Mohon tunggu...
Syaefunnur Maszah
Syaefunnur Maszah Mohon Tunggu... Senior Human Capital Strategist, Sekjen Parsindo, Wakil Ketua Peradi DPC

Concern pada masalah sosial kebangsaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ironi Qatar Diserang Israel

13 September 2025   15:07 Diperbarui: 13 September 2025   15:07 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PM Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, mengatakan kepada DK PBB bahwa Israel dipimpin "kaum ekstremis penuh gertakan."/ BBC News

Serangan udara Israel yang menghantam kompleks perumahan di Doha, ibu kota Qatar, pada 10 September 2025 lalu, meninggalkan luka diplomatik yang mendalam. Serangan ini menewaskan lima anggota Hamas, termasuk putra kepala negosiator Khalil al-Hayya, serta seorang petugas keamanan Qatar. Ironinya, serangan tersebut justru terjadi di negara yang selama ini dikenal sebagai sekutu utama Amerika Serikat di kawasan Teluk.

Qatar selama ini mengizinkan keberadaan pangkalan militer AS yang sangat besar di gurun barat daya Doha. Pangkalan tersebut berfungsi sebagai salah satu titik strategis operasi militer Amerika di Timur Tengah. Tidak hanya itu, pada Mei lalu, Presiden Donald Trump mengumumkan perjanjian ekonomi "bersejarah" dengan Qatar senilai lebih dari $1,2 triliun, sebuah angka yang digadang sebagai tonggak kerja sama bilateral. Bahkan, Qatar baru-baru ini menghadiahkan Trump sebuah pesawat senilai $400 juta sebagai Air Force One baru, sebuah simbol kedekatan diplomatik.

Namun semua kedekatan itu seakan tidak berarti ketika Israel, sekutu dekat AS lainnya, melancarkan serangan ke Doha. Artikel BBC News berjudul US joins UN Security Council condemnation of Israeli strikes on Qatar (13 September 2025), ditulis Tom Bennett -- Jerusalem, menggambarkan bagaimana Dewan Keamanan PBB akhirnya mengeluarkan pernyataan kecaman terhadap serangan tersebut. Menariknya, Amerika Serikat ikut menandatangani pernyataan itu, meski biasanya Washington memveto kecaman apa pun terhadap Israel. Ini menunjukkan betapa gentingnya situasi bagi stabilitas dan kedaulatan Qatar.

Dari perspektif keamanan nasional, serangan ini menjadi ujian besar bagi Qatar. Bagaimana mungkin sebuah negara yang memberi tempat aman bagi sekutu superpower justru menjadi sasaran serangan terbuka dari sekutu lain? Pertanyaan ini mengguncang kepercayaan publik bahwa keberpihakan pada Washington otomatis menjamin keamanan.

Sikap Israel yang keras kepala, dengan alasan tidak ada tempat aman bagi Hamas, mendapat kecaman luas dari komunitas internasional. Pakistan menyebut Israel berusaha "meledakkan setiap peluang perdamaian," sementara Aljazair menyesalkan DK PBB yang bahkan enggan menyebut nama Israel sebagai agresor. Serangan itu menimbulkan perasaan bahwa hukum internasional bisa diabaikan begitu saja jika menyangkut Israel.

Menurut ilmuwan hubungan internasional Kenneth Waltz dengan teori neorealism, negara akan selalu mengutamakan survival dan kepentingan strategis, bahkan jika itu berarti mengorbankan aliansi formal. Dalam kerangka ini, Israel menempatkan eliminasi Hamas sebagai prioritas yang lebih penting ketimbang risiko merusak hubungan dengan Qatar maupun mencoreng stabilitas regional.

Publik global bereaksi keras. Media internasional menggambarkan bagaimana warga sipil di Doha merasa "dunia akan berakhir" ketika ledakan terjadi. Negara-negara Teluk seperti UEA bahkan memanggil diplomat Israel, meski UEA sendiri pernah menormalisasi hubungan lewat Abraham Accords 2020. Respon keras ini menunjukkan adanya titik balik: hubungan hangat dengan Israel bukan jaminan aman dari agresi.

Bagi Qatar, serangan ini ibarat pukulan telak pada kedaulatannya. Negeri kecil yang selama ini mengandalkan diplomasi multijalur kini harus menimbang ulang peran sebagai mediator damai. Bagaimana mungkin Qatar bisa dipercaya menjadi tuan rumah negosiasi Hamas-Israel bila tanahnya sendiri dibombardir?

Implikasi geopolitik bagi kawasan Timur Tengah jelas signifikan. Serangan di Doha memperluas lingkaran konflik Israel dari Gaza hingga ke jantung Teluk. Ini bisa memicu eskalasi baru, mengingat negara-negara Teluk punya kepentingan menjaga keamanan energi dan stabilitas regional. Hubungan diplomatik yang dibangun dengan susah payah melalui Abraham Accords kini terancam retak.

Untuk Palestina, serangan di Qatar bisa dibaca sebagai sinyal bahwa tidak ada tempat aman bagi kepemimpinan Hamas. Namun, di sisi lain, aksi ini justru memperkuat narasi bahwa Israel bersedia menembus batas hukum internasional. Hal ini berpotensi menambah simpati bagi perjuangan Palestina di forum global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun