Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kepada Kawan nun Jauh di Sana

7 Maret 2024   08:17 Diperbarui: 7 Maret 2024   21:24 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: dokpri

Jikalau negara harus hadir bukan dalam rangka membatasi atau mengatur arah berpikir atau berpandangan, melainkan membuka ruang dimaksud dan memastikan alurnya berjalan dengan benar, dimana kata kuncinya adalah keadilan bagi keseluruhan, maka keseimbagan di segala aspek tatanan kehidupan bangsa dan negara ini, wajib ditegakkan. Seiring dan sejalan dengan landasan pada apa yang menjadi pijakan sebagai komitmen luhur bangsa dan negara pada awalnya. Yakni, ketika bangsa ini bercita-cita mewujudkan 'nation building-nation state' dengan 'the way of life'-nya, sebagai komitmen yang sudah seharusnya ditindaknyatakan, dan haram untuk diingkari, apapun dalil dan dalihnya.  

Apabila demokrasi harus ditunjukkan pada arah yang benar, yaitu etika yang menekankan pada sebaik-baiknya keterbukaan dan keleluasaan untuk saling menghidupkan keragaman pandangan, bukan sekedar membatasi dan menyamakan melainkan penghargaan seluas-luasnya kepada siapapun yang berbeda, maka asas universalitas di atas latar belakang sejarah bangsa yang real ber-'Bhinneka Tunggal Ika' ini, wajib dikedepankan daripada yang hanya lebih berorientasi pada kekuasaan semata.

Sebab, tak perlu dipungkiri bahwa sepanjang sejarah perpolitikan di negeri ini, kata 'demokrasi, politik-demokrasi kepartaian, trias politika', dan lain sebagainya, dalam tataran praktisnya tak lebih hanya demi dan berorientasi pada kekuasaan, termasuk bagaimana melanggengkan sebuah kekuasaan yang telah tergenggam di tangan.

Oleh karenanya, rekonsiliasi yang dalam hal ini dan yang dimaknai sebagai sebesar-besarnya legitimasi itu dibangun, bahkan dari yang kalah demi kestabilan, dan ujung-ujungnya malah terkesan demi mendapatkan kue, pasti tidak akan ada upaya yang mengingatkan bilamana suatu saat akan ada jurang yang membelenggu. Sebab, semua terkesan kenyang dan terlena terhadap enaknya kue tersebut. Begitulah tamsilnya.

Bukankah, rekonsiliasi itu diperlukan perdamaian dan persatuan dalam konteks universal untuk tidak saling membenci dan menyerang, untuk tidak saling bermusuhan hanya karena kemarin kalah-menang dalam kontestasi?

Sudah dipastikan, bahwa tidaklah indah bagi masa depan demokratisasi ke depan , apabila ketika yang kalah ditundukkan oleh narasi persatuan dengan bagi-bagi kekuasaan. Hanya berlindung di balik terminologi 'rekonsiliasi' belaka. Esensi dan orientasinya? Masih dalam bingkai 'bagi-bagi kekuasaan'. 

Suatu oposisi yang solid, sebenarnya adalah wujud sikap dengan argumentasi kritis dan konkretnya mengingatkan dan membantu diskusi berpikir, menghadirkan alternatif logis rasional. Oposisi pun harus benar-benar menyatu dengan rakyat, dengan unsur mereka yang tidak terjamah oleh pemerintah agar dijembatani, bukan sekedar begitu diasumsikan salah langsung dijual untuk menjatuhkan pemegang mandat saat ini (incumbent).

Bukankah demokrasi itu memerlukan rekonsiliasi dan atau perdamaian yang justru tidak dalam rangka memecah belah maupun saling menyerang yang demi persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai One Nation Indivicible? 

Demokrasi yang memerlukan oposisi harus bisa ditunjukkan secara real bahwa ada ruang berbeda untuk saling mengingatkan dan juga membatasi. Sehingga kekuasaan yang murni dari rakyat tidak lantas dikelola sewenang-wenang, bukan?

Selanjutnya, apakah demokrasi yang telah dijalankan sejak kita merdeka, yang berujung pada Pemilu sebagai ajang seleksi penegakan Nation Building berlandaskan Pancasila, secara teknis praktis (mekanisme) itu sudahkah sejalan atau sudahkah pararel dengan Sila ke-4 dari Pancasila?

Dan ingat pula, bahwa Pancasila adalah komitmen bangsa Indonesia Nusantara yang wajib diimplementasikan ke dalam realitas kehidupan berbangsa dan bernegara, tanpa reserve. Agar tak terjadi pengingkaran atas komitmen bangsa dimaksud dalam praktik yang berwujud tindak nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun