Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Siluet Menyirat, Kegelapan Nyata Menjelma

10 Februari 2024   06:40 Diperbarui: 10 Februari 2024   06:44 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sadarkah di antara kita bila Tuhan Semesta Alam sejak semula telah ajarkan kepada manusia tentang budaya kebajikan bernilaikan prinsip keseimbangan di seluruh aspek semesta kehidupan?
Bergulir dalam batas ruang dan waktu, seiring dengan perguliran waktu merangkai kejadian berulang-ulang

Dan, suatu ketika akan nampak sebagai ketetapan, teratur, lalu berdaur
Ataukah ada yang merasa bila segalanya tercipta dan menjelma dengan sendirinya?
Sehingga menghantarkan manusia menghamba pada nafsu, lampiaskan tamak serakah tak terkendali
Terjerembab ke dalam kubangan gelimang harta, tahta mahkota, dan maunya menjadi penguasa
Abaikan kesetaraan antar sesama, melupa diri bila sejatinya diri ini adalah hamba bagi Sang Pencipta
Merudapaksa alam semesta, menghisap sesama demi meraih dominasi bergelimangkan hegemoni
Tanpa merasa risih dan malu mengakuinya
Melebarkan sayap dan memuncak melintas antar bangsa, membelah dunia dalam genggamannya

Tuhanpun dipaksa tunduk menuruti maunya ..!
Gelap gulita dalam ketimpangan tatanan dunia pun kian terasa menyeruak menjelma
Sementara, Tuhan masih menunggu kehadiran manusia-manusia pilihan
Yang akan pulihkan keseimbangan sebagaimana awal mulanya alam semesta dicipta
Dengan adab budaya dan peradaban yang diajarkan-Nya sebagai busana pembalut jati diri kepribadian yang asasi
Agar manusia hidup dalam kehidupan nan indah dalam tatanan surgawi

Dan, sayangnya kebanyakan manusia lebih terbuai oleh bujuk rayu dan bernafsu
Menuju kehidupan terkutuk, celaka, binasa berlautkan api yang menyiksa

Sadarkah kita?
Ataukah masih dalam buaian nafsu keakuan yang melena?

*****

Kota Malang, Februari di hari kesepuluh, Dua Ribu Dua Puluh Empat. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun