Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Beda ASKES dan BPJS Kesehatan dari Pengalaman, Apakah KRIS JKN Menyempurnakan?

3 Maret 2023   14:15 Diperbarui: 3 Maret 2023   14:19 2951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi Kamar Rumah Sakit. Sumber: money.kompas.com (Dok. Kementrian PUPR)

Sesuai dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2011 mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengumumkan tentang peresmian perubahan ASKES menjadi BPJS Kesehatan dan Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013.

BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Sementara BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2015. Fokus ke peralihan ASKES menjadi BPJS Kesehatan, apa yang membedakan keduanya?

Ada satu perbedaan mencolok antara ASKES dengan BPJS Kesehatan, yaitu penerima layanan jaminan pemeliharaan kesehatannya. Asuransi Kesehatan (ASKES), secara teknis adalah layanan jaminan pemeliharaan kesehatan yang ditujukan hanya untuk kalangan pegawai pemerintah, yang meliputi Pegawai Negeri Sipil (PNS), pejabat negara, penerima pensiunan PNS, penerima pensiunan TNI/Polri, penerima pensiunan pejabat negara, veteran dan perintis kemerdekaan.

Sedangkan penerima layanan jaminan pemeliharaan kesehatan BPJS Kesehatan ditujukan untuk warga miskin yang tidak mampu sebagai peserta BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran). Dan pekerja penerima upah antara lain pegawai pemerintah dan non pemerintah atau karyawan badan usaha, juga pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, sebagai peserta BPJS Non PBI (Bukan Penerima Bantuan Iuran).

Artinya, penerima layanan jaminan pemeliharaan kesehatan ASKES berlaku khusus dan penerima layanan jaminan pemeliharaan kesehatan BPJS Kesehatan berlaku umum dengan syarat dan ketentuan yang sesuai dengan kriteria kepesertaannya. Tapi bagaimana dengan pelaksanaan layanan yang terjadi di lapangan? Apakah juga berbeda?


Ibu saya seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), beliau sudah lama mengidap penyakit jantung. Di bawah tahun 2014, selama menggunakan layanan jaminan pemeliharaan kesehatan ASKES, proses layanan yang beliau terima selalu mengesankan.

Dengan menggunakan ASKES, tanpa melalui faskes yang bertingkat beliau bisa langsung ke RS. Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dengan melenggang. Tidak perlu antre, mudah mendapat kamar saat hasil diagnosanya dibutuhkan rawat inap, pelayanan dokter dan perawat ramah dan baik, peralatan medis lengkap dan banyak lagi fasilitas lainnya yang beliau terima.

Berbeda dengan nasib kedua anaknya yang ketika mengidap penyakit serius tidak memiliki kemampuan biaya. BPJS Kesehatan belum ada. Sedang ASKES milik ibu sudah tidak bisa menjamin karena keduanya tidak lagi memenuhi kriteria kepesertaan yang termasuk dalam tunjangan anak. Keduanya adalah kakak keempat dan kakak keenam saya.

Kakak keenam saya meninggal di tahun 2004 setelah berjuang melawan kanker prostat yang di deritanya. Ia sempat menjalani perawatan lewat kemoterapi dengan bantuan pembiayaan dari organisasi pelayanan sosial yayasan Buddha Tzu Chi.

Kakak keempat saya meninggal tahun 2006 tanpa mendapatkan perawatan intensif kecuali menjalani berbagai jenis pengobatan alternatif. Dulu banyak orang kurang mampu yang merasakan bahwa pada masa-masa itu adalah masa kelam bagi orang kurang mampu yang mengalami sakit. Sampai ada istilah 'orang miskin dilarang sakit'.

Selepas ASKES beralih ke BPJS Kesehatan, layanan jaminan pemeliharaan kesehatan yang ibu terima tidak lagi sama. Beliau tidak bisa lagi mendapatkan berbagai layanan dan fasilitas seperti dulu.

BPJS Kesehatan tidak berlaku istimewa seperti ketika beliau menggunakan ASKES. Ironi bagi beliau, justru di permulaan masa tranformasi ASKES ke BPJS Kesehatan itulah kondisi kesehatan fisik dan jantungnya terus menurun. Dan penurunan kesehatan itu mengharuskan beliau keluar masuk rumah sakit di tahun 2014 hingga awal 2016. Rutin rawat jalan dan beberapa kali rawat inap.

Selama keluar masuk rumah sakit, layanan yang beliau terima tidak lagi sama. Beliau harus antre meski sudah lansia atau dalam kondisi darurat sekalipun. Faskes bertingkat turut menambah waktu antrean semakin panjang. Untuk mendapat perawatan intensif beliau juga mesti antre di ruang IGD bersama pasien-pasien akut lainnya demi menanti sebuah kamar kosong.

Tak jarang kami memburu kamar kosong ke beberapa rumah sakit rujukan. Beliau terhitung pernah singgah atau dirawat di RSUD Cengkareng, RS. Sumber Waras, RSUD Tarakan, RS. PELNI Petamburan hingga berakhir di rumah sakit Kota Bogor. Tetapi fasilitas dan layanan yang beliau terima ketika dirawat intensif juga tidak seistimewa ketika menggunakan ASKES.

Pada 20 Februari 2016 beliau berpulang di rumah sakit Kota Bogor. Rumah sakit yang sebelumnya telah menyatakan bahwa kondisi jantungnya baik-baik saja. Memang fakta dan takdirnya, beliau menghembuskan nafas terakhir justru tidak disebabkan oleh penyakit jantungnya. Beliau dipanggil yang Maha Pencipta setelah tindakan operasi usus yang sebenarnya telah berhasil dilakukan.

Sementara di sisi lain, sepupu saya sangat terbantu dengan peralihan ASKES ke BPJS Kesehatan. Dia mengalami gagal ginjal yang mengharuskan dirinya melakukan cuci darah rutin. Dia hanya seorang pekerja PPSU dan memiliki istri serta seorang anak.

Sudah beberapa tahun ini, dua kali seminggu dia lakukan cuci darah di RSUD Cengkareng. Meski beberapa kali dia juga mengeluh terkait antrean, kamar kosong, prosedur yang ribet, dia bersyukur. Katanya, kalau sakit yang dia derita terjadi sebelum BPJS Kesehatan hadir, barangkali umurnya hanya menghitung hari sejak dirinya divonis cuci darah. 

Merujuk dari pengalaman  tersebut, di satu sisi apa yang dialami ibu saya adalah fakta yang juga dialami oleh banyak pasien BPJS Kesehatan lainnya.  Di sisi berbeda, apa yang dialami sepupu saya juga tidak bisa dibantah bahwa BPJS Kesehatan bermanfaat.  Lantas apakah dengan menghapus sistem kelas di BPJS dan menghadirkan KRIS JKN bisa menyelesaikan segenap permasalahannya? Apakah KRIS JKN mampu menyempurnakan kekurangan ASKES dan BPJS sistem kelas?

Semoga KRIS JKN adalah gabungan kelebihan-kelebihan dari ASKES dan BPJS sistem kelas  sehingga jaminan layanan pemeliharaan kesehatan yang diterima masyrakat menjadi sempurna. Kita tunggu saja tanggal mainnya!

Referensi

Larasati, Ayu Utami. 2022. "Persamaan dan Perbedaan AKSES dengan BPJS Kesehatan",  https://www.tagar.id/persamaan-dan-perbedaan-askes-dangan-bpjs-kesehatan, diakses pada tanggal 2 Maret 2023 pukul 19.o6

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun