Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teh Kenangan

18 April 2024   08:53 Diperbarui: 18 April 2024   10:08 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dua cangkir teh kenangan. (Freepik/azerbaijan_stockers)

Mie goreng kenangan. (Freepik/jcomp)
Mie goreng kenangan. (Freepik/jcomp)

Setelah menikmati teh yang menghangatkan, ayahnya memutuskan untuk memasak mie goreng instan untuk makan malam. Sambil menunggu air mendidih, dia mengajak Arik berbincang untuk mengalihkan perhatian dari rasa sedih yang mendalam.

"Mie goreng, ya, Yah? Ini juga salah satu favorit ibu, kan?" tanya Arik sambil memperhatikan panci di atas kompor induksi.

Si ayah mengangguk. "Iya, Nak. Ingat waktu itu saat mati lampu? Kita bertiga duduk di lantai dengan lilin-lilin menyala, makan mie goreng yang ibumu masak dengan kompor elpiji karena tak bisa pakai kompor induksi."

Arik tertawa, mengingat kenangan itu. "Itu malam yang ajaib, Yah. Rasanya seperti petualangan, makan di lantai dengan cahaya lilin. Ibu selalu bisa membuat situasi sulit menjadi menyenangkan."

"Nah, itu dia! Itulah mengapa kita harus terus melanjutkan beberapa hal yang ibumu suka. Mie goreng, teh..." Si ayah berhenti sejenak, tersenyum penuh makna. "Mungkin nanti kamu bisa belajar membuat teh seperti ibumu."

Arik memiringkan kepalanya, menimbang-nimbang. "Mungkin aku harus, ya, Yah. Tapi rasanya akan sulit tanpa ibu di sini."

"Memang, Nak. Tapi ingat, ibumu selalu bilang, 'Setiap kesulitan akan mengajarkan kita sesuatu yang baru.' Mungkin ini saatnya kamu menemukan resep tehmu sendiri," kata si ayah, menggugah semangat putranya.

Ketika air sudah mendidih, ayahnya memasukkan mie dan bumbu ke dalam panci. "Makanan sederhana, tapi penuh kenangan. Seperti kita ini, ya, Nak. Sederhana, tapi kita punya satu sama lain dan kenangan bersama ibumu."

Arik mengamati ayahnya yang berusaha keras mempertahankan rutinitas mereka. "Iya, Yah. Mie goreng ini jadi lebih dari sekadar makan malam. Ini tentang mengingat, dan juga tentang..."

"...melanjutkan hidup, Nak," si ayah menyelesaikan kalimat putranya, memberikan porsi mie goreng kepada Arik. Keduanya duduk, menghadapi satu sama lain, menikmati makanan dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri tetapi juga merasa dikuatkan oleh kebersamaan malam itu.

Episode 3: Langkah Baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun