Mohon tunggu...
aldis
aldis Mohon Tunggu... Arsitektur Enterprise

Arsitektur Enterprise, Transformasi Digital, Travelling,

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ai dan Secangkir Kopi : Antara data dan Model

21 September 2025   05:40 Diperbarui: 21 September 2025   05:40 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Setelah biji kopi terbaik dipilih, langkah berikutnya adalah bagaimana menyeduhnya. Di sinilah akurasi model memainkan perannya. Dalam Generative AI, model adalah otak yang mencoba memahami pola dari data. Model adalah barista yang memutuskan bagaimana menggiling, bagaimana menyeduh, berapa suhu air, dan berapa lama waktu tunggu.

Model yang baik adalah model yang mampu menangkap esensi dari data dan memproduksi sesuatu yang relevan dengan kebutuhan manusia. Ia bisa menulis puisi, menggambar potret, menjawab pertanyaan dengan masuk akal, atau bahkan membuat rancangan arsitektur. Semua itu hanya mungkin bila algoritmanya dirancang dengan cermat, diuji berkali-kali, dan dievaluasi secara kritis.

Namun model tidak sempurna. Ia punya batas. Sama seperti barista yang bisa saja keliru menakar bubuk kopi atau salah memperkirakan suhu air. Karena itu, evaluasi akurasi model menjadi penting. Untuk teks, ada ukuran seperti seberapa koheren dan faktual jawaban yang diberikan. Untuk gambar, ada ukuran seberapa realistis hasil visual yang tercipta. Untuk suara, ada ukuran seberapa alami suara yang dihasilkan di telinga manusia. Semua indikator itu adalah cara kita menguji apakah model benar-benar bekerja sebagaimana mestinya.

Contoh paling nyata adalah ketika sebuah chatbot digunakan dalam pelayanan publik. Jika model tidak akurat, ia bisa menjawab pertanyaan warga dengan informasi salah. Akibatnya bisa fatal, mulai dari kesalahpahaman birokrasi sampai ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Begitu juga di sektor kesehatan. Model yang tidak akurat bisa memberi diagnosa salah. Padahal yang dipertaruhkan adalah nyawa manusia.

Yang menarik adalah hubungan simbiotik antara data dan model. Data yang bagus tidak ada artinya bila model tidak mampu mengolahnya. Model yang canggih pun hanya akan menghasilkan kebingungan jika data yang masuk tidak akurat. Keduanya saling membutuhkan. Keduanya saling menguji. Dan dari kombinasi itulah lahir secangkir kopi digital yang bisa kita nikmati atau justru kita tolak.

Generative AI di persimpangan kopi dan masa depan

Di balik semua analogi kopi itu, ada pertanyaan yang lebih besar. Untuk apa kita menjaga akurasi data dan akurasi model. Jawabannya sederhana sekaligus rumit. Sederhana karena tentu kita ingin teknologi bekerja dengan benar, membantu kehidupan manusia, bukan malah menyesatkannya. Rumit karena menjaga akurasi data dan model bukan hanya urusan teknis, tetapi juga etika, kebijakan, dan kepentingan ekonomi.

Mari kita tarik kembali ke secangkir kopi. Kopi bukan sekadar minuman. Ia bagian dari budaya, pertemuan, bahkan politik. Begitu pula Generative AI. Ia bukan sekadar teknologi. Ia bagian dari perubahan sosial, ekonomi, bahkan spiritual manusia. Jika akurasi data diabaikan, AI bisa memperkuat hoaks dan misinformasi. Jika akurasi model dibiarkan lemah, AI bisa memberi jawaban yang salah, tetapi terdengar meyakinkan. Dampaknya bisa jauh lebih luas daripada sekadar rasa kopi yang hambar.

Bayangkan AI yang dipakai dalam pendidikan tetapi datanya tidak akurat. Alih-alih mencerdaskan, ia justru menanamkan pengetahuan keliru. Bayangkan AI yang dipakai dalam pemerintahan tetapi modelnya tidak teruji. Alih-alih membantu pengambilan keputusan, ia malah menjerumuskan. Bayangkan AI dalam dunia medis yang dilatih dengan data tidak lengkap. Alih-alih menyelamatkan nyawa, ia bisa mengancamnya.

Begitu pula di dunia kerja. Semakin banyak perusahaan menggunakan AI untuk menyaring lamaran, menilai kinerja, bahkan memberi rekomendasi promosi. Jika modelnya tidak akurat, banyak pekerja bisa dirugikan. Bayangkan seseorang yang seharusnya lolos seleksi justru tersingkir karena model salah membaca data. Atau sebaliknya, seseorang yang tidak kompeten justru diterima karena kesalahan evaluasi model. Di titik ini, Generative AI bukan lagi sekadar urusan teknologi, melainkan menyentuh kehidupan sehari-hari yang nyata.

Inilah alasan mengapa akurasi data dan akurasi model tidak boleh dipandang sepele. Keduanya adalah dua sisi dari satu koin. Tanpa keseimbangan, Generative AI bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi menawarkan inovasi yang luar biasa. Di sisi lain berpotensi melukai jika tidak hati-hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun