Mohon tunggu...
Suseno Pranoto
Suseno Pranoto Mohon Tunggu... Guru PAI SMPN 12 Depok

membaca, menulis, dan refleksi

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jika Rencana Gagal, Sebaiknya Sabar

18 Februari 2025   23:43 Diperbarui: 19 Februari 2025   00:21 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Selasa, tadi pagi, saya ada jadwal menyambut siswa di depan gerbang sekolah. Rencana datang lebih pagi. Sebelum itu seperti biasa antar anak ke sekolahnya. Hampir sampai, sudah 1 KM lebih di tengah perjalanan, "Yah Aa lupa, Aa belum pakai sepatu!", kata anak. "Astagfirulloh, waduuh kok bisa? Kalau begitu gak usah pakai sepatu aja! " Spontan, timpalku, padahal tidak tepat alasannya. Mungkin karena panik jadi asal saja bicara. "Gak ah, gak mau!", pungkasnya.  Akhirnya, terpaksa dengan berat hati putar balik motor ke arah rumah. 

Sambil meredam kejengkelan, mau marah nggak solusi, sempat juga terucap, "Duuh, kenapa sih Aa, ga dipakai dulu sepatunya?". Padahal lagi meniti jalan ke sekolah sembari dzikir, sambil berpacu dengan waktu, dan sesama pengendara motor lain. Tak ada opsi kecuali pulang, berat, harus menerima kenyataan yang tak sesuai rencana tersebut. Persoalannya kalau harus pulang lagi sudah pasti tidak tepat waktu sampai di sekolah. 

Mau dzikir terus jiwa sedang bergejolak, ternyata tidak otomatis bisa lanjut, harus menata hati dulu, agar ridho (menerima) dengan takdir. Tarik nafas, lalu keluarkan pelan-pelan. Teringat dua ayat dalam surat Al-Hadid ayat 22-23. Sebenarnya sedih juga, karena sudah pasti telat tiba di sekolah. Jadwal menyambut murid jadi terlewat. Pastinya jadi tak enak dengan rekan sejawat. Dan harus beri penjelasan, kenapa bisa terlambat, supaya tidak salah sangka. 

Sikapi dengan sabar dan ikhlas jika ada suatu cobaan atau ujian. Dan perlu kelapangan dada, sebab dalam ajaran agama memang dianjurkan begitu. Janganlah terlalu sedih kalau ditimpa musibah sesuatu yang tidak menyenangkan. Manusia punya rencana Allah yang menentukan. Di situ terdapat ujian keimanan, dan kesabaran. Kesulitan, musibah sebagai ujian hidup adalah bagian dari takdir yang harus disadari oleh seorang mukmin. Karena semua terjadi atas izin-Nya. 

Bila mendapat suatu kesenangan anugerah yang istimewa tidak terlalu senang atau sombong. Sebaliknya, bila mendapat musibah tak boleh terlalu bersedih. 

Melansir NU Online, bahwa segala sesuatu, peristiwa yang akan, dan sudah terjadi sudah ada catatannya dalam Lauh Mahfuz. Firman Allah dalam Q.S: Al-Hadid ayat 22-23.

Tidak ada bencana (apa pun) yang menimpa di bumi dan tidak (juga yang menimpa) dirimu, kecuali telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sesungguhnya hal itu mudah bagi Allah. 

Tafsir Wajiz:

Usai menjelaskan karunia-Nya kepada orang memohon ampunan, Allah menerangkan bahwa semua yang terjadi di alam ini merupakan ketetapan Allah yang tertulis di Lauh Mahfuz. Setiap bencana yang menimpa di bumi, seperti gempa, banjir, erupsi, dan lainnya, dan demikian pula bencana yang menimpa dirimu sendiri, seperti sakit, kecelakaan, dan lainnya, semuanya telah tertulis dalam Kitab yang disebut Lauh Mahfuz sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu, yaitu semua yang terjadi, sangat mudah bagi Allah. Firman Allah ayat 23 surat Al-Hadid:

(Yang demikian itu kami tetapkan) agar kamu tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kamu dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Tafsir Wajiz:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun