Mohon tunggu...
wacana_rakyat
wacana_rakyat Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ancaman Nyata terhadap Demokrasi

2 Juni 2022   18:15 Diperbarui: 2 Juni 2022   18:20 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto (kompas.id)

Oleh: Suardi

"Demokrasi dihadapkan pada suatu analisis yang lebih skeptis tentang sikap dan implikasinya. Aturan mayoritas miskin "demos" dapat dengan mudah merosot menjadi "otokrasi", dimana mayoritas rakyat mengabaikan batas-batas hukum dan memaksakan kehendaknya tanpa peduli kekuatan masa bisa dihitung oleh para demagog, yang artinya pemimpin yang menyesatkan demi kepentingan poribadinya yang tidak bermoral,"

Pendahuluan

Nilai-nilai demokrasi telah diakui oleh sebagian besar penduduk dunia dan dapat diterima sebagai suatu kebenaran melalui proses internalisasi, proses akulturasi dan transformasi dengan kebudayaan lokal Indonesia. Dalam konteks Indonesia demokrasi merupakan representasi dari realitas masyarakat Indonesia yang memiliki ciri beragam atau multikultural namun ia tetap menempatkan budaya gotong-royong dan persatuan diatas segala perbedaan.

            Dalam konsep demokrasi, rakyat merupakan hal paling penting. Ross Harrison dalam bukunya Problems of Philosophy: Democracy, (1993) mengungkapkan, nilai penting dalam demokrasi adalah self-rule, mengatur dirinya sendiri. Konsep self-rule ini selanjutnya dikenal dengan kedaulatan rakyat (people sovereignty) dimana rakyat memiliki kekuasaan dan kedaulatan untuk memilih penguasa, termasuk hak rakyat untuk dipilih oleh penguasa.

Joseph A. Schumpeter mendefenisikan demokrasi adalah suatu perencanaan institusional dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.  Sedangkan, Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Kar mendefenisikan demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggungjawab atas tindakan-tindakan mereka diwilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih. Dari dua pengertian ini setidaknya kita melihat bahwa demokrasi mengandung unsur kekuasaan mayoritas, suara rakyat, pemilihan yang bebas dan bertanggungjawab.

            Secara historis, istilah demokrasi telah dikenal sejak abad V SM sebagai respon terhadap pengalaman buruk sistem monarki dan kediktatoran di negara-negara kota Athena (Yunani Kuno) pada saat itu (Saifullah Idris, 2014).  Ketika itu demokrasi dipraktikan sebagai sistem, di mana seluruh warga negara membentuk lembaga legislatif. Hal ini dimungkinkan oleh kenyataan jumlah penduduk negara-negara kota kurang lebih sepuluh ribu jiwa dan bahwa wanita, anak kecil serta para budak tidak mempunyai hak politik.

Dengan demikian, Ross Harrison berpendapat bahwa untuk menyaring keinginan rakyat yang begitu banyak, diperlukan mekanisme voting. Mekanisme ini untuk menentukan siapa yang berhak mengelola pemerintahan yang dalam demokrasi saat ini dikenal dengan Pemilihan Umum (Pemilu). Persoalan dari mekanisme voting, menurut Harrison, adalah menghasilkan rezim mayoritas, karena keputusan ditentukan oleh suara terbanyak. Dengan kata lain, one man one vote dalam Pemilu hari ini merupakan pengejawantahan dari konsep self-rule atau kedaulatan rakyat.

            Hingga saat ini demokrasi dianggap sebagai sistem yang paling baik, karena rakyat memiliki kekuasaan dan kedaulatan penuh untuk memilih penguasa termasuk hak rakyat untuk dipilih oleh penguasa. Namun, A. Reader dalam bukunya berjudul Democracy, Edisi Kedua, (1893), mengungkapkan, sejak awal demokrasi polis Yunani dihadapkan pada analisis yang lebih skeptis tentang sikap dan implikasinya. A Reader mencatat apa yang kita sebut sebagai basis sosial demokrasi, pemerintahan orang miskin dan orang yang lahir bebas, seperti menentang dominasi orang kaya. Aturan mayoritas miskin "demos" dapat dengan mudah merosot menjadi "otokrasi", dimana mayoritas rakyat mengabaikan batas-batas hukum dan memaksakan kehendaknya tanpa peduli kekuatan masa bisa dihitung oleh para demagog yang artinya (pemimpin yang menyesatkan demi kepentingan poribadinya) yang tidak bermoral.  

Ancaman Terhadap Demokrasi

Meskipun suara rakyat yang mayoritas menentukan untuk memilih penguasa yang akan mengelola pemerintahan, namun faktanya menghasilkan kekuasaan minoritas, di mana hanya segelintir orang memiliki kekuasaan politik dan ekonomi. Fenomena politik ini telah menjadi persoalan di Indonesia, yang disebut dengan oligarki. Dengan fenomena oligarki ini, kekuasaan di Indonesia berwatak sentralistik. Jeffrey Winters, ilmuwan politik dari Northwestern University, mendefinisikan oligarki sebagai politik yang dijalankan oleh kalangan kaya, yakni sang oligarki, untuk mempertahankan kekayaan mereka secara aktif melalui kekuasaan negara.

Para oligarki masuk ke dalam kekuasaan dan memonopoli kekuasaan justru melalui Pemilihan Umum (Pemilu) yang 'demokratis'. Winters sebagaimana dikutip oleh Muhammad Ridha (2020:5) mendeskripsikan fenomena ini secara gamblang: para oligarki menentukan pilihan terlebih dahulu, baru kemudian rakyat memilih pilihan yang telah tersedia tersebut dalam pemilihan umum. Hal ini terjadi disebabkan karena biaya politik di Indonesia yang mahal, yang meliputi biaya pencalonan (mahar politik), dana kampanye, biaya konsultasi atau survei, dan politik uang.

Untuk memenuhi biaya politik yang mahal tersebut, para politisi mencari pendanaan politik yang salah satunya bekerja sama dengan para oligarki yang memiliki kekayaan luar biasa. Konsekuensinya, apabila terpilih, politisi tersebut harus melakukan politik balas budi dengan para oligarki. Dengan kata lain, kedaulatan rakyat sebagai salah satu prinsip demokrasi tersebut terkikis oleh kedaulatan uang. Artinya oligarki menjadi ancaman nyata dalam system demokrasi Seperti dikutip dari buku International Institute for Democracy and Electoral Assistance 2017, uang dalam jumlah besar dalam politik berkemampuan membajak kebijakan negara dan memfasilitasi korupsi, merusak integritas dan sistem politik.

Dampak korupsi terhadap politik dan demokrasi dibuktikan dengan konsituen baru akan berjalan setelah disuap. Suap dilakukan oleh calon-calon pemimpin partai dalam memenuhi kepentingan pribadi atau partainya saja sehingga yang dihandalkan bukan lagi perihal kemampuan dan kepemimpinan mereka. Selain itu, korupsi telah menyandera pemerintahan sehingga memberikan konsekuensi menguatnya plutokrasi atau system politik yang dikuasasi oleh pemilik modal, hancurnya kedaultan rakyat, hingga hancurnya kepercayaan rakyat terhadap demokrasi (aclc.kpk.go.id).

Sejalan dengan itu, The Economist Intellegence Unit (EIU), awal Februari 2022 menyatakan bahwa indeks demokrasi Indonesia berada di kategori "demokrasi cacat" (flawed democracy). Menurut Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute yang juga pengajar Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, mengatakan predikat kualitas demokrasi Indonesia tersebut disebabkan oleh sikap pemerintah yang kurang memperhatikan opini masyarakat termasuk revisi Undang-Undang Cipta Kerja. Akhirnya terbukti bahwa UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konsitusi yang menandakan regulasi tersebut memang bermasalah sejalan dengan yang selama ini disuarakan publik (kompas.id).

Berkaitan dengan demokrasi yang paling menarik dikemukakan oleh R. William Liddle dalam bukunya berjudul Memperbaiki Mutu Demokrasi Di Indonesia (2012:4), ia mengatakan hambatan utama demokrasi dewasa ini adalah kapitalisme pasar, suatu sistem ekonomi yang cenderung menciptakan ketidaksetaraan dalam pembagian hasil pertumbuhan. Hal inilah yang katanya, kemudian Karl Marx dan pengikutnya pada pertengahan abad ke-19 melakukan kritik terhadap kapitalisme. Namun, Karl Marx dan pengikutnya sampai abad ke-21, menurutnya tidak membantu kita untuk memperbaiki mutu demokrasi. Justeru sebaliknya, mereka cenderung mengajak kita untuk membuang sang bayi, demokrasi, bersama bak mandinya, kapitalisme, sekalian (throw out the baby with the bathwater). Padahal, keduan-dunaya perlu diselamatkan.

Meskipun hambatan demokrasi adalah kapitalisme, tetapi dalam usaha penyelamatannya, kita tidak bisa mengadoposi pemikiran kita pada Karl Marx. Niccolo Machiavelli seorang filsuf pada abad ke-16 memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat bagi kita. Machiavelli yang terkenal dengan teoritis kejahatan politik dan reputasi buruk itu, menganggap wajar belaka, namun yang lebih pokok dan penting pendekatannya berfokus pada peran individu sebagai aktor mandiri yang memiliki, menciptakan dan memanfaatkan sumber daya politik demi pencapaian tujuannya. Intinya di dunia modern kapitalisme merupakan sekaligus dasar mutlak dan tantangan terbesar demokrasi bermutu tinggi, tempat distribusi political resources, sumber daya politik, disamakan atau diratakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun