Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Negara Masih Abai Memenuhi Hak Anak atas Pangan Sehat?

25 Juli 2025   07:37 Diperbarui: 25 Juli 2025   14:44 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak keracunan makanan program Makan Bergizi Gratis/MBG (Sumber: Kompas.com)

Selain itu, desain program yang terlalu terpusat membuatnya rentan tidak adaptif terhadap kondisi lokal. Menu makanan bergizi yang dirancang di pusat bisa jadi tidak relevan dengan kondisi sosial-budaya, preferensi pangan, atau ketersediaan bahan lokal di berbagai daerah. Akibatnya, program yang semula berniat baik bisa ditolak oleh komunitas atau menjadi tidak efektif secara nutrisi.

Kurangnya pelibatan komunitas sekolah, orang tua, dan kelompok masyarakat dalam proses pengawasan dan evaluasi program juga memperbesar risiko kegagalan. Tanpa kontrol sosial, program ini hanya akan menjadi proyek pengadaan besar yang lebih menguntungkan kontraktor daripada anak-anak itu sendiri.

Rekomendasi Kebijakan dan Solusi Inklusif

Pertama dan paling utama, negara harus merombak pendekatan program pangan dan gizi anak dari paradigma bantuan menjadi paradigma pemenuhan hak anak.

Ini berarti setiap kebijakan dan anggaran yang terkait dengan gizi anak harus didesain sebagai upaya pemenuhan kewajiban negara, bukan belas kasihan atau proyek politis.

Undang-Undang Perlindungan Anak dan UU Pangan harus dijadikan dasar normatif yang diikuti dengan penganggaran khusus, evaluasi periodik, dan pengawasan yang melibatkan publik.

Kedua, program makan bergizi, termasuk Makan Bergizi Gratis, harus dijalankan secara terdesentralisasi dan berbasis komunitas, agar lebih kontekstual dan akuntabel.

Pemerintah pusat cukup menetapkan standar gizi, alokasi anggaran, dan sistem pengawasan, sementara pemerintah daerah, sekolah, dan komunitas lokal diberi ruang untuk menentukan bahan pangan, metode distribusi, dan pola konsumsi sesuai dengan kondisi dan kearifan lokal. Pendekatan ini bisa mencegah inefisiensi sekaligus memberdayakan ekonomi lokal melalui pelibatan UMKM dan petani kecil.

Ketiga, penguatan kapasitas SDM di tingkat akar rumput mutlak diperlukan. Petugas posyandu, guru, kepala sekolah, kader gizi, dan tokoh masyarakat harus diberi pelatihan berkala terkait hak anak, gizi seimbang, serta manajemen pangan sehat. Ini penting agar setiap pelaksana kebijakan benar-benar memahami bahwa mereka sedang menjalankan mandat konstitusi, bukan sekadar proyek birokrasi.

Keempat, dibutuhkan sistem pengawasan yang transparan dan partisipatif. Publik harus bisa mengakses data pelaksanaan program makan bergizi secara terbuka---berapa anak yang menerima, siapa penyedia makanannya, bagaimana kualitasnya, dan berapa anggarannya.

Pelibatan organisasi masyarakat sipil, media, serta anak-anak dan orang tua sebagai pengawas aktif harus dilembagakan sebagai mekanisme kontrol sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun