Dengan memahami sebuah naskah, seorang sutradara memiliki alasan yang kuat untuk membuat sebuah film. Karena dia akan sanggup menceritakan isi naskah itu dalam format film.
Seorang sutradara harus mampu menginterpretasi sebuah naskah, berarti memahami dan mengerti "text", memiliki pengalaman mengenai "context" dan memperkenalkan "subtext"nya.
Misal tentang naskah buku Harry Potter, seorang sutradara harus paham tentang perjalan seorang anak muda menuju pendewasaan. Lalu pada "context" muncullah aksi-reaksi.
Seorang sutradara harus mampu menerjemahkan situasi yang berada di luar layar sesuai dengan relevansinya
Contoh lain, tentang film "Godzilla", naskah hanya menyebutkan sebagai dampak dari bom atom. Seorang sutradara harus mampu memperkenalkan "subtext" sebagai monster yang muncul akibat dijatuhkannya bom atom pada sembilan tahun yang lalu. Sehingga menimbulkan trauma pada era 2000-an.
Sedangkan pada film "Dinosaurus", seorang sutradara harus mampu menjelaskan bahwa akibat dari ketamakan manusia dampaknya adalah kehancuran.
Contoh menarik lainnya adalah film "Matrix", selain tertarik pada serunya perkelahian, juga mengingatkan bahwa teknologi digital telah menjajah dan mengendalikan manusia.
Contoh dari film Hong Kong berjudul "Internal Affair", sutradara berhasil memasukkan pengaruh  religi Buddhisme, diantara peristiwa politik yang menghilangkan identitas, akibat terjadinya dualisme antara polisi dan mafia
Contoh dari film Jepang "Exhuma", sutradara harus mampu menciptakan trauma pada hantu Jepang.
Dalam memproduksi sebuah film, seorang sutradara harus mampu bercerita dengan baik, dengan bagus (story telling) yang tepat maupun menggunakan bahasa visual
Pemilihan kata harus disesuaikan dengan target penonton. Misal kata "cakrawala" bisa digunakan kata "kaki langit" atau "horizon".
Pemilihan diksi kata ini juga akan menentukan oergerakan kamera. Penggunaan diksi yang tepat sangat mempengaruhi cerita.