Mohon tunggu...
Sumaiyah Chemist
Sumaiyah Chemist Mohon Tunggu... -

Menjadi sebaik-baiknya manusia

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Bagiku ini Inspiratif

5 April 2015   18:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:30 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelangi Mulai Tampak

Aku yang tidak pernah merasakaan keceriaan di Taman Kanak-Kanak (TK). Aku yang tidak pernah merasakan kedamaian di Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA).

Aku yang telah kehilangan sosok wanita tangguh yang selama ini aku temui, Mamah, panggilan sayangku kepada Ibuku. Mamahku telah berpulang ke Rahmatullah, sejak tanggal 21 April 2013. Sesaat setelah Ujian Nasional berlangsung.

Aku yang dulu tidak pernah bermimpi untuk duduk di bangku kuliah Institut Pertanian Bogor Program Studi Kimia S1. Kini aku bisa merasakan indahnya bangku kuliah berkat ketangguhan kedua orang tuaku.

Dan aku yang berangkat ke Bogor bersama Bapak dan teman-temanku hanya bermodal dua pasang anting. Ya, milik aku dan peninggalan almarhum Mamah.

Dalam setiap do’aku, aku panjatkan.

“Ya Allah, jika Engkau meridhoi hamba untuk kuliah. Maka berikan hamba PTN, PTS maupun PTK serta jurusan yang sesuai dengan minat dan bakat hamba. Serta mudahkanlah rezeki kedua orang tua hamba. Namun, jika Engkau tidak merodhoi hamba untuk kuliah. Maka gantilah dengan hal yang jauh lebih baik dari itu. Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Mu ini.”

Itulah senjata hebatku, tak pernah sekalipun aku lewati moment penting saat menghadap Sang Pemilik Kerajaan di bumi ini.

***

Di saat aku tidur terlelap, terdengar suara muntahan dan tangisan anak kecil dari seberang kamarku. Benar saja, penyakit Mamah kambuh yang dulu tertahan kini tertumpahkan. Tangisan adikku, yang saat itu berusia tiga tahun, seakan ikut merasakan keadaan Mamah saat itu.

Selama sembilan hari Mamah menahan sakitnya penyakit yang mulai menggerogoti sel-sel tubuhnya. Selama sembilan hari itu pula aku tak ingin melewati moment bersama Mamah meskipun saat Ujian Nasional aku harus bolak-balik rumah sakit dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Hingga akhirnya, Tuhan menjemput beliau tepat di Hari Kartini, 21 April.

Ya Allah, sampaikan salam sayangku kepada beliau...

Sepeninggal Mamahku, aku merasa down sekali. Inilah masa-masa jatuh bangun aku. Badai kembali datang menerpa masa depanku. Tidak ada lagi pihak yang mendukung aku kuliah. Sampai tetangga pun turut menyuruh aku untuk tidak kuliah dan kerja saja.

“Bukannya saya ingin menjatuhkanmu, Nak. Sebaiknya kamu tidak usah kuliah. Siapa yang akan membiayaimu nanti. Lebih baik kamu kerja saja. Adikmu banyak. Ditambah, jika nanti Bapakmu menikah lagi. Belum tentu Ibu Tirimu baik seperti Ibumu yang dulu.“, kata tetangga depan rumahku.

Aku tak tahu harus menjawab apa. Aku hanya bisa diam seribu bahasa. Ya Allah, langkah apa yang harus aku ambil. Aku serahkan semuanya kepada Engkau, ya Rabb.

Bahkan banyak dari pihak saudara yang menawarkan pekerjaan. Seperti, Bibiku yang menyuruhku untuk kerja di Restoran dan kakakku yang menyuruhku untuk bekerja bersamanya. Namun, aku menolaknya. Teteh aku pun turut menyuruhku untuk bekerja, hingga sekarang pun masih seperti itu.

Ya, sampai sekarang aku sudah di tingkat dua sekalipun.

Mereka takut seandainya aku kuliah, siapa yang akan membiayai aku? Sedangkan Bapakku saja belum bekerja pada saat itu, terhitung hampir tiga bulan Bapak menganggur setelah Mamah pergi. Mereka juga takut jika seandainya nanti kami mempunyai Ibu baru, tidak sesuai dengan keinginan dan tidak seperti Mamahku yang dulu serta bagaimana nasib adikku jika aku tidak bersama mereka?

Tapi, aku yakin, kepergian beliau tak akan menghalangi masa depanku untuk lebih baik lagi. Tak jarang di setiap sujud panjangku, aku tak sanggup membendung air mataku. Lelah. Putus asa. Tidak ada lagi orang di dunia ini yang peduli denganku. Namun, tak disangka. Teman-temanku bahkan guru BK dan beberapa guru lainnya yang dekat denganku mendukung aku untuk tetap meraih cita-citaku salah satunya ialah kuliah.

***

Pada tanggal 28 Mei 2013 hari Selasa jam 4 sore, pengumuman SNMPTN Undangan pun tiba. Sore itu aku berjalan dengan kaki gemetar menuju ke warnet yang berjarak sekitar 300 meter dari rumahku. Saat tiba di warnet, dengan mengucapkan lafadz Bismillah aku membuka pengumuman SNMPTN Undangan. Subhanallah, kata Selamat yang tertera di layar komputer.

Akumenangis bahagia. Air mata itu spontan mengalir membasahi pipi. Selama ini aku salah, telah bersuudzon kepada Allah. Hari itu, Allah telah memberikan jawaban atas segala do’a yang aku panjatkan setiap malam.

Awalnya, aku sempat berpikiran untuk tidak mengambil hasil pengumuman tersebut karena takut ke depannya berhenti di tengah jalan akibat keadaan ekonomi. Namun, dengan support dari teman-teman dan guru akhirnya aku mengambil hasil pengumuman tersebut.

Saat pengumuman Bidikmisi, aku dag-dig-dug. Takut. Takut tidak diterima sebagai penerima Bidikmisi. Bapakku tak henti-hentinya menanyakan statusku sebagai calon penerima Bidikmisi. Alhamdulillah, Allah kembali menunjukkan kuasa-Nya. Aku bersama ketiga temanku se-SMA diterima sebagai penerima Bidikmisi. Kini, pelangi mulai menampakkan warnanya tatkala hujan terhenti.

***

Kawan…

Perjuangan itu indah. Tak ada hasil yang indah tanpa perjuangan keras. Berusahalah semaksimal mungkin melebihi impianmu. Jangan biarkan kekurangan menghalangi kita untuk menggapai apa yang kita impian.

Salam perjuangan dari Kota Hujan!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun