Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lebaran, Maaf-maafan, dan Hati Kembali Bersih

1 April 2025   20:24 Diperbarui: 2 April 2025   00:12 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah satu bulan penuh berpuasa, umat Islam merayakan kemenangan dengan kebersamaan, kebahagiaan, dan saling memaafkan. Tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Idul Fitri, di mana setiap orang saling mengulurkan tangan dan mengucapkan kata-kata maaf dengan penuh ketulusan. Momen ini merupakan ritual sebuah perjalanan spiritual yang mengembalikan kesucian hati setelah melewati berbagai ujian kehidupan.

Saling memaafkan di Hari Raya akan menghapus kesalahan orang lain terhadap kita sekaligus melepaskan beban yang selama ini mungkin kita genggam erat. Dengan memaafkan orang lain, kita sebenarnya membebaskan diri dari perasaan dendam, sakit hati, atau kekecewaan yang telah lama membelenggu. Sedangkan meminta maaf adalah bentuk keberanian untuk mengakui kekurangan dan menunjukkan kerendahan hati.

Namun, tidak semua orang bisa dengan mudah meminta dan memberi maaf. Ada yang masih terjebak dalam gengsi, ada pula yang merasa belum siap karena luka yang masih terasa. Kita akan benar-benar bisa merasakan ketenangan dan kebahagiaan sejati di balik tradisi bermaaf-maafan ini ketika kita sudah memahami makna di balik tradisi ini. 

Artikel ini merupakan konten blog competition dengan label Ramadan Bercerita 2025 yang mengangkat tema harian secara bervariasi selama 30 hari. Artikel dengan tema Suasana Hati Usai Minta Maaf dan Memaafkan ini merupakan konten blog competition dengan label "Ramadan Bercerita 2025 hari 30" sekaligus menjadi penutup dari kompetisi ini.

1. Makna Memaafkan dalam Lebaran 

Idul Fitri dalam Islam memiliki makna yang sangat mendalam. Secara harfiah, kata "fitri" berarti kembali ke kesucian, yang melambangkan bahwa setelah sebulan penuh berpuasa, manusia diharapkan kembali bersih, baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Salah satu cara mencapai kesucian tersebut adalah dengan memaafkan sesama.  Oleh karena itu, tradisi memaafkan di Hari Raya bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah praktik spiritual yang menyehatkan jiwa.

Selain itu, memaafkan di Hari Raya juga mempererat tali silaturahmi. Banyak orang yang mungkin telah lama tidak berkomunikasi karena kesalahpahaman atau konflik kecil. Lebaran menjadi momen yang tepat untuk meruntuhkan tembok yang memisahkan mereka, dengan cara saling bermaafan dan kembali menjalin hubungan yang harmonis. Kebiasaan ini sudah mengakar kuat dalam budaya masyarakat Muslim di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Dalam ajaran Islam, memaafkan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Rasulullah SAW mencontohkan sikap pemaaf dalam berbagai situasi, bahkan kepada orang-orang yang telah menyakitinya. Salah satu kisah yang terkenal adalah ketika beliau memaafkan penduduk Makkah setelah Fathu Makkah (penaklukan Makkah), meskipun mereka sebelumnya pernah menganiaya dan mengusirnya. Tindakan ini menunjukkan bahwa memaafkan bukan tanda kelemahan, tetapi justru merupakan wujud kekuatan hati yang luar biasa.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti pernah berselisih paham dengan teman, rekan kerja, atau bahkan tetangga. Idul Fitri memberi kita kesempatan untuk menyelesaikan konflik tersebut dan memulai kembali dengan hati yang lebih ringan. Inilah mengapa banyak orang merasa lebih bahagia setelah meminta dan memberikan maaf di Hari Raya.

Kesucian hati yang didapat dari memaafkan bukan sekadar perasaan sementara. Ini adalah bekal spiritual yang bisa membantu kita menjalani kehidupan dengan lebih tenang dan damai. Oleh karena itu, memahami makna memaafkan dalam Idul Fitri bukan hanya sekadar mengetahui tradisi, tetapi juga menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun