Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... profesional -

Sejak 2007 terus menerus mengembangkan sistem pendidikan dan pengajaran menggunakan ICT terpadu (weblog), rumah panen hujan serta model pengelolaan limbah domestik dengan teknologi rawa buatan. Saat ini anggota partai mengajak ke syurganya Allah, pensyarah dan peneliti; Ketua Lembaga Penelitian Universitas Palembang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menguak Permasalahan Kebijakan Publik di Negeri Tercinta

16 November 2011   02:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:37 11762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah,

Kebijakan publik dikeluarkan atau dilahirkan (setelah lebih kurang sembilan bulan diproses dalam "rahim" - pemerintah plus DPR) merupakan upaya untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat (publik) di suatu wilayah, di suatu negara. Karena merupakan upaya untuk menanggulangi masalah publik (rakyat), sepantasnyalah kebijakan itu "memihak" kepada kepentingan rakyat. Akan sangat logik, jika masalah dan alternatif solusi permasalahan  itu juga  diharapkan berasal dari rakyat, bukan sekedar cetusan pikiran atau bahkan imajinasi dari  "decision makers"  (para pembuat kebijakan) di rumah "wakil rakyat" plus pemerintah.

Karena itu dalam penyusunan kebijakan sangat penting jika masyarakat diajak untuk ikut serta, karena merekalah yang paling memahami dan merasakan langsung kebutuhan dan masalah yang menghimpit. Jika demikian maka sangat diyakini jika kebijakan didasarkan atas kondisi aktual di masyarakat, kebijakan  yang dibuat juga akan diterima oleh masyarakat dengan baik, sekaligus memiliki daya berlaku yang efektif.

Peraturan daerah (perda) merupakan bentuk kebijakan publik di daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota. Perda ini mengikat seluruh pihak yang berada di wilayah hukum suatu daerah.  Idealnya, peraturan daerah sepantasnya melibatkan masyarakat daerah yang bersangkutan, namun kenyataannya jauh panggang dari api. Sejak lama (plus pengalaman penulis berada di birokrat antara tahun 2004-2006 di sebuah kota di Sumatera), penyusunan perda lebih dianggap urusan pembuat kebijakan semata (pemerintah daerah/kota/kabupaten/provinsi dan DPRD wilayah berkenaan). Peran masyarakat dalam proses itu tergolong nol. Masyarakat hanya menjadi pihak yang terkategori objek penderita dari penerapan perda itu, karena mereka tak pernah mengetahui apa dan bagaimana perda itu disusun dan disahkan. Proses pembidanan dan lahirnya berlangsung tertutup dan hanya menjadi urusan eksekutif dan legislatif daerah-daerah saja. Selain karena dipinggirkan oleh para pembuat kebijakan, masyarakat tidak memahami bahwa mereka memiliki hak untuk terlibat.

Semua kita memahami bahwa sebagian besar masyarakat memang belum memahami hak-hak mereka, terutama dalam kebijakan publik, karena berpuluh tahun mereka tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan-keputusan publik utamanya dalam pembuatan perda-perda.

Sejumlah permasalahan kebijakan publik


Menurut Masbied (2011) masalah publik yang banyak dijumpai antara lain:

Masalah reformasi

Di negara kita, tantangan awal muncul dari persoalan bagaimana menyelesaikan pertentangan antara kekuatan-kekuatan reformis dan kekuatan-kekuatan yang pro status quo. Tantangan berikutnya yang menghadang adalah bagaimana mengendalikan euforia yang timbul akibat lumpuhnya mekanisme pengendalian sosial dalam masa transisi yang anomik yang menganiaya eksistensi publik. Tantangan ketiga, adalah bagaimana mengkristalkan gerakan reformasi ke dalam sebuah sistem politik yang demokratik dan santun dalam rangka menciptakan kesejahteraan dan perlindungan optimal bagi seluruh rakyat Indonesia.

Masalah ekonomi

Krisis ekonomi yang bertransformasi menjadi krisis multi-dimensi dan berkepanjangan, mempunyai dampak yang luas dan intens bagi ketahanan hidup, baik bagi warga negara secara individual maupun bagi negara secara institusional. Kompleksitas persoalan yang bermula dari krisis ekonomi, tidak dapat hanya dikonseptualisasi secara ekonomis semata. Membahas masalah tersebut berarti memfokuskan diri pada bagaimana perilaku individu dan institusi-institusi ekonomi bertali-temali dengan, dan bahkan ditentukan oleh institusi-institusi sosial lainnya. Belajar dari pengalaman dan kearifan masa lalu, ternyata jelas, bahwa transaksi-transaksi ekonomi berlangsung di atas keterkaitan sosial yang ada. Hal ini berlaku, baik di masyarakat tradisional maupun di masyarakat modern. Absennya pemahaman demikian mengenai masalah ekonomi, menyebabkan tiadanya inspirasi khususnya bagi para pejabat negara untuk membangun ekonomi publik dengan modal tanpa menghancurkan tatanan sosial dan kultural yang dimiliki bangsa ini. Kesungguhan mengurus masyarakat miskin di banyak wilayah di tanah air (yang memang sangat sukar) tetapi merupakan peluang dan sekaligus ancaman jika tidak dilakukan secara sungguh-sungguh, terpadu dan terus menerus.

Masalah religiusitas

Secara sosiologis agama dipahami tidak saja sebagai sebuah sistem kepercayaan yang berkaitan dengan proses transendensi pengalaman manusia, namun juga sebuah institusi yang mewadahi interaksi sosial, baik antar pemeluk agama yang sama maupun antar individu yang memeluk agama berbeda. Dengan demikian, persoalan-persoalan keberagamaan, meskipun bermula dari sumber yang pribadi, namun dalam ekspresinya tidak saja mempunyai dampak bagi orang secara individual, tetapi juga mempunyai dampak secara publik.

Masalah kepatuhan sosial

Jalan raya adalah cermin kepatuhan sosial sebuah bangsa, demikian kata-kata bijak yang sering terungkap dari mereka yang menyukai perjalanan. Dengan menganalisis perilaku pengendara di jalan raya seseorang dapat mempelajari berbagai aspek kehidupan bermasyarakat penggunanya, bukan saja yang menyangkut aspek ketaatan dan tingkat disiplin, tingkat kesantunan dan penghargaan terhadap orang lain, tetapi juga tingkat kemampuan penegak hukum untuk menindak para pelaku pelanggaran. Perilaku berkendaraan di jalan raya, jelas merupakan tindakan publikyang menuntut tingkat kedewasaan tertentu. Tindakan indisipliner seorang pengemudi, tidak saja dapat berakibat fatal bagi dirinya, tetapi juga dapat membahayakan hidup orang lain. Kenyataan bahwa tata tertib berlalulintas di kota-kota besarIndonesia sangat memprihatinkan serta tingginya tingkat kecelakaan lalulitas setiap tahun, merupakan indikasi dan sekaligus undangan untuk memahami dan mengkaji masalah tersebut secara seksama. Pertanyaannya, bagaimana kepatuhan sosial semacam itu dapat dipahami secara teoritik?

Masalah Pengrusakan Lingkungan

Kerusakan lingkungan di negara kita terjadi di mana-mana. Di darat, di laut, di dataran tinggi, di dataran rendah. Di lahan kering dan di lahan basah. Kerusakan lingkungan ini dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Kerusakan lingkungan tidak saja dilakukan oleh masyarakat bawah, tetapi juga oleh para pemilik modal (swasta) bahkan disponsori oleh pemerintah. Apa buktinya telah terjadi kerusakan lingkungan yang parah. Pertama, sewaktu musim kemarau terjadi kebakaran di mana-mana. Asap menyelimuti ruang udara di hampir banyak wilayah tanah air. Pada musim kemarau juga banyak sekali anggota masyarakat yang kekurangan air bersih bahkan air untuk MCK sekalipun tidak memadai.

Masalah kerusakan lingkungan ini semakin terasa jika musim penghujan tiba. Hujan lebat dan berlangsung dengan waktu yang lama memicu banjir di mana-mana. Di kota-kota besar dan hingga di daerah-daerah terpencil pemandangan banjir bukan merupakan hal yang luar biasa. Penimbunanan lahan rawa telah menyebabkan hilangnya tempat limpahan air sungai pada saat datangnya hujan lebat di bagian hulu sungai sehingga banjir sangat mengenaskan terjadi di wilayah-wilayah yang ditimbun tanpa memperdulikan fungsi rawa alami. Apa penyebab semua ini? Salah satunya adalah tidak tegasnya Perda tentang pemanfaatan rawa. Penegakan hukum di negara ini hanyalah isapan jempol. Tidak ada yang serius mengawal berjalannya Perda rawa. Di dalam Perda itu dikatakan dalam satu pasalnya bahwa penimbunan rawa hanya diwajibkan kepada penduduk yang memiliki lahan rawa dengan luasan tertentu. Jika mereka (pemilik lahan) hendak menimbun rawa itu maka sejak awal mereka "membagi luasan" lahan tersebut menjadi luasan yang tidak wajib melakukan penggalian sebagai kolam retensi atau membiarkan sebagian areal tidak ditimbun.

Yang paling memprihatinkan adalah kenyataan bahwa banyak pengembang melakukan penimbunan 100 persen areal rawa yang mereka bangun untuk perumahan. Celakanya lagi tanah timbunan yang mereka gunakan adalah dari wilayah lain (lahan atas di wilayah lain). Ini berarti bahwa para pengembang itu telah meluluh-lantakkan "rumah air" yang dapat meliputi jutaan bahkan milyaran meter kubik dalam kurun waktu tertentu. Jangan heran jika pada waktu musim penghujan kota-kota yang melakukan penimbunan secara membabi-buta akan menerima "reward" dari kezaliman mereka dalam bentuk banjir.

Pelayanan publik

Pelayanan publik di negeri ini merupakan bentuk pelayanan yang jauh dari baik jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita. Pelayanan publik kita, meskipun sudah ada diatur di dalam suatu Kepmenpan yang khusus tentang pelayanan prima, namun masih jauh dari harapan. Dari hasil penelitian sejumlah mahasiwa kami di MAP Stisipol Chandra Dimuka Palembang Sumatera Selatan tentang pelayanan publik, terlihat bahwa meskipun telah ada sejumlah indikator yang tergolong baik, namun masih ada sejumlah indikator pelayanan yang nilai rapornya masih harus diperbaiki.  Di bidang pertanahan dan perizinan masih ditandai dengan ketidak-jelasan waktu selesainya. Demikian juga dengan pendanaannya. Masih ada dana-dana yang tidak resmi yang dipungut dengan sistem "malu-malu kucing". Sistem ini menjadikan penyebab mengapa hanya 10% saja dari permohonan peningkatan status kepemilikan tanah serta perizinan yang selesai tepat waktu. Mengapa harus malu-malu? Jadikan saja pemungutan tidak resmi itu menjadi pungutan resmi. Di samping jadi halal, juga masyarakat menjadi puas dan jelas sewaktu dilayani oleh pejabat publik.

Pelayanan Jalan dan Jembatan

Dalam pembukaan UUD 1945 sangat jelas bahwa tujuan didirikannya negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Adalah aneh bin ajaib jika masyarakat bangsa ini belum memperoleh kesejahteraan secara utuh ketika mereka memanfaatkan jalan dan jembatan. Di banyak wilayah di tanah air jalan-jalan belum di bangun secara aman dan cukup fasilitas untuk parkir di pinggir jalan. Banyak kejadian jika sopir hendak buang hajat mereka harus celaka karena pinggir jalannya tidak berkualitas. Truk dengan angkutan sangat berat terperosok ke dalam tanah sehingga truk terbalik sehingga mengganggu lalin di tempat itu. Di banyak tempat pelintasan kereta api masyarakat pengguna jalan dengan kendaraan roda empat atau roda dua menjadi korban tertabrak kereta api karena tidak ada pelintasan jalan kereta api. Sudah puluhan ribuan penduduk yang menderita karena buruknya pelayanan jalan dan jembatan di negeri ini. Lupakan dengan predikat jalan provinsi dan jalan kabupaten kota, kebanyakan jalan negara di pulau-pulau besar- Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Irian- kondisinya jauh dari selamat.

Semoga dengan tulisan ini semua kita menjadi lebih bijak dalam menyikapi kebijakan publik. Terima kasih atas atensinya. Silakan teman-teman tanggapi tulisan ini. Jangan berburuk sangka dengan tulisan ini. Mari kita terima dengan hari menerima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun