TIMUR MENIRU-NIRU BARAT
Di pelataran sejarah aku gelar sajadah tempatku menumpah  duka yang memerah sebab langit tidak lagi memihak pada hujan. Gugus purnama hilang ditelan patahan-patahan waktu berlalu dan kekalahan demi kekalahan menggelantung disetiap tangan yang mengelola negerinya atas nama keagungan sejarah, namun menelanjangi dirinya untuk mengenakan pakaian orang lain atas nama perubahan dan kemajuan.
Di pelataran sejarah aku menggelar sajadah setelah segugus purnama yang hilang, perbudakan nyata merampas suara yang ingin menyebut nama Agung. Dan setiap tangan meratap dibawah sepatu besi bangsa penjajah. Kini rantai-rantai membelenggu kebebasan mereka, peniruan dan penciplakan membabi buta menghantam ruang-ruang kebangkitan. warna warni perubahan negeri telah menjajah keberadaannya sendiri.
Di pelataran sejarah aku adalah bangsa, membentangkan sajadah yang keluar dari pabrik negeri yang telah menindih harkat kemanusiaan mereka dengan batu karang perbudakan. Dan penjajahan itu tetap berdenyut meski tak nyata.
JEJAK TRADISI DI ALTAR ZAMAN MODERN
Dunia modern mencemooh dunia tradisi dengan berkata :
Kau sibak tirai hatimu
Untuk menyaksikan Tuhanmu
Kau letakkan mahkota moral di kepalamu
Untuk menduduki singgasana surgamu