Media massa (cetak) dan digital mempunyai peran dan kewajiban yang sama untuk menfilter informasi hoax. Profesi pustakawan pun mempunyai peran signifikan dan strategis dalam menyediakan informasi sehat.
Kompetensi intelektual, profesional, spiritual, dan emosional yang dimiliki oleh pustakawan diharapkan mampu untuk menjadi filter dalam membantu, mendampingi, memilih dan memilah informasi yang ada. Artinya yang diberikan/disediakan kepada pemustaka adalah informasi yang benar, dapat dipercaya, valid, nyata, dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini logis karena koleksi, data di perpustakaan berasal dari hasil penelitian, pemikiran kritis, pengamatan, yang dilakukan oleh para ahlinya.
Pustakawan secara pribadi harus bersikap tegas, bijaksana, dan beretika, ketika mendapat informasi hoax (informasi tidak sehat) dari media sosial untuk mencermati, mengklarifikasi, menfilter, memilih, memilah. Jadi tidak dengan “emosi dan semangat” langsung di copy paste ke orang, media sosial, group lain.
Hal ini dimaksudkan mengingat pustakawan sebagi garda pengetahuan yang harus menjadi panutan bagi generasi digital native, dengan sikap dan etika ketimurannya. Bukan larut dalam euphoria ketidak pastian dan menjadi bagian menyebarkan informasi hoax. Tidak perlu dengan deklarasi dan pernyataan menolak informasi hoax, secara moral dan keprofesian pustakawan menyediakan informasi sehat bagi pemustaka merupakan tugas yang mulia.
Baca Juga: Profesi Pustakawan di Mata Najwa
Kesimpulannya, informasi sehat mempunyai manfaat menjalin persatuan dan kesatuan daripada informasi hoax yang tidak dapat dipercaya dan cenderung memecah belah kedamain, dan melukai kebhinekaan tunggal ika. Pustakawan wajib memberikan infomasi sehat bagi pemustaka, dan menghindari informasi hoax dengan sikap arif dan bijaksana. Diam adalah emas lebih baik daripada langsung menyebarkan informasi hoax kepada orang lain, media, dan group media sosial.
Perlawanan dan penangkalan informasi hoax perlu gerakan bersama lintas profesi, status, wilayah dan secara terus menerus serta komprehensif. Kampus sebagai gerbang dan penjaga gawang pengetahuan perlu memberi pembelajaran literasi media secara sehat dan kritis, agar tersedia informasi sehat.
Yogyakarta, 5 April 2018 pukul 15.39