"Ada jamaah baru di masjid, sudah dua kali Jumat. Jarene tinggal di rumah Mbah Mirah."Â
"Rumah Pak Simin dikontrak orang Surabaya, jarene pensiunan."
"Rumah sebelah dibeli orang kota, laku tiga ratus juta."
"Tanah dekat masjid jadi perumahan, penghuninya sudah banyak."
Pernyataan itu saya dengar dari suami atau orang lain jika ada warga baru di desa. Lahir dan besar di kampung tersebut, suami hafal tetangganya satu per satu, mulai dari bapak, ibu, Mbah, silsilah kepemilikan tanahnya pun tahu.
Kabar ada penduduk baru baik yang beli rumah atau ngontrak biasanya cepat menyebar. Informasi dari mulut ke mulut lebih cepat daripada media sosial. Terkadang bisa tambah atau kurang.
Gentrifikasi di Desa Tempat Saya Tinggal
Sependek ingatan saya, dulu orang desa jika jual tanah tidak berani ke orang lain yang di luar desa. Mereka akan menawarkan pada kerabat, tetangga sebelah tanah yang akan dijual, baru ke tetangga juah.Â
Sekarang, warga bebas menjual tanahnya, siapa yang berani harga tinggi, dia yang jadi pemilik baru. Bahkan untuk tanah di dalam yang menurut warga tidak ada akses jalan bisa laku dengan harga melambung di tangan investor.Â
Situasi seperti itu memberatkan warga desa yang belum punya rumah. Mereka tidak dapat membeli tanah dan bermukim di desanya. Jalan keluarnya dengan memecah tanah orangtua walaupun ukuran kecil dan berdempetan. Jika tidak, mereka akan tinggal bersama orangtuanya atau pindah mengambil perumahan.
Kondisi tersebut adalah dampak dari fenomena gentrifikasi. Istilah gentrifikasi akhir-akhir ini lagi tren, di mana banyak orang kota yang berbondong-bondong pindah ke desa.
Fenomena orang melirik desa sebenarnya sudah lama terjadi. Hal ini tidak masalah, karena tidak ada larangan orang bermukim, bisnis di desa. Selama orang desa, pemilik lahan menerima dan tidak saling merugikan.
Pilih bermukim di desa? Perhatikan Hal Ini
Memasuki usia dewasa atau pasca menikah tentunya mulai memikirkan tempat tinggal. Banyak dari mereka lebih memilih merantau ke kota besar, ada pula yang memutuskan tinggal di desa.
Tidak ada yang lebih baik, tinggal di desa atau di kota. Keduanya memiliki kelebihan yang berbeda. Ketika pilihan lebih tepat tinggal di desa, kita harus bisa menyesuaikan dengan kekurangannya. Ketika tidak bisa beradaptasi, tinggal di mana pun tidak akan kerasan.
Berikut hal yang harus diperhatikan ketika memilih bermukim di desa:
1. Mengikuti kegiatan lingkungan
Kegiatan lingkungan di desa mungkin berbeda dengan kota besar, apalagi kawasan elite. Di kota besar sebagian wilayah, apapun menjadi tanggung jawab satpam atau petugas yang ditunjuk.
Di desa tidak demikian, kebersihan, keamanan lingkungan menjadi tanggung jawab bersama. Untuk itu dilaksanakan berbagai kegiatan, seperti ronda, kerja bakti. Sesekali boleh saja absen tidak mengikuti kegiatan atau tidak menghadiri undangan lainnya.Â
Hal penting ketika sudah berada di desa, jabatan di kantor, perusahaan jangan dipakai, semua warga sama.Â
Di desa gotong royong masih kental dan itu sudah menjadi tradisi, juga salah satu cara silaturahmi antar warga.
2. Turut merawat tradisi
Ada banyak tradisi yang masih dirawat oleh warga desa karena itu merupakan warisan nenek moyang. Salah satu budaya yang masih diuri-uri adalah bersih desa.
Saya melihat yang mengikuti tradisi ini hanya segelintir warga lama yang usianya sudah senior dan memiliki sawah. Padahal, imbauan dari kepala dusun, bersih desa dilaksanakan oleh semua warga sebagai wujud syukur atas kemerdekaan, nikmat sehat, iman.Â
Bukan itu saja peringatan-peringatan lainnya pun masih didominasi oleh warga lama. Sebagian warga baru masih memakai tradisi kota besar, cuek dan cuek.Â
Penutup
Perpindahan orang kota ke desa jangan sampai merusak budaya, tradisi, ekonomi masyarakat setempat. Juga jangan ada orang desa yang merasa tersisih.
Ketika sudah bermukim di desa semua warga memiliki hak dan kewajiban sama. Pemerintahan terkecil pun harus menerima warga barunya. Jangan ada kata orang anyar (baru) tidak diberitahu semua kegiatan lingkungan.Â
Terima kasih telah membaca, salam.
Sri Rohmatiah Djalil
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI