Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apa Salah Kami Ayah?

18 Desember 2023   18:31 Diperbarui: 18 Desember 2023   20:03 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : CHY/KOMPAS.ID

Karenanya tak habis pikir jika mengingat banyak pasangan mengais-ngais harap agar dihadirkan buah hati ke dalam kehidupan keluarga dan membandingkannya dengan takdir yang telah dipilihkan pada mereka, yang disebabkan ketidakmampuan seorang ayah dalam mengendalikan mentalnya, empat karunia itu disia-siakan dalam sekejapan mata.

Kita semua memang tak tahu seberat dan sekeras apa hidup yang telah dilalui oleh sang ayah hingga sanggup menghapus harta yang paling berharga sedemikian mudahnya, bahkan empat sekaligus. Logika kita serasa diaduk-aduk. Nalar kita dicerabut dari akarnya.

Walaupun sangat sulit membayangkan empat anak kecil yang sejatinya hadir atas buah cinta kedua orang tua, tumbuh dan berkembang melalui upaya orangtua yang juga tidak gampang  untuk diasuh. Mulai dari menyusui, memandikan, memakaikan baju, mengajaknya bicara, mengajarinya berkata, bergerak, merangkak, berjalan, berlari, memberinya makan, membentak, memarahi, barangkali sesekali memukul, mengapa seorang ayah justru sanggup melupakan semua proses itu dan melenyapkan nyawa keempat anaknya begitu saja?

Boleh jadi jutaan ayah mengalami permasalahan dan tekanan yang sama, malah mungkin bisa jadi jauh lebih berat dari apa yang dialami ayah dari keempat anak yang menghilangkan nyawa keempat anaknya dengan cara dibekap.

Setiap ayah pasti memiliki permasalahan dalam keluarganya, setiap permasalahan tentu mempunyai jalan pemecahannya masing-masing sehingga harusnya tidak seputus asa itu.

Tidakkah status ayah dan ibu ada karena kehadiran anaknya? Pertanyaan kapan punya anak ketika sudah memilikinya, tidak akan pernah terdengar menyinggung lagi, bisik-bisik tetangga teredam, kesepian keluarga mampu terusir, senyum dan tawa anak sanggup meredakan lelah dan penat saat kembali ke rumah dari aktifitas keseharian, kesibukkan membimbing dan membina dalam tumbuh kembang menciptakan kenikmatan dan keindahan tersendiri, yang belum tentu dimiliki oleh keluarga lain, seperti termaktub dalam lirik lagu soundtrack film keluarga cemara, "...harta yang paling berharga adalah keluarga".

Maka menyaksikan dan membaca berita empat anak dibunuh ayah kandung sendiri, membuktikan betapa pendidikan mental dan spiritual dalam membangun sebuah rumah tangga sangat dibutuhkan bagi setiap pasangan yang ingin menjalankan kehidupan berkeluarga.

Tidak hanya bekal sebatas teori dan ikrar saja, melainkan juga konsekuensi-konsekuensi yang harusnya sudah diterapkan saat mulai terjadi pelanggaran atau penyimpangan terhadap pasangan atau keluarganya.

Bukan sekadar aturan hukum yang berpihak pada korban dalam rumah tangga ketika terjadi pelanggaran termasuk di dalamnya Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), melainkan juga semestinya aturan hukum yang terkait dengan lingkungan di sekitarnya agar tidak terjadi keacuhan akibat takut bertindak justru karena efek hukum yang akan didapat bagi orang-orang yang ingin membantu (campur tangan) pada sebuah kasus dalam ranah domestik yang terjadi di ruang publik.

Ketakutan akan efek hukum seringkali tampak ketika saat kejadian, seseorang yang ingin membantu dan berdiri pada posisi sebagai saksi dalam kasus-kasus semacam kecelakaan dan pembunuhan bisa menjadi tersangka. Sehingga hukum dinilai tidak mendukung lingkungan untuk ikut campur pada kasus semacam dan membuat lingkungan lebih memilih diam.  

Belum genap sebulan, empat orang anak dibunuh oleh ayah kandungnya hanya karena motif cemburu yang boleh dibilang tidak ada kaitannya dengan perilaku keempat anak, pekan ini kembali terjadi pembunuhan seorang anak oleh ayah kandung sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun