Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pasar Kobong Terbakar

29 Januari 2022   09:43 Diperbarui: 29 Januari 2022   17:07 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pasar Terbakar (Sumber Foto: news.detik.com)

Aku duduk di antara pengrawit yang memainkan gendhing-gendhing soran, yakni gendhing tanpa vokal, hanya instrumen saja.  Mengapa dikatakan soran?  Ini dari kata sora yang berarti keras.  

Gamelan memang dipukul keras-keras, terutama balungannya seperti demung, saron dan peking.   Mungkin dengan maksud untuk memberi tahu penonton bahwa pertunjukan wayang akan segera dimulai.  Dulu orang kalau menamakan sesion itu adalah talu.

Gendhing Cucurbawuk segera berkumandang, suara sindhen mendayu-dayu.  Kemudian gendhing medley ke srepeg palaran, dan akhirnya sampak manyura kemudian berhenti.  

Dhodhogan kotak memberi pertanda mengalunnya ayak-ayak yang memberi kesempatan wayang Rama, Leksmana, Sugriwa, Gunawan Wibisana, Hanoman serta Jaya Anggada dimasukkan dalam adegan jejer. Dari ayak-ayak kemudian beralih ke Gendhing Karawitan, saat itulah dhalang nyandra atau mendeskripsikan kraton dan anak-anak wayang yang ada.

"Sri tinon ing pasewakan, busana kang maneka warna, Ooo, sebak puspiteng hudyana...." sambil melagukan suluk kucoba lirik kiri kanan.  Penonton melimpah.  Panggung yang sengaja dibuat di jalan masuk pasar, pada depan panggung yang ditata beberapa kursi, dipadati pengunjung.  Pakdhe Setra dan teman-temannya menonton di sebelah kanan panggung.    

Di sebelah kiri panggung, terlihat beberapa orang kekar dengan pakaian hitam dan ikat kepala.  Suara-suara orang di belakang panggung menunjukkan kemungkinan banyak penonton juga di situ.  Sudah ada celoteh orang-orang yang menandakan beberapa orang sudah mulai mabuk.

Adegan limbukan, suasana santai setelah ketegangan dipompakan pada adegan sebelumnya.  Lagu-lagu campursari dan gendhing-gendhing klasik atau kreasi baru mengalir lancar.  

Kemudian adegan perang gagal, perang Jaya Anggada dan Hanoman dalam rangka memperebutkan kepercayaan menjadi duta bertemu dengan Dewi Sinta, penonton riuh.  

Tepuk tangan dan suit-suit penonton menyeruak dari arah sana sini.  Barangkali saja sabetan-sabetan perang yang aku mainkan berkenan di hati penonton.   

Adegan Punakawan, Semar, Gareng, Petruk Bagong muncul, situasi kembali cair.  Saat itulah melalui mulut Petruk aku sampaikan bagaimana tekad pedagang ayam di pasar ini yang akan ikut membina lingkungan supaya menjadi lebih bersih dan aman.  

Saya sampaikan juga tekad para pedagang untuk tetap berdagang di sini.  Kepada para anggota legislatif daerah -- entah datang entah tidak, katanya ada yang diundang hadir -- Petruk meminta supaya aspirasi para pedagang disampaikan ke pemerintah daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun