Mohon tunggu...
Supiyandi
Supiyandi Mohon Tunggu... Freelancer - IG: @supiyandi771

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Gelandangan

13 Juli 2019   06:38 Diperbarui: 13 Juli 2019   06:57 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: luaydpk.wordpress.com

Rembulan itu bersinar kala awan pergi menyelimuti dalam kabut

Kabut hitam seperti polusi dibawah jembatan

Polusi ponduduk yang dibilang sampah

Ia dibilang sampah, sampah masyarakat

Sebenarnya siapa yang sampah?

Sampah masyarakat itu siapa?

Sampah itu kotor, seperti para koruptor

Namun polisi seolah meredami dengan ulah membelenggunya dari balik jeruji besi

Padahal aku tau, itu hanya pencitraan demi eksistensi paling nanti juga dapat gratifikasi, remisi, atau jalan-jalan ke Bali?

Sampai aku tidak tau membedakan mana polusi dan mana polisi.

Pembangunan digadang sebagai pembaharuan

Namun polusi tetap mengitari sekeliling kota

Aku suka menyebutnya dia adalah korban

Korban kepentingan yang disebut Pembangunan

Atau dia yang tidak bisa beradaptasi  dengan keadaan

Tidak jarang kita lihat di bawah jembatan

Atau dia yang meminta-minta di lampu merah dan pinggir jalan

Kau mungkin tidak pernah tau yang mereka rasakan

Karena selalu duduk di balik meja tahta kekuasaan

Aku melihat mereka berjuang

Entah untuk bertahan hidupnya,

Mencari makan anaknya,

Atau mempertahankan hidup keluarga dan saudaranya

Lihatlah tuan, lihatlah keluar dari ruang kerjamu

Kau yang biasa duduk enak dimeja kerja merumus kebijakan

Fasilitas yang diberikan padamu penuh kemewahan

Coba kau rasakan, hidup dalam kesempitan dan kekurangan

Tuan, ia menjual koran dibawah terik panas dan hujan

Tak pandang tua, muda, laki, atau perempuan

Mereka terima nasib dengan tanpa pembelaan

Entah itu pemberian tuhan atau karena proyek politik atas nama pembangunan

Tuan, ia tidur beratap kardus dan beralaskan koran

Atau mungkin beralas kardus beratap jembatan

Tuan, mereka semua sama dihadapan tuhan dan pemerintahan

Namun, mengapa mereka dipinggirkan

Katanya kau ingin membersihkan kolong jembatan dengan memberi janji kesejahteraan

Nampaknya janjimu hanyalah bualan Tuan

Tak sadarkah kau diakhirat nanti mereka akan bertanya padamu sebagai seorang korban?

Oh dunia, dimanakah belas kasih Tuan,

Benarkah tuhan tidak adil?

Atau kita yang tidak mau adil?

Mengapa polusi tetap bertambah dan bertebaran

Mengisi kolong jembatan dan hamparan teras ruko ketika malam

Mereka dianggap hina,

Siapa sebenarnya yang hina?

Polusi masyarakat atau para koruptor yang berperilaku seperti setan?

Ia makan tak pasti

Kerjapun sulit didapati

Jangan kau tanya keadaan gizi

Makan nasi saja mereka sudah syukuri

Mereka lusuh, mereka jarang mandi

Entah sudah berapalama ia bersetubuh dengan debu

Dibalik baju yang kumal dan lusuh

Hak nya terampas oleh janji bermoduskan ayat konstitusi

Fakir, miskin, dan anak terlantar dipelihara oleh negeri,

Namun, haknya tak pernah mereka dapati

Yang mereka dapati hanya hinaan, penggusuran, dan caci maki

Tuhan, pantaskah aku menerima surgamu nanti?//

Puisi Oleh Supiyandi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun