Sebelum membahas terkait akuntansi perpajakan tentang Utang Piutang Pajak, mari mengingat tentang dasar konsep dasar akuntansi perpajakan yang secara umum di atur dalam Standar Akuntansi Keuangan di indonesia berdasarkan PSAK 46 tentang Pajak Penghasilan.
Akuntansi pajak jika melihat dari aturan mnyimpulkan bahwa pengakuan dan pengukuran yang di terapkan oleh perusahaan di dalam menyiapkan SPT, seperti guna menentukan penghasilan kena pajak (Taxable Profit) dan Rugi Fiskall( Tax Loss) di dalam satu periode pembukuan.
Ketersinggungan antara akuntansi dan pajak berawal dari bukti transaksi atau sering di sebut dengan siklus akuntansi pajak. Siklus akuntansi pajak sendiri merupakan proses pencatatan yang dimulai dari analisis bukti transaksi sampai dengan penyusunan laporan keuangan dan laporan pajak setiap periode. Maka perusahaan cenderung menerapkan akuntansi yang sudah sesuai dengan peraturan pajak atau sering di sebut Akuntansi Perpajakan. Dengan demikian akuntansi pajak menekankan pada penyusunan SPT dan pertimbangan konsekuensi dalam perpajakan pada transaksi guna untuk kewajiban perpajakan (Tax Compliance).
Dengan demikian telah di jelaskan terkait ketersingungan antara akuntansi dan pajak berawal dari transaksi yang bisa di lihat dari siklus akuntansi pajak. Jika menurut akuntansi semua bukti transaksi langsung di catat jurnal, sedangkan menurut pajak bukti transaksi terlebih dahulu di pilah mana yang termasuk transaksi yang kena pajak dan mana transaksi yang tidak kena pajak. Oleh karena itu, kita harus melihat dulu aturan pajak berupa Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 sekarang telah di sempurnakan di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021.Â
Secara umum pajak dibagi menjadi 2. Pertama, pajak di kenakan atas objek nya dan kedua pajak dikenakan atas subjeknya. Dengan demikian pajak yang dikenakan atas objek nya berupa barang dan transaksi misalnya objeknya tanah atau sering di kenal pajak tanah, objek bangunan juga di kenal pajak bumi dan bangunan. Oleh karena itu pajak atas objeknya biasa di sebut dengan pajak tidak langsung. Sedangkan pajak yang dikenakan atas subjeknya, subjeknya itu bisa Orang Pribadi atau Badan Hukum. Sebagai contohnya adalah pajak penghasilan. Jika seseorang sebagai karyawan di PT. ABC dan mendapatkan gaji sebesar 10 jut, kemudian gaji tersebut di transfer ke rekening sebesar Rp 9.800.000 karena di potong pajak PPh 21 sebesar Rp 200.000. Karyawan tersebut di paksa bayar pajak karena undang-undang, sehingga pajak ini tidak bisa dialihkan ke subjek pajak lainnya. Oleh karena itu pajak atas subjeknya biasa di sebut dengan pajak langsung.
Dimana negara indonesia memberlakuan cara pemungutan pajak dengan sistem wiholding Tax dan Self Assessment. Oleh karena itu, pemotong berarti mengurangi pembayaran yang berkaitan dengan jumlah yang di terima kepada pemberi penghasilan. Contohnya ialah PPh 21, PPh 23 dan PPh 26 dan PPh 4 Ayat 2. Sedangkan pemungut berarti memungut atau menambah berkaitan dengan jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya di terima. Dalam hal ini pemungutan di lakukan oleh penerima penghasilan, namun ada kondisi pihak pemberi penghasilan misalnya; pemungutan pajak PPh 22 yang di lakukan oleh bendaharawan pemerintah. Dengan demikian pemungutan dan pemotongan pajak harus memperhatikan Objek pajak di setiap bukti transaksi.
PPh Pasal 21        :  Pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, yang di terima oleh  wajib    pajak Orang Pribadi dalam negeri.
PPh Pasal 23 Â Â Â Â Â Â Â : Pajak atas penghasilan yang sehubungan dengan penggunaan jasa/harta.
PPh Pasal 15 Â Â Â Â Â Â Â : Pajak atas penghasilan yang di terima perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional yang bersifat final.
PPh Pasal 4 Ayat 2 Â : pajak atas penghasilan terima yang bersifat final, seperti Bunga deposito, pengalihan harta, penghasilan sewa bangunan.
PPh Pasal 22 Â Â Â Â Â Â Â : Pajak atas penghasilan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan impor atau kegiatan usaha lainnya.
PPh Pasal 25 Â Â Â Â Â Â Â : Pajak yang dibayarkan secara angsuran oleh wajib pajak yang nantinya akan diperhitungkan sebagai kredit pajak saat perhitungan pajak penghasilan Badan.
PPh Pasal 26 Â Â Â Â Â Â Â : Pajak atas penghasilan yang di terima oleh Subjek Pajak wajib Pajak Luar Negeri.
- Karakteristik Pajak PPh Penghasilan.
- PPh sebagai Pajak Subjektif, maksudnya ialah pajak penghasilan yang di kenakan pada orang atau badan /subjeknya tanpa bisa di alihkan ke pihak lain.
- PPh Sebagai pajak Langsung, maksudnya pajak penghasilan yang sifatnya langsng di bebankan kepada subjek tanpa bisa di alihkan ke pihak lain.
- Penetapan Objek secara luas, maksudnya sistem pemajakannya yang berbasis pada penghasilan yaitu sistem perpajakan secara global yang berarti apapun pokok nya semua jenis penghasilan kena pajak baik sumbernya dari indonesia maupun luar negeri , maka disini nantinya akan menjadi definsi pengertian penghasilan di pasal 4 ayat 1 Undang-Undang PPh.
   2. Karakteristik Pajak PPn
- Merupakan pajak atas konsumsi,maksudnya pajak ini di kenakan pada pihak konsumen atau pembeli,sehingga beban ppn di tanggung oleh konsumen akhir.
- Merupakan pajak tidak langsung, maksdunya pajak ini di kenakan kepada pihak konsumen ahir yang membeli barang sedangkan pihak yang bertanggung jawab melakukan pembayaran kenegara bukanlah pembeli melainkan pengusaha kena pajak yang menjual. Oleh karena itu merupakan pajak tidak langsung karena berbeda antara penyetor dan yang membayarkannya.
- Merupakan pajak objektif, maksudnya ppn tidak akan melihat sebagai subjek pajak akan tetapi dari objek pajaknya. Sehingga setiap konsumen melakukan transaksi pembelian BKP/JKP akan di kenakan PPN.
- Pengunaan tarif tunggal 11 % per April 2022. Berbeda dengan tarif PPh 21 yang mempuyai tarif progresif, dan PPn tetap menggunakan tarif tuggal 11%. Konsumen akhir disini akan bertanggung jawab atas pembayaran PPn 11% dari setiap pembelian tersebut.
- Pajak konsumsi BKP/JKP di dalam negeri, maksudnya pajak tersebut di kenakan atas konsumsi barang atau jasa kena pajak dalam negeri seperti transaksi impor. Selain itu juga di terapkan atas pemanfaatan Barang/jasa tidak berwujud diluar daerah kepabean yang dimanfaatkan di dalam negeri.
- Indirect Subtraction Method, maksudnya mekanisme perhiungan pada PPn mengunakan metode pegurangan secara tidak langsung. Oleh karena itu pihak pengusaha kena pajak bisa mengkreditkan pajak masukan atas barang atau jasa kena pajak yang berbeda.
  3. Tax Treaty
a. Merupakan perjanjian pajak bilateral yang mengatur terkait pembagian hak dan pemajakan yang diperoleh penduduk dari salah  satu atau kedua negara yang menyepakatinya.
b. Tujuannya dari Tax Treaty ialah menghapus atau mencegah penggenaan pajak berganda dan mencegah penyelewengan pajak (Pertukaran Informasi).
c. Apabila ada pertentangan antara UU PPh dengan P3B, maka yang di dahulukan adalah aturan aturan yang ada di P3B atau aturan P3B di nomor satukan.
d. Syarat pemanfaatan tax Treaty:
- Subjek yang menerima penghasilan bukan wajib pajak dalam negeri
- Subjek pajak luar negeri mengajukan SKD WPLN sesai dengan persyaratan administrasi tertentu sesuai  PER-25/PJ/2018.
- Tidak ada unsur  indikasi penyalahgunaan P3B
- Subjek Pajak yang menerima ialah Beneficial Owner.
- Tarif di P3B dan tarif di UU PPh berbeda dan secara umum tarif P3B lebih kecil.
Dari sistem pemungutan pajak Witholding Tax dan Self Assessment memungkinkan timbulnya pengakuan Piutang Pajak dan Utang pajak. Dimana piutang pajak muncul akibat jumlah yang dibayar lebih besar dari yang seharusnya terutang dan dari pemotongan pihak ketiga yang menimbulkan kredit pajak lebih besar dari pajak terutan di perhitungan PPh Badan. Sedangkan hutang pajak muncul dari pemotongan yang di lakukan atas penghasilan yang di bayarkan ke pihak penerima penghasilan, sehingga masih ada pajak yang harus di bayarkan ke nergara atas pemotongan penghasilan tersebut. Sehingga pelaporan di pembukuannya bisa di gambarkan sebagai berikut :
Aktiva
- Piutang Pajak
- Pajak di bayar dimuka
- PPn Masukan
- PPh 21
- PPh 22
- PPh 23
- PPh 25
Kewajiban
- Hutang Pajak
- PPN Keluaran
- PPh 21
- PPh 23
- PPh 25
- PPh 26
- PPh 29
Pencatatan Piutang & Utang Pajak.
1. PPN
- Jika transaksi penjualan di bulan 19 Mei 2022 sebesar Rp 20.000.000
      Jurnal : (D) Piutang Usaha                   22.200.000
                    (K) Penjualan                    20.000.000
                    (K) PPn Keluaran                 2.200.000 Â
- Jika WP melakuan pembelian barang dagang dengan Pajak Masukan Rp 1.650.000
      Jurnal : (D) Pembelian Barang Dagang      15.000.000
             (D) Pajak Masukan                   1.650.000
                    (K) Bank                          16.650.000
- Jurnal saat penyetoran ke negara di bulan berikutnya
      Jurnal : (D) PPn Keluaran                  2.200.000 Â
                    (K) Pajak Masukan                1.650.000
                    (K) Bank                            550.000
2. PPh 26
- Â Jika transaksi pembayaran Konsultasi IT ke Wajib pajk Luar Negeri di bulan 19 Mei 2022 sebesar Rp 20.000.000 dengan asumsi WPLN tidak melampirkan DGT 1
      Jurnal : (D) Biaya Jasa Konsultasi IT     20.000.000 Â
                   (K) Utang PPh 26                  4.000.000
                   (K) Bank                         16.000.000
- Jika transaksi pembayaran Konsultasi IT ke Wajib pajk Luar Negeri di bulan 19 Mei 2022 sebesar Rp 20.000.000 dengan asumsi WPLN melampirkan DGT 1
     Jurnal : (D) Biaya Jasa Konsultasi IT     20.000.000 Â
                   (K) Utang PPh 26                  2.000.000
                   (K) Bank                          18.000.000
3. PPh 25
- Jika pph 25 angsuran Masa April 2022 Â yang telah di tentukan atas pelaporan SPT tahun 2021 yakni Rp 10.000.000
      Jurnal : (D) Pajak Dibayar Dimuka PPh 25   10.000.000 Â
                   (K) Bank                          10.000.000
4. PPh 29
- Jika pph 29 terutang di tahun 2021 sebesar 100.000.000 Â denga kredit pajak PPh 23 sebesar 60.000.000 dan kredit pajak pph 23 sebesar 25.000.000 maka di catat di periode desember 2021:
      Jurnal : (D) Biaya Pajak Penghasilan        100.000.000Â
                   (K) Pajak Dibayar Dimuka         85.000.000
                   (K) Utang PPh 29                  15.000.000
5. PPh 4 Ayat 2
- Jika Pembayaran Sewa Gudang di bulan 19 Mei 2022 sebesar Rp 50.000.000
      Jurnal : (D) Biaya Sewa Gudang             50.000.000
              (D) Pajak Masukan                   5.500.000
                   (K) Utang PPh 4 Ayat 2             5.500.000
                   (K) Bank                          50.000.000
Kesimpulannya ialah jika pembukuan akuntansi pajak menjadi salah satu sumber tax dispute yang terjadi di dalam praktik di saat-saat ini. Dari sisi perpajakan, akuntansi pajak tidak terlepas dari basis pemajakan yang mengacu pada pajak perusahaan (Corporate). Sedangkan dari sisi akuntansi, istilah akuntansi yang berarti mempertanggung jawabkan muncul ketika didalam bisnis ada pemisahan antara pengelola (manajemen) dan pemilik modal (Investor). Maka untuk memigasi nya di perlukan pencatatan laporan keuangan sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku guna menguji kepatuhan tax compliance wajib pajak.
Referensi :
- Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
- PMK 18 /PMK.03/2021
- PER - 03/PJ/2022
- PER-25/PJ/2018
- https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/p3b