---
Pukul 17.00, Maulana akhirnya memutuskan untuk hadir. Dengan langkah berat, ia memasuki halaman rumah Pakde Hasan. Suara tawa dan obrolan terdengar dari dalam rumah. Keluarga besar sudah berkumpul.
Jantungnya berdegup kencang. Bagaimana reaksi Ridwan melihatnya? Bagaimana ia harus bersikap jika mereka bertatap muka?
"Assalamu'alaikum," ucapnya pelan saat memasuki ruang tamu.
"Wa'alaikumsalam!" sambut Pakde Hasan bersemangat. "Akhirnya keponakan kesayanganku datang juga. Ayo masuk, Mau."
Semua mata tertuju padanya, termasuk sepasang mata yang selama lima tahun dihindarinya---mata Ridwan.
Maulana memilih duduk di sudut ruangan, berusaha menjaga jarak. Namun, tak lama kemudian, seseorang duduk di sebelahnya. Tanpa menoleh pun, dari aroma parfumnya, Maulana tahu itu Ridwan.
"Assalamu'alaikum, Mau," sapa Ridwan pelan.
Maulana terkejut. Sudah lama ia tidak mendengar sapaan itu dari sepupunya. Dengan ragu, ia menoleh. "Wa'alaikumsalam."
Hening sejenak. Kecanggungan meliputi keduanya.
"Aku... sebenarnya khusus mengundangmu hari ini," ujar Ridwan, memecah keheningan. "Aku minta maaf sudah membuatmu datang."