Di Sebalik Srikandi-Bisma (Episode 5)
Oleh: Suyito Basuki
Ruang joglo, gamelan pelog dan slendro lengkap, Â ada geber (layar) wayang di tengah ruangan. Hari Minggu siang hari. Â Lancaran Manyar Sewu bergema, Bagas dan teman-temannya berlatih menabuh. Â Bagas memegang kendang. Â Ki Sutejo duduk bersila, mengawasi anak-anak yang sedang latihan. Â Gending suwuk antal.Â
 "Ini tadi gending lancaran Manyar Sewu laras slendro pathet enem.  Masih ada banyak lancaran yang akan kita pelajari, baik yang bertiti laras slendro maupun pelog.  Setelah lancaran nanti akan kita pelajari gendhing ladrangan," Ki Sutejo berdiri di depan Bagas dan kawan-kawan, membelakangi papan tulis.
Bagas bertanya,"Lancaran Manyar Sewu ini di dalam pewayangan bagaimana penempatannya pak?"
"Lancaran Manyar Sewu ini dapat digunakan untuk iringan budhalan wadya bala. Â Misalnya wadya bala Astina yang mau pergi ke suatu tempat, lancaran ini dapat ditabuh, dengan sebelumnya dhalang meminta dengan kata kunci:...yen sinawang saking mandrawa, kadya kukila manyar sewu cacahe..." jawab Ki Sutejo pengajar atau disebut dwija sekolah pedhalangan di kraton di mana Bagas sedang belajar.
Bagas masih bertanya,"Kendangannya pakai kendang ketipung sama kendang bem atau ageng saja Pak?"
Ki Sutejo menjawab,"Ya, sementara itu dulu, minggu depan saya tambahi dengan kendangan batangan. Â Yang penting Mas Bagas mencoba menghafal kendangan tersebut. Â Coba ditabuh," perintahnya.
Bagas menabuh kendang. Â Fitri masuk membawa masuk dengan gelas-gelas berisi teh hangat. Â Teman-teman Bagas memperhatikan gadis cantik dengan rambut sebahu itu. Â Sambil menabuh, Bagas melirik. Â Ki Sutejo tanggap hal itu, dia berdehem. Â Bagas salah dalam menabuh.
Ki Sutejo berkata sambil tersenyum,"Ayo, mas Bagas, penabuh kendang itu perlu konsentrasi penuh. Â Kendang adalah penuntun tabuhan lainnya. Â Kendang dapat membuat cepat atau lambatnya suatu irama. Â Jika kendang salah, bisa tidak karuan tabuhan lainnya."