Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Sia-siakan Aminah

11 Agustus 2021   16:00 Diperbarui: 11 Agustus 2021   16:19 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gadis-gadis itu menoleh ke arah kami dan tersenyum malu-malu. Ternyata di antara gadis palang merah itu ada seorang yang telah kukenal.

"Dhik, Aminah," panggilku.

"Eh, mas Sudiman,"jawabnya.

Kemudian dengan melambaikan tangan mereka berlalu.

Malam itu di asrama aku menjadi gunjingan teman-teman  TKR. Aku memang jatuh hati kepada gadis palang merah itu. Sikapnya ramah dan lembut. Semua sempat kurasakan ketika ia merawat lukaku. Seminggu aku di pos palang merah di Gondokusuman. Dan selama seminggu itu pula ia melayaniku dengan baik dan penuh kelembutan. Menurut taksiranku umurnya sekitar 19 tahun. Gadis seusia itu bak buah sedang ranum. Dengan tubuh yang ramping dan wajah yang ayu sangat menawan bagi yang memandangnya.

"Oh, Aminah. Penjara hatiku," bisikku pelan-pelan.

Kuelus-elus senapan M98-ku dengan kain lap setelah kulumuri dengan minyak senjata. Kemudian kukembalikan ke rak senjata. Pelahan kubaringkan tubuhku di samping Abu Sujak. Abu Sujak adalah teman akrabku sejak kecil di Karangkajen. Kami sama-sama masuk PETA. Setelah kemerdekaan kami bergabung di kesatuan BKR. Kemudian dengan adanya maklumat 5 Oktober1945  berganti dengan nama TKR. Di kesatuan TKR .i kamiberada  dibawah pimpinan mayor Soeharto.

Sore berikutnya kami duduk-duduk lagi di depan markas sambil menanti gadis-gadis palang merah itu lewat. Namun kutunggu sampai senja tidak juga kelihatan.

"Pral, nanti malam kau ikut aku," kata letnan Gunadi.

"Kemana let?"tanyaku.

"Nanti akan tahu," jawabnya. "Yang penting kau siap dulu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun