."
"Masya Allah," ucap Maulana.
"Sejak itu, saya mulai rajin beribadah. Beberapa tahun kemudian, saya bertemu seorang syaikh dari Yaman. Saat saya menceritakan pengalaman saya, beliau berkata, 'Mungkin itu adalah rahmat dari Allah yang datang di malam yang tidak kau duga.'"