"Selama ini, denyut kegiatan ekonomi secara umum masih terpusat di Jakarta dan Pulau Jawa. Sehingga Pulau Jawa menjadi sangat padat dan menciptakan ketimpangan dengan pulau-pulau di luar Jawa," kata Jokowi dalam Nota Keuangan di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Apabila membiarkan hal ini berlanjut tanpa ada upaya yang serius, maka ketimpangan akan semakin parah.
Untuk itu, rencana pemindahan ibu kota ke Pulau Kalimantan diletakkan dalam konteks ini, sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi baru, sekaligus memacu pemerataan dan keadilan ekonomi di luar Jawa.
"Ibu kota baru dirancang bukan hanya sebagai simbol identitas, tetapi representasi kemajuan bangsa, dengan mengusung konsep modern, smart, and greencity, memakai energi baru dan terbarukan, tidakbergantung kepada energi fosil," tegas Presiden.
Dukungan pendanaan bagi pemindahan ibu kota, kata Jokowi, akan sekecil mungkin menggunakan APBN. "Kita dorong partisipasi swasta, BUMN, maupun skema Kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU)," pugkas Jokowi.
Atas semua kritik, masukan saran, penjelasan mengenai rencana pindah ibu kota, sejatinya semakin jelas mengapa hal ini menjadi seperti "bola salju" yang terus menggelinding dan membikin rakyat bingung.
Emil Salim, yang pernah menjabat sejumlah posisi menteri di era pemerintahan Presiden Soeharto, juga turut memberi respon.
Menurut Emil, beberapa alasan pemerintah untuk memindahkan ibu kota yang dijabarkan dalam dokumen perencanaan gagasan ibu kota baru dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) keliru.
"Saya berpendapat makalah paper Bappenas yang saya terima, saya terima alasan pindah ibu kota, saya baca, saya anggap keliru," tutur Emil dalam diskusi publik yang bertajuk 'tantangan persoalan ekonomi sosial dan pemerintahan ibu kota baru' INDEF, di Restoran Rantang Ibu, Jakarta Selatan, Jumat (23/8/2019).
Emil membeberkan soal alasan pemerintah yang menilai ibu kota harus pindah dari Jakarta karena faktor potensi bencana alam, tingkat kemacetan, krisis air bersih, dan polusi udara. Menurut Emil, pemerintah seharusnya memperbaiki 'rusaknya' Jakarta tersebut, bukan malah memindahkan ibu kota.
"Jadi Jakarta itu rusak. Logika saya, lah kalau rusak harus diperbaiki. Tapi ini menjadi alasan untuk pindah. Lah, kalau pindah kan lantas biaya untuk memecahkan masalah Jakarta bagaimana?" ujar Emil.