Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Tua, Pemuda, dan Gunung

13 Maret 2018   12:59 Diperbarui: 13 Maret 2018   13:20 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup di kost an bukanlah hal yang diinginkan perempuan tua itu, tapi kembali ke rumah untuk bertemu suaminya adalah suatu hal paling haram di banding daging babi yang sudah lama tidak di santapnya. Ia lari pergi dari rumah membawa uang seadanya dari hasil penjualan semua barang barang di rumahnya, meninggalkan suaminya yang suka berjudi nomor tanpa perpisahan, bahkan tanpa surat cerai. Ia kesal dengan hobi suaminya yang berdampak pada minimnya uang yang ia terima setiap bulan, walau kadang ketika suaminya menang ia ikut bersorak girang menikmati uang haram yang dibawa pulang.

Dia mempunyai seorang anak laki laki yang kadang kembali ke kost an pada dini hari. Perempuan tua itu sering menceritakan mengenai anak tunggalnya tersebut. Katanya, anaknya nakal, kadang pergi hingga tidak kembali berhari hari, dan suka bolos kerja. Padahal mencari kerja saat ini susahnya bukan kepalang apalagi hanya bermodalkan fotokopi ijazah SMA, toh ijazah asli anaknya di tahan pihak sekolah karena dia tidak sanggup untuk melunasi tagihan uang sekolah yang di tunggaknya. Ia pun sudah enggan untuk mengingatkan anaknya agar jangan sering bolos kerja, toh ia sadar teguran yang di layangkannya mungkin hanya akan menjadi angin lalu bagi anaknya.

Setiap hari perempuan tua itu hanya makan dua kali sehari, ia enggan makan hingga tiga kali "takut kebiasaan nanti.." begitu katanya pada saudaranya di kampung halamannya ketika ia pulang bermain untuk sekedar bertemu dengan keponakannya.  Dia takut untuk makan lebih dari dua kali sehari, ia sadar uang yang di hasilkan anaknya sebagai kurir tidak seberapa untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua dan kempas kempis tiap harinya.

"Gaji tukang sapu.." begitu katanya suatu saat ketika ada sanak saudaranya yang datang menengok.

Tak jarang dalam kepala perempuan tua itu terlintas ide untuk menjadi pemulung, mengambil botol botol bekas yang ia temui di jalan, mengumpulkannya, lalu menjualnya agar bisa menambah uang untuk biaya hidupnya sehari hari. Ia sadar ia tak mungkin terus menggantungkan hidupnya dari tetangga ataupun gereja tempatnya beribadah yang rutin setiap bulan memberikan uang untuk menambah biaya hidupnya. Uang dari anaknya yang tak seberapa lebih sering habis untuk bayar kost, dan kebutuhan lain seperti beli air gallon, beras. dan ongkos pulang kembali ke kampung halamannya di pulau lain yang setahun beberapa kali ia kunjungi hanya untuk sekedar main dan menginap di rumah sanak sudaranya.

Anak perempuan tua itu adalah seorang pemuda yang berbadan besar, dengan rambut berantakan yang tidak pernah di sisirnya. Dari pagi hingga sore ia bekerja menjadi kurir dan ketika pulang kerja ia kembali bekerja menjadi ojek online dengan modal motor pinjaman dari seorang perempuan yang mencintainya. Jika ada tanggal merah yang jatuh di hari jumat, ia memilih untuk bolos kerja dan pergi ke gunung bersama wanita yang mencintainya dan meninggalkan ibunya sendirian di Jakarta.

Dia sangat mencintai gunung , tak kurang dari 80 lebih gunung yang ada di berbagai pulau di Indonesia telah berhasil di dakinya, mulai dari Jawa, Sumatra, Makassar, hingga Bali. Jangan tanya sudah berapa banyak uang yang ia habiskan untuk menemui dan mendaki gunung, baginya gunung adalah cinta keduanya setelah ibunya yang tidak adil rasanya jika hanya diukur dengan uang. Gunung mampu membuatnya melupakan sejenak berbagai persoalan yang melanda keluarganya, mulai dari nasib ayahnya, status kedua orangtuanya, hingga masalah pekerjaan dan kebutuhan hidupnya yang semuanya berkaitan erat dengan mepetnya uang di kantongnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari dan keinginan ibunya yang ketika hari raya tertentu ingin kembali ke kampung halamannya hanya sekedar untuk bercengkrama dan berkumpul dengan saudara saudaranya.

"Sekarang kalau mau pulang tinggal pulang, minta uang sama anak saya.." begitu kata ibunya suatu ketika pada seorang saudara yang berkunjung ke kamar kostnya di depan anaknya

Pemuda itu sangat mencintai ibunya, namun cintanya tidak lagi bulat dan telah terbelah. Ia juga sangat mencintai gunung dan mencintai wanita yang memberikannya pinjaman motor untuk menjadi ojek online. Cintanya sudah terbelah tiga, dan pemuda itu lupa bahwa tidak mungkin untuk mencintai tiga entitas berbeda dengan adil secara bersamaan. Waktunya lebih sering di habiskan bersama si wanita yang akan menjadi masa depannya, dan juga gunung yang menjadi pelariannya. Ia pulang dan bertemu ibunya hanya untuk beristirahat dan jarang untuk mengobrol dan berbicara lebih dalam layaknya seorang ibu dan anaknya. Baginya, uang untuk ibunya adalah bukti cintanya yang real pada ibunya di bandingkan obrolan malam mengenai masa lalu dan petuah petuah untuk masa depan. Jika uang sudah diberikan, ia tinggal memenuhi kebutuhannya untuk mendaki gunung bersama teman temannya dan cintanya yang lain, meninggalkan si perempuan tua itu sendirian.

Perempuan tua yang sudah renta itu hanya bisa memendam lelahnya sendirian ketika anaknya menghilang dan tidak pulang, menghabiskan hari hanya di temani air gallon dan sebungkus nasi seharga 5 sampai 10 ribuan, paket hemat untuk disisihkan sebagai modal bermain di kampung halaman.  Ia merindukan kampung halamannya untuk pulang, sekedar main, jalan jalan dan bercengkrama dengan saudara saudaranya yang selalu siap sedia membelikannya tiket pulang ke Jakarta, kembali ke ibukota hanya untuk menunggu anaknya yang lebih mencintai gunung, melamun, dan menghirup nafas panjang ketika angannya melihat ke belakang, menebar iba walau ia tak pernah memintanya.

gbr : 1

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun