Apa yang diharapkan kalau kepala daerah sebagai penguasa daerah yang dipimpinnya berkompromi dengan pengusaha? Wajar-wajar saja kalau akhirnya banyak masyarakat yang tahu kalau pemekaran daerah lebih merupakan kesempatan bagi-bagi kekayaan (`bancakan`) antara penguasa dan pengusaha. Kalau sudah seperti itu, tentu saja penguasa itu akan mudah diatur oleh pengusaha. Silakan diperhatikan gambar berikut ini.
Dia tidak boleh melarikan diri dari masalah yang dihadapi. Dia juga tidak boleh menjadi pemimpin yang bertipe hit and run. Hanya berani melempar masalah, setelah ada  masalah dia berusaha `lempar batu sembunyi tangan`. Ini tipe pemimpin pengecut. Ada masalah di daerahnya yang disalahkan orang lain atau mencari-cari kesalahan orang lain. Dia tidak sadar bahwa dia telah terjebak kalau `gajah di depan mata tidak terlihat, tapi kutu di seberang pulau terlihat`.Â
Tipe pemimpin seperti ini adalah tipe pemimpin yang suka mencari-cari kesalahan orang lain. Tipe pemimpin seperti ini biasanya otaknya tidak pernah dipakai untuk  berpikir analitis.Â
Dia lebih biasa pakai otot walaupun seringkali pakai otot orang lain dalam bentuk kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Kalau dia bisa berpikir analitis semua permasalahan bisa diselesaikan. Tapi, kalau sudah pakai otot bukan otak untuk berpikir analitis yang terjadi apalagi kalau bukan penumpukan permasalahan.Â
Tipe pemimpin seperti ini juga tidak aneh kalau sering menyalahkan anak buah setiap kali ada permasalahan. Dia kerap kali mencari kambing hitam. Dia tidak sadar bahwa kesalahan anak buah sebagai pemimpin yang bermoral adalah tanggung jawabnya untuk menyelesaikannya.
Pemimpin yang baik bukan pemimpin yang ber-IQ tinggi yang dibuktikan dengan prestasi akademik yang meyakinkan, punya gelar sarjana `bererot`. Bahkan, kalau perlu ada embel-ember profesor di depan gelar kesarjanaannya supaya orang merasa segan berhubungan dengannya.Â
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa mengendalikan emosinya. Pemimpin yang kaya akan spiritualnya. Pemimpin seperti ini banyak dekat pada Sang Pencipta. Pemimpin seperti ini bisa dipastikan adalah pemimpin yang menunjukkan di hadapan Sang Pencipta sebagai makhluk lemah,yang selalu basah bibirnya dengan dzikir. Di dua pertiga malam terakhir, dia selalu sholat tahajud dan menangis karena mengingat dosa-dosanya.Â
Dijamin kalau ada pemimpin seperti ini bukan saja dia bisa mengendalikan diri ketika menghadapi bawahan yang `ngeyel` tapi juga berupaya melakukan introspeksi diri tentang perilaku bawahannya yang terkadang sedikit menjengkelkan. Berhadapan dengan bawahan yang `ngeyel` dia tidak menyelahkannya, dia justru introspeksi diri, jangan-jangan memang ada yang salah dalam dirinya.Â
Selain melakukan introspeksi diri, pemimpin yang baik tentu juga memiliki empati pada bawahannya. Dia bukan saja menyenangkan orang sesaat ketika ada uang berlebih, tapi dia bisa merasakan yang dirasakan bawahannya. Kalau suatu saat salah seorang bawahannya mengeluh tentang rumah tangganya karena anak-anaknya yang sekolah belum dilunasi pembayaran sekolahnya, tanpa diminta dia sudah langsung berbuat. Itu tandanya pemimpin yang punya empati.
Berbicara tentang empati, kalau kita perhatikan di negara kita, yang sering terjadi munculnya kecemburuan sosial. Wakil-wakil rakyat kita baik di level parlemen terendah (DPRD kelas kota/kabupaten) sampai dengan yang tertinggi (DPR/MPR) benar-benar mereka mendapat fasilitas dari negara yang berlebih. Boleh dikatakan negara kita ini begitu boros membelanjai wakil-wakil rakyat.Â