Â
Mengapa Program Pangan Sehat Belum Menjangkau Anak Miskin dan Terpencil?
Pemerintah telah menggulirkan berbagai program penanggulangan gizi buruk, mulai dari Pemberian Makanan Tambahan (PMT), intervensi Posyandu, hingga bantuan pangan non-tunai.
Namun, efektivitasnya masih sangat terbatas, terutama di daerah-daerah miskin dan tertinggal. Salah satu akar masalahnya adalah distribusi program yang tidak menyentuh kelompok paling rentan karena pendekatan yang terlalu administratif dan tidak adaptif terhadap kondisi lokal.
Banyak program bergantung pada pendataan yang tidak akurat, sehingga anak-anak yang paling membutuhkan justru sering tidak terdata atau terlewat.Â
Selain itu, pendekatan top-down dari pusat ke daerah membuat pelaksanaan program kurang responsif terhadap realitas lokal. Di beberapa tempat, PMT diseragamkan tanpa memperhatikan ketersediaan pangan lokal yang bisa diolah menjadi makanan bergizi.
Kelemahan koordinasi antar lembaga juga memperparah situasi. Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, BKKBN, dan pemerintah daerah masing-masing berjalan dengan agenda dan pendekatannya sendiri. Tumpang tindih program dan tidak adanya sistem integratif membuat sumber daya menjadi terfragmentasi dan kurang efisien.
Pendekatan program yang cenderung berbasis proyek juga membuat banyak intervensi bersifat jangka pendek dan seremonial. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak program tidak dibangun dalam kerangka jaminan hak, tetapi lebih sebagai bentuk amal dari negara.
Ketiadaan pengawasan masyarakat dan minimnya pelibatan komunitas lokal dalam desain dan evaluasi program juga membuat banyak kebijakan tidak membumi.
Negara sebagai Penjamin Hak Anak atas Pangan Sehat