Mohon tunggu...
Subagio Waluyo
Subagio Waluyo Mohon Tunggu... Dosen - Taruna

Subagio S Waluyo, Lahir di Jakarta, 5 Maret 1958, sudah berkeluarga (1 istri, 5 anak, dan cucu), Pekerjaan sebagai dosen di FIA Unkris (1988 sampai sekarang), Pendidikan Terakhir S2 Administrasi Publik, Alamat Rumah Jalan wibawa Mukti IV/22, RT003/RW017, Jatiasih, Kota Bekasi 17422

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Fals...

14 Oktober 2019   08:51 Diperbarui: 14 Oktober 2019   12:02 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkaitan dengan fals yang menjadi judul tulisan ini, di kalangan pemimpin, entah pemimpin kelas paling rendah sampai yang paling tinggi juga banyak didapati pemimpin yang fals. Pemimpin fals yang dimaksud di sini bukan pemimpin tukang kritik, tapi pemimpin yang perilakunya tidak mengenakkan atau menyimpang dari kualitas kepemimpinan sehingga sang pemimpin ketika menjalankan kepemimpinannya tidak amanah. 

Menurut Tjipta Lesmana (Efriza, Kekuasaan Politik-Perkembangan Konsep, Analisis dan Kritik, 2016:203-206) ada sebelas kualitas yang dimiliki seorang good leader. Kalau salah satu kualitas itu tidak dimiliki, dia termasuk pemimpin yang fals. Siapa itu pemimpin yang fals? Siapa lagi kalau bukan pemimpin yang tidak punya keteladanan.

 Anak buah yang baik merupakan buah dari pemimpin yang punya keteladanan. Kalau pemimpinya `brengsek`, dijamin anak buahnya bisa-bisa lebih `brengsek`. Bukankah ada peribahasa `guru kencing berdiri, murid kencing berlari`? Jadi, tidak usah aneh kalau kita melihat dalam keseharian kita ada karyawan atau pegawai yang  melayani orang seperti `pilih-pilih tebu` alias pilih-pilih orang karena sang pemimpin telah memberikan contoh yang sama.

Pemimpin yang tidak punya percaya diri (bahasa gaulnya pede) juga tergolong pemimpin yang fals. Pemimpin yang tidak pede biasanya ketika mengambil keputusan ambigu atau penuh keraguan. Repot kalau punya pemimpin penuh keraguan. 

Tidak berani menghadapi risiko. Padahal yang namanya pemimpin memang harus berani menghadapi berbagai risiko. Pemimpin yang berani menghadapi risiko sebelum memutuskan sesuatu dia perlu menganalisis secara cermat permasalahan yang dihadapi baik oleh bawahannya atau yang menyangkut organisasi yang dipimpinnya.

 Dia juga perlu mengumpulkan data dan informasi yang akurat yang berkaitan dengan masalah yang mau diputuskan. Setelah semua itu sudah terpenuhi, barulah dia  mengambil keputusan. Keputusan yang sudah dikeluarkan agar dia bisa menunjukkan diri sebagai orang yang punya keteladanan harus dipegang teguh. Jangan sampai keputusan yang sudah dikeluarkan masih bisa ditarik ulur seperti pasal-pasal karet yang biasa dimainkan di pengadilan.

Selain berani menanggung risiko, pemimpin juga harus kapabel atau punya kompetensi tertentu. Sebagai pemimpin dia tidak boleh seperti  boneka yang begitu gampang disetir orang. Kalau ada pemimpin gampang diatur oleh orang lain (sampai-sampai bawahannya pun ikut mengatur sang pemimpin), berarti dia tidak punya kompetensi. 

Pemimpin yang tidak punya kompetensi walaupun bisa bertahan lama, selama dia memimpin dijamin kata-katanya atau keputusan-keputusannya tidak akan dihiraukan orang. Semua ucapannya hanya `masuk telinga kanan keluar telinga kiri`. 

Tidak ada yang masuk sama sekali. Karena itu, seorang pemimpin juga harus konsisten. Dia tidak boleh bertele-tele. Kalau sudah mengambil keputusan harus konsisten dilaksanakan. Pemimpin-pemimpin besar seperti Ronald Reagan atau Margaret Thatcher yang diberi gelar `Iron Lady` adalah contoh orang-orang yang konsisten.

Hancurnya sebuah organisasi besar, termasuk ke dalamnya daerah atau negara sekalipun, dimulai dari pemimpin yang tidak konsisten. Ketika pemimpin yang `mencla-mencle` berhadapan dengan pengusaha bisa diajak kompromi agar keputusan yang telah dikeluarkannya ditinjau kembali, saat itu juga tanpa disadari dia telah punya saham menghancurkan baik dirinya sendiri maupun organisasi yang dipimpinnya. 

Banyak bukti yang bisa dibeberkan di sini yang tampaknya tidak perlu dibeberkan karena semua orang bisa menemukan sendiri bukti-buktinya. Tapi, agar tidak penasaran gambar di bawah ini lebih merupakan representasi yang sudah menjadi fenomena bahwa pemimpin-pemimpin di negara ini mau berkompromi dengan pengusaha. Dia menjadi fenomena karena masalah kompromi antara penguasa dan pengusaha terjadi di hampir semua daerah di negara ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun