Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Strategi "Meluluhkan Hati" Ortu Siswa Saat Rapat

3 Maret 2023   19:44 Diperbarui: 5 Maret 2023   09:45 2320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi guru yang memimpin. (sumber: KOMPAS.ID)

Setiap tahun, sekolah mengadakan rapat dengan orang tua (wali murid). Biasanya hal yang dibahas terkait keperluan untuk menunjang kegiatan siswa. Pada jenjang TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK, rapat selalu berlangsung dengan seru.

Setiap rapat selalu ada pro dan kontra. Program sekolah yang dipaparkan sering dimentahkan atau "dibantai" oleh sebagian kecil orang tua jika menyangkut anggaran. Maksudnya, anggaran yang dibebankan kepada setiap orang tua yang anaknya menuntut pendidikan di sekolah tersebut.

Seperti strata di masyarakat, ortu di sebuah sekolah terbagi atas tiga kelompok, yaitu ortu berduit, ortu menengah, dan ortu rata-rata. Ortu berduit (kelompok A) artinya orang tua yang tidak peduli berapa pun biaya yang diminta sekolah. Bahkan kelompok ini bersedia memberikan bantuan lebih demi kemajuan pendidikan anaknya.

Ortu menengah (kelompok B) adalah ortu yang sanggup membayar bantuan sesuai kesepakatan, tanpa protes. Berapa pun nilai rupiah yang disepakati bersama, langsung dibayar tunai. Kelompok ini tidak mau repot.

Kemudian, ortu rata-rata (kelompok C) adalah ortu yang selalu ingin mendapatkan keringanan dan siap "menawar" jika ada iuran yang harus dibayarkan (padahal sudah ada kesepakatan).

Sekolah yang sudah memiliki pengalaman dalam mengelola rapat pasti memiliki strategi khusus untuk membuat suasana rapat berjalan aman. Tidak banyak protes. Tidak banyak perdebatan.

Mendekati Ortu Vokal

Para guru di sekolah umumnya sudah memahami karakter ortu siswa. Apalagi saat ini sistem zonasi sudah diterapkan dengan baik. Artinya, anak-anak yang bersekolah adalah anak-anak yang bertempat tinggal di sekitar sekolah. 

Para guru sudah mengenal satu demi satu ortu. Siapa ortu yang penurut, siapa ortu yang suka ngotot, siapa ortu yang suka berdebat, rata-rata sudah diketahui pihak sekolah.

Sebelum rapat resmi dimulai, para ortu yang ditengarai akan banyak "membantai" program sekolah, dikumpulkan lebih dahulu. Tentu saja, ada pengurus komite sekolah diajak serta. 

Dalam rapat kecil itu, pihak sekolah dapat menanyakan kepada para ortu vokal itu tentang keinginan untuk memajukan sekolah. Usulan apa yang diinginkan untuk membuat para siswa meningkat prestasinya.

Edaran Hasil Rapat Ortu Kelas IX (dokpri)
Edaran Hasil Rapat Ortu Kelas IX (dokpri)

Dengan usulan-usulan yang disampaikan itu, pihak sekolah merangkum kemudian menjadikan sebagai program sekolah. Usulan yang dapat dibiayai dengan dana pemerintah (dana BOS) akan dipisahkan dengan usulan yang tidak dapat dibiayai dengan dana pemerintah.

Ortu yang vokal tersebut diberi pemahaman bahwa ada beberapa kegiatan yang tidak dapat dibiayai dari dana pemerintah, misalnya kegiatan pelepasan siswa kelas akhir. Untuk itu, ortu kelompok kecil tersebut dimintai pendapat, bagaimana cara memperoleh biaya untuk kegiatan pelepasan siwa kelas akhir.

Dengan bincang-bincang awal seperti itu, pihak sekolah sudah dapat membaca bagaimana reaksi ortu khusus tersebut. Jika mereka mendukung program itu akan tampak dari kalimat-kalimat yang diucapkan. Jika mereka menolak akan kelihatan pula sikap dan perubahan mimiknya. 

Pendekatan seperti itu pernah dilakukan di beberapa sekolah yang sudah mempunyai pengalaman dengan tabiat ortu saat rapat. Hal itu dilakukan untuk meminimalisasi perdebatan atau adu argumen saat rapat besar dilaksanakan.

"Kegiatan pelepasan atau perpisahan adalah acara puncak selama siswa bersekolah. Anak akan terkenang dengan acara tersebut. Apakah ortu tega, anaknya tidak ikut acara itu?"

Dengan bahasa yang menyentuh, ortu pasti akan berpikir ulang. Untuk membahagiakan putra-putrinya memang diperlukan pengorbanan. Lagi pula, rincian pengeluaran sudah tertera. Poin mana yang dipermasalahkan?

Rapat Tanpa Tawar Menawar

Pada hari Kamis tanggal dua Maret 2023 saya berkunjung ke SMP 1 PPU. Sebagai pengawas pembina sekolah jenjang SMP tertua di kabupaten kami, saya perlu sering berkunjung untuk mengetahui kondisi terkini. 

Banyak hal positif disampaikan Pak Budi Lestarianto, sang kepsek. Dari banyak hal yang disampaikan, ada hal khusus terkait teknik atau strategi "meluluhkan hati" ortu siswa saat rapat. Agenda rapat terkait rencana pelaksanaan pelepasan (perpisahan) siswa kelas IX.

Saat rapat berlangsung ada yang "menawar" terkait besaran iuran untuk setiap siswa. Padahal, rincian penggunaan dana sudah dipaparkan. Setiap poin sudah diberi nama dan besaran nilai rupiahnya. Poin yang terbanyak biasanya untuk konsumsi.

"Harga nasi kotak dua puluh lima ribu itu sudah harga umum. Kalau nilainya dikurangi menjadi dua puluh ribu, misalnya, apakah ada penyedia yang mau?"

Panitia pelepasan dari unsur guru dibantu oleh kepsek dalam menangani ortu siswa yang "rewel". Dengan pendekatan yang humanis, Pak Budi Lestarianto dapat membalikkan kondisi. 

Semula ada ortu yang keberatan dengan nilai iuran, justru terjadi pembayaran yang lebih. Ada orang tua yang bersedia menanggung semua biaya untuk poin tertentu.

Ada empat ortu yang bersedia membayar poin berbeda. Dalam surat catatan hasil rapat disebutkan bahwa ada sembilan poin yang dibiayai dari iuran, yaitu 1) sewa gedung, 2) medali, 3) kaos seragam siswa kelas IX, 4) sound system dan hiburan pengiring, 5) dekorasi, spanduk, photoboth, 6) dokumentasi foto, 7) sewa kipas embun, 8) konsumsi (ada enam macam), dan 9) Lain-lain.

Untuk poin 7) sewa kipas embun senilai Rp 1.500.000 disanggupi ditanggung oleh ortu dari Natasya (IXa). Untuk poin 8)a. Snack siswa dan pendamping senilai Rp 4.620.000 disanggupi ditanggung oleh ortu dari Muhammad Rizki Aditya (IXa). 

Kemudian poin 8)b. Snack guru dan staf karyawan SMP 1 PPU senilai Rp 600.000 ditanggung oleh ortu dari Destina (IXc). Selanjutnya,  poin 8)e. Makan siang guru dan staf karyawan SMP 1 PPU senilai Rp 1.000.000 ditanggung oleh ortu siswa juga.

Iuran semula ditetapkan per siswa Rp 380.000 (tiga ratus delapan puluh ribu rupiah). Berhubung ada donator (dermawan) empat orang tua tersebut, iuran turun menjadi Rp 340.000 (tiga ratus empat puluh ribu rupiah).

Subsidi silang memang sangat penting dalam suatu kegiatan yang membutuhkan dana besar. Dengan jumlah siswa kelas IX sebanyak 154, memang perlu penanganan khusus. Ortu yang termasuk Kelompok A pasti ada. Ortu yang termasuk kelompok B tentu ada pula. Paling banyak ortu Kelompok C.

Strategi untuk "meluluhkan hati" para ortu memang harus dilakukan agar para dermawan dapat tergugah hatinya. 

Demikian pula untuk ortu kelompok C dapat merasa nyaman karena dapat ikut serta membahagiakan putra-putrinya di jenjang akhir sekolah. Beban yang ditanggung tidak begitu berat dengan adanya dermawan sesama ortu.

Bagaimana pendapat Anda?

Penajam Paser Utara, 3 Maret 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun