Mohon tunggu...
Tuanaripp
Tuanaripp Mohon Tunggu... mahasiswa

gatau bingung...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kritisi Terbitnya PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 Ditinjau dari Beberapa Teori Etika Lingkungan

19 Juni 2024   15:07 Diperbarui: 19 Juni 2024   15:07 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pertambangan merupakan kegiatan pengambilan endapan bahan galian serta mendapatkan nilai ekonomis yang berada di lapisan bumi. Dari keuntungan tersebut, pasti melahirkan berbagai rencana dari para pelaku usaha tambang tersebut, apalagi sekarang telah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Serta memperluasnya izin usaha ini dapat diajukan oleh organisasi keagamaan sesuai dengan Pasal 83A. Hal ini menjadi bukti bahwa UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) eksis di tanah air Indonesia. Tetapi kekhawatiran seperti apa ketika Peraturan Pemerintah ini telah terbit?

Pelaksanaan izin usaha tambang yang tidak memperhatikan pelbagai segi kehidupan, dapat saja berdampak buruk bagi kehidupan manusia maupun materi-materi yang terkandung di bumi sendiri, serta mengancam keseimbangan ekosistem di sekita lokasi pertambangan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan dengan saksama semua pihak baik dari pelaku usaha tambang, pemerintah dengan peraturannya, maupun masyarakat sekitar. Memang telah diregulasi terkait pelaku usaha tambang yang mau mengajukan harus memenuhi persyaratan, seperti berbadan hukum, memiliki pengurus yang jelas, memiliki program pengembangan usaha pertambangan, berkomitmen terhadap kaidah pertambangan yang baik, dan berkomitmen untuk memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Tetapi mungkin saja setelah materi sesuai dengan moralitas keberlangsungan hidup manusia, apakah hal tersebut bisa menjamin bahwa secara formil bisa berjalan dengan baik?  Maka dari itu mari liat beberapa teori etika lingkungan yang dapat menjadi pedoman moral manusia untuk keberlangsungan lingkungan hidup.

Dalam buku yang bertajuk “Lingkungan Hidup dan Kearifan Lokal (Berbagai Masyarakat Suku Bangsa di Indonesia)” karya dari I Gede AB Wiranata. Telah mengemukakan pelbagai lingkungan dan etika lingkungan yang dapat disandingkan dengan Izin Usaha Tambang. Berikut teori yang dikemukakan di antaranya:

1. Teori Etika Egosentris

Sejatinya, teori ini mengklaim bahwa sesuatu yang baik untuk individu dapat pula baik bagi masyarakat. Tujuan dari teori ini seakan-akan mengharapkan kepentingan pribadi saja. Oleh karena itu, bisa saja pelaku dapat menerobos palang peringatan kerusakan alam kemudian menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ekosistem, sedang dia bisa berbuat untuk menguntungkan diri maupun kelompok tertentu saja.

Mari mengingat masa lalu yang belum usai, yakni estimasi kerugian lingkungan berupa kerusakan kawasan hutan dan non hutan yang hampir mencapai 271 triliun akibat kasus penambangan timah illegal. Sekitaran hutan mengalami kerugian ekologis mencapai Rp. 157, 83 triliun, ekonomi lingkungannya Rp. 60, 276 triliun , dan pemulihannya Rp. 5, 257 triliun. Kemudian, sekitaran non hutan kerugian ekologisnya mencapai Rp. 25, 87 triliun. Selain itu, kerugian ekonomi lingkungannya diketahui sampai Rp. 15, 2 triliun dan terakhir pemulihan lingkungan sebesar Rp. 6, 629 triliun. Data ini diambil dari (Muhammad Naufal Darmadi dan Fanny Patricia Gultom, “Salah Kaprah Korupsi 271 Triliun; Kerugian Negara atau Kerugian Lingkungan?”, FH UI, Depok, diakses tanggal 19 Juni 2024).

Terdapat 22 orang tersangka pelaku kerugian ini, menurut jaksa pedia dari kanal Instagram @jaksapedia pada tanggal 2 Juni. Keuntungan sumber daya alam seharusnya dirasakan oleh seluruh warga Indonesia, tetapi dalam fakta ini hanya beberapa orang saja yang menerima keuntungan dari penambangan timah, serta ditambah dengan rusak nya alam hanya untuk mencari keuntungan untuk kelompoknya saja.

2. Teori Etika Zoosentris

Etika ini pada dasarnya mengangkat hak-hak binatang. Menurut Charles Brich, binatang memiliki hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan menderita dan senang mengharuskan manusia secara moral perlu memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.

Salah satu contoh punah nya spesies hewan karena tamaknya manusia, yakni Kupu-kupu Biru Xerces. Para ilmuwan mempercayai bawa mereka menuju kepunahan pada awal tahun 1940 an, spesies kupu-kupu Amerika pertama yang punah seiring berkemangnya kota-kota yang mengambil habitatnya. (Helle Abelvik-Lawson, “18 Hewan yang Punah dalam Satu Abad Terakhir”, dipromosikan oleh Greenpeace, Canonbury Villas, London, diakses pada tanggal 19 Juni 2024)

Tidak selamanya binatang punah sebab habitat yang sudah tidak layak, karena iklim bumi. Tetapi, dengan adanya teori ini, setidaknya dapat meminimalisir kepunahan binatang, dengan memperhatikan habitat binatang supaya terhindar dari terancam punahnya spesie hewan. Oleh karena itu, para pelaku usaha pertambangan apapun perlu memperhatikan flora dan fauna di sekitar penambangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun