Ibu negara kesal, pasalnya ia ingin memasak kolak ubi kayu tetapi parutan kelapa tua yang ia dapat dari warung Mbak Pini hanya sedikit. Istri atau Ibu Negara saya patut kesal karena ia membutuhkan cukup banyak santan untuk memasak kolak ubi kayu hasil pekarangan sebelah rumah.
Warung Mbak Pini tidak bisa memberi parutan kelapa tua dalam jumlah banyak karena bahan baku yang ia miliki terbatas, sementara para pelanggan yang juga tetangganya cukup banyak.
"Sedikit asal merata ya, Bu," ujar Mbak Pini seperti ditirukan oleh Ibu Negara.
Santan kelapa, cairan berwarna putih susu yang diperoleh dari parutan daging kelapa tua jadi barang langka. Sebenarnya ada juga santan kemasan di toko swalayan. Akan tetapi, kami lebih menyukai santan alami.
Kami, sebagaimana keluarga di Asia Tenggara, India, dan Karibia menjadikan santan sebagai bahan penting dalam hidangan seperti kolak, rendang, dan berbagai dessert.
"Apa gara-gara banyak lapak es kelamud di kampung kita ya, Yah?" tanya Ibu Negara sambil meremas-remas parutan kelapa yang sudah diberi sedikit air.
"Boleh jadi," jawab saya pendek.
Dua tahun terakhir, banyak tetangga yang mengadu nasib mengais rezeki dengan membuka lapak es kelamud (kelapa muda) dan penganan pendamping: lotek, gorengan, kremis, dan lain-lain.
Akibatnya, setiap hari mereka harus memastikan pasokan kelapa muda berwarna hijau maupun kuning tetap tersedia. Namun, untuk ini mereka tidak perlu khawatir karena tetangga lainnya siap memasok.
Para pemasok mencari kelapa muda di kebun-kebun kelapa. Naik pohon dan memetik sendiri dengan membayar sejumlah uang kepada pemilik batang. Setelah itu kelapa kelapa muda ia kirimbdan bagikan kepada pedagang pelanggan masing-masing. Sampai di pedagang, harga jual rata-rata air beserta daging kelapa muda 1 butir adalah 10.000 rupiah.