Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Berkunjung ke Jangkat, Jambi - Daerah Tambang Emas Atas & Bawah Bumi

23 Juli 2015   11:58 Diperbarui: 4 April 2017   17:08 4067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Akhirnya, setelah bertahun-tahun menunggu—keinginan untuk berkunjung ke Jangkat, sebuah kecamatan di Kabupaten Merangin, Jambi pun terwujud. Pada hari minggu (19/7/2015) ini, sampailah kami di daerah yang bolehlah disebut “Bogor” nya Provinsi Jambi ini.

Keinginan yang lama terlampiaskan ini disebabkan ketika 10 tahun yang lalu, jalanan menuju daerah ini begitu buruk. Jalan sangat tidak memadai untuk dilewati oleh mobil berjenis MPV keluarga.

Namun untunglah, pada era kepemimpinan Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus (HBA) ini, perbaikan infrastruktur, khususnya jalan aspal mencapai titik baliknya. Dari kota Jambi menuju Sarolangun dan Bangko hingga titik tujuan Jangkat begitu halus mulus. Jalanan beraspal hotmix.

Kalau pun ada titik longsor, Pemprov Jambi langsung membuat talut pengaman dan jalur back-up di sampingnya segera dibuat. Persoalan yang muncul dari perjalanan ini hanyalah soal kekuatan otot perut yang harus tahan dengan jalur yang berkelok dan naik turun secara tajam. Dengan bantuan tablet anti mabok darat sepertinya menjadi suplemen solusi untuk masalah fisik pribadi ini.

Banyak hal yang membuat kami begitu penasaran dengan daerah ini. Dari faktor mitos dan historis hingga fakta kandungan emas di bawah dan diatas bumi Jangkat ini.

Faktor mitos historis yang saya maksudkan adalah sebuah kisah hubungan antara kerajaan Luhak 16 dan Mataram Kuno yang pernah di ceritakan oleh salah satu tokoh masyarakat asli Melayu Jambi. Dimana wilayah kerajaan Luhak 16 diperkirakan berada di daerah Jangkat ini.

Menurut riwayat yang diceritakan, konon sesama petinggi kerajaan pernah saling berbagi cinderamata. Pihak kerajaan Luhak 16 memberikan benda yang disebutnya “katam bersayap” (kepiting bersayap), tanduk kancil dan “bebam bebuku” (tumbuhan bebam yang beruas). Hal-hal yang secara nalar memang sekilas sangat ajaib jika enggan disebut tak masuk akal.

Sedangkan pihak Mataram Kuno memberikan sebuah benda yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Bagi yang memegangnya, ketika di tanah ia bisa berubah menjadi harimau dan ketika berada di air, ia akan berubah menjadi buaya. Benda yang di maksud ini berupa sebuah bola besi sebesar bola tenis yang di dalamnya terdapat sebuah benda.

Jadi jika di goyangkan akan berbunyi “klutuk-kluthuk”. Benda yang sampai saat ini masih disimpan baik oleh warga Muara Siau keturunan kerajaan Luhak 16 dan ditunjukan ke warganya pada hari-hari tertentu.

Sempat beberapa tahun wujud benda ini membuat rasa penasaran begitu meluap karena sampai saat ini, saya sendiri pun belum pernah melihatnya. Namun, dari penemuan bola besi di situs Gunung Padang yang heboh dalam beberapa minggu ini, sepertinya wujudnya sangat identik. Hanya saja, ukurannya lebih kecil. Hal ini tentu membutuhkan waktu yang panjang untuk meneliti dan mengumpulkan bukti-bukti dan sumber-sumber catatan sejarah lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun