Konstitusi Indonesia jelas menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, serta diperkuat oleh Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan juga menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pangan yang cukup, aman, dan bergizi.
Namun, semua jaminan hukum tersebut tampak tidak berdaya ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa jutaan anak Indonesia masih kekurangan gizi.Â
Negara, yang dalam konstitusi bertanggung jawab menjamin hak dasar warga negara, justru belum membuktikan keberpihakannya secara nyata kepada anak-anak yang hidup dalam kemiskinan struktural. Hal ini merupakan bentuk pengabaian terhadap mandat konstitusi.
Dalam perspektif hak anak, negara tidak boleh abai atau netral. Negara justru wajib aktif menjamin terpenuhinya hak atas pangan bergizi dengan segala instrumen yang dimilikinya: regulasi, anggaran, kebijakan, dan pengawasan. Ini bukan pilihan politis, melainkan kewajiban hukum dan moral yang tidak bisa dinegosiasikan.
Gagalnya negara dalam menjamin akses pangan sehat bagi anak juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap Konvensi Hak Anak PBB yang telah diratifikasi Indonesia sejak 1990.
Konvensi tersebut menyatakan bahwa setiap anak berhak atas standar hidup yang memadai untuk perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosialnya.
Artinya, pemenuhan gizi anak tidak boleh dipandang sebagai bantuan kemanusiaan atau program teknis belaka, tetapi harus menjadi bagian dari komitmen negara terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak. Kegagalan dalam menjalankan mandat ini adalah bentuk kelalaian negara terhadap generasinya sendiri.
Â
Tinjauan Kritis terhadap Implementasi UU Perlindungan Anak dan UU Pangan
UU Perlindungan Anak dan UU Pangan memberikan dasar hukum yang kuat untuk menjamin gizi anak. Namun, dalam praktiknya, kedua undang-undang ini belum memiliki instrumen implementasi yang tegas dan efektif di lapangan.
Misalnya, tidak ada sanksi tegas bagi pemerintah daerah yang gagal menurunkan angka stunting, atau bagi institusi yang menyuplai makanan tidak layak bagi anak.