Setelah beberapa tahun berlangsung di Tembi, kini kegiatan SBP berpindah ke Museum Sandi, yang memberikan dukungan penuh dan kebebasan bagi komunitas untuk menggunakan ruangnya sebagai tempat ekspresi.
Konsistensi yang Melahirkan Legitimasi
Narasumber Suharmono Arimba mengapresiasi konsistensi SBP, terutama dalam menerbitkan buku-buku antologi puisi. Pada peringatan ulang tahun ke-14, SBP meluncurkan buku "Empat Belas Purnama", yang menghimpun karya 136 penyair.
"Awalnya ada lebih dari 200 penyair yang mengirimkan karya, tetapi setelah proses kurasi, terpilih 136. Artinya buku ini terkurasi dengan baik," jelasnya.
Ia menambahkan, karya sastra yang diterbitkan melalui media sosial sering kali kurang terkurasi, sementara penerbitan buku secara fisik menjadi bentuk validasi dan legitimasi tersendiri bagi penyair.
Baca juga: Memulai Hidup di Usia Pra-lansia
Sedangkan menurut Sulis Bambang, setiap orang berhak ambil bagian dalam dunia sastra, mengutip kata-kata Chairil Anwar, "Bukan penyair saja yang boleh ambil bagian."
Namun ia mengingatkan bahwa regenerasi dalam komunitas sastra perlu mendapat perhatian serius.
"SBP ini unik karena tetap terbuka untuk siapa saja. Tetapi ke depan, penting untuk menyiapkan generasi penerus agar semangat sastra tidak padam," ujarnya.
Hal senada disampaikan Suharmono Arimba. Ia menilai perlu adanya wadah yang lebih kokoh, misalnya pembentukan yayasan atau program penghargaan sastra agar komunitas ini terus hidup dan mampu menarik minat generasi muda.