Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pramuka 64 Tahun: "Kolaborasi Menguatkan Akar Bangsa"

14 Agustus 2025   16:15 Diperbarui: 14 Agustus 2025   16:15 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
“Kebersamaan adalah kompas yang menuntun generasi menembus tantangan zaman.” (Sumber: Freepik)

Pramuka 64 Tahun: “Kolaborasi Menguatkan Akar Bangsa”

“Kebersamaan adalah kompas yang menuntun generasi menembus tantangan zaman.”

Oleh Karnita

Pendahuluan

Logo berbentuk angka 64 dengan pita melambai tampak tegak di berbagai sudut acara, memancarkan semangat yang tak lekang oleh waktu. Pada Kamis, 14 Agustus 2025, Pikiran Rakyat memuat laporan berjudul “Serba-serbi Hari Pramuka ke-64: Menguatkan Kolaborasi untuk Ketahanan Bangsa” karya Rusli Anwar, disunting Gita Pratiwi. Artikel itu menghidupkan kembali napas panjang gerakan kepanduan yang telah berakar lebih dari seabad di negeri ini.

Saya menaruh apresiasi besar pada penulisnya karena menyajikan narasi yang rapi, kaya fakta, dan mengalir penuh makna. Setiap detail—dari sejarah Pandu, makna logo, hingga aksi nyata Pramuka—diramu menjadi potret yang tak hanya informatif, tetapi juga inspiratif. Tulisan itu menyentuh dimensi nilai, strategi, dan harapan, menjadikannya relevan dibaca oleh lintas generasi.

Ketertarikan saya menulis ulasan ini berangkat dari keyakinan bahwa gerakan seperti Pramuka kini menjadi pagar nilai di tengah arus deras era digital. Temanya, “Kolaborasi untuk Membangun Ketahanan Bangsa”, memiliki urgensi yang nyaris mutlak: tanpa kerja sama lintas sektor, pembentukan karakter dan ketangguhan generasi muda bisa menjadi mimpi yang terputus di tengah jalan.

1. Jejak Panjang dari Pandu ke Pramuka

Perjalanan kepanduan di Indonesia dimulai jauh sebelum istilah “Pramuka” resmi diakui. Tahun 1912, Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) berdiri untuk anak-anak Belanda, meninggalkan jejak kolonial yang kelak diolah menjadi semangat kebangsaan. Tokoh seperti K.H. Agus Salim memunculkan istilah “Pandu” sebagai simbol kemandirian, bahkan ketika pemerintah kolonial melarang kata Padvinder.

Momentum kepanduan mengalir ke Sumpah Pemuda 1928, memupuk persatuan yang menjadi bahan bakar kemerdekaan 1945. Di masa awal Republik, kepanduan menjadi alat pendidikan karakter yang menumbuhkan jiwa disiplin, gotong royong, dan cinta tanah air. Hal ini membentuk sebuah tradisi yang melampaui fungsi seremonial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun