Mohon tunggu...
Sri Pujiati
Sri Pujiati Mohon Tunggu... PNS - Nothing

Jepara, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Lingkungan Kerja Toksik, Haruskah Tetap Bertahan?

24 Mei 2021   11:12 Diperbarui: 24 Mei 2021   18:02 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menghadapi lingkungan kerja toksik| Sumber: DragonImages via Kompas.com

Saat terjun di dunia kerja, tentu kita mengharapkan lingkungan kerja yang nyaman dan membuat kita betah. namun fakta di lapangan terkadang menunjukkan hal yang berbeda. 

Ketika kita diterima kerja tentu kita akan merasa bahagia dan senang. Namun setelah terjun di dunia kerja kita justru dibukakan sebuah fakta bahwa lingkungan kerja itu tidak selalu menyenangkan. 

Menemukan tempat yang nyaman dan sesuai dengan keinginan kita tentu sepertinya mustahil dapat kita temukan kecuali jika kita memulai usaha sendiri. Namun terkadang kita juga tidak punya pilihan untuk meninggalkan tempat kerja, dan hal ini tentu berdampak pada kinerja kita di tempat kerja. Lalu apa yang harus kita lakukan? 

Sebelum menentukan langkah apa yang perlu kita ambil ketika menghadapi lingkungan kerja yang toksik. Alangkah baiknya kita membahas penyebab dari lingkungan kerja yang toksik tersebut. Kalau menurut penulis, ada dua hal yang menyebabkan lingkungan kerja menjadi toksik atau racun bagi para penghuninya. 

Pertama, Atasan atau Pimpinan

Hal pertama yang menyebabkan lingkungan kerja menjadi toksik adalah atasan. Dalam hal ini atasan yang memiliki sifat tidak objektif, tidak mau menerima saran dan bersifat otoriter bisa menyebabkan lingkungan kerja menjadi tidak kondusif dan toksik. 

Hal ini karena pimpinan mempunyai peran penting dalam lingkungan kerja. yaitu sebagai pengambil keputusan dan pembuat kebijakan. 

Jika pimpinan tidak mau menerima saran, maka anak buah tentu menjadi tidak respect dan hal pun berdampak pada kepatuhan anak buah kepada atasan atau pimpinan. Sebagai pimpinan tentu seharusnya bisa menjadi contoh atau teladan bagia anak buahnya. Bukan karena jabatannya dia bertindak sewenang-wenang. 

Saya pernah mengalami hal seperti ini. Di mana atasan saat justru membuat kebijakan sesuai dengan keinginaannya sendiri. Padahal saat rapat kami sudah memutuskan dan sepakat untuk memutuskan suatu hal. namun dalam praktiknya justru atasan tersebut melakukan hal yang berbeda dengan hasil keputusan yang diputuskan saat rapat. 

Karena hal ini, banyak anak buah yang kemudian kecewa dengan perbuatan atasan tersebut, namun tidak ada yang berani membantah atau memberi nasihat karena hal tersebut terasa percuma. 

Sejak itu, banyak anak buah yang enggan untuk mengikuti rapat. Berbagai alasan pun dibuat termasuk saya. Karena saya kecewa dengan tindakan pimpinan yang memutuskan suatu hal secara sepihak.

Padahal semuanya sudah dibahas dirapat dan semuanya sudah setuju. Tapi pimpinan justru bertindak seenaknya sendiri dengan mengambil keputusan yang berbeda dari hasil rapat. Bukankah itu hal yang membuat kecewa para anak buah? 

Hal ini juga bisa menimbulkan ketidaknyamanan di tempat kerja. Banyak anak buah yang merasa pendapatnya tidak dihargai, ya termasuk saya. 

Kedua, Rekan Kerja 

Kemudian hal kedua yang bisa menciptakan lingkungan kerja toksik adalah rekan kerja kita sendiri. Tidak dipungkiri dalam suatu kantor atau instansi pasti kita bertemu dengan orang yang kadnag membuat kita tidak nyaman dan tidak ingin dekat-dekat dengannya. 

Selain karena ketidakcocokan, rekan kerja tersebut juga sering melempar masalah ke orang lain. Padahal dia yang harusnya bertanggung jawab, tetapi seolah-olah itu bukan tanggung jawabnya dan melempar kesalahan itu ke rekannya. 

Rekan kerja seperti ini yang kadang membuat kita menjadi tidak betah di kantor. Karena melihatnya saja, kita sudah terbayang dengan perilakunya yang menyebalkan. 

Saya pernah juga mengalami hal seperti ini. Di mana kesalahan yang tidak saya buat, namun justru saya yang kena imbasnya. Disalahkan atas perbuatan yang tidak saya lakukan tentu hal menyakitkan. 

Namun walaupun sudah diberi penjelasan, hal itu seperti percuma. Karena tetap saja saya yang disalahkan. Akhirnya saya terima saja akibat dari perbuatan teman saya tersebut. 

Hal ini tentu bisa memperburuk hubungan antar rekan kerja dan tentu saja bisa memperburuk keadaan di lingkungan kerja. Karena akan membuat lingkungan kerja menjadi tidak nyaman.

sumber:beautynesia.id
sumber:beautynesia.id

Bagaimana menyikapi kedua hal tersebut? 

Tentu menghadapi hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan kesabaran yang luar biasa. Jika hal tersebut dilakukan sekali dua kali mungkin kita bisa memakluminya. Namun bagaimana jika hal tersebut dilakukan berulang-ulang? 

Mungkin kita merasa ingin berhenti dari pekerjaan tersebut dan pindah tempat kerja. Saya juga pernah berpikir hal tersebut. Namun apakah itu akan menyelesaikan masalah? 

Belum tentu di lingkungan kerja yang baru nanti kita bisa terbebas dari lingkungan kerja yang toksik. Bisa jadi malah lebih buruk ? Lalu bagaimana tindakan kita? 

1. Membatasi komunikasi dengan mereka 

Hal yang pertama yang bisa kita lakukan adalah membatasi komunikasi dengan mereka. Apapun yang mereka lakukan kita harus belajar untuk tidak peduli. Karena semakin kita peduli dan semakin kita tahu justru hal itu akan membuat kita tidak tenang dan terganggu. 

Tentu kita tidak ingin kan mental kita terganggu hanya karena memikirkan orang-orang yang memberi racun kepada kita. Membatasi komunikasi akan membuat kita sedikit berurusan dengan mereka dan hal itu tentu akan membuat kita merasa lebih tenang karena tidak berurusan dengan mereka yang kita anggap toksik.

Kita bisa membatasi komunikasi sebatas urusan pekerjaan saja dan tidak perlu kepo dengan urusan pribadi mereka. Karena hal tersebut hanya akan membuang energi untuk hal yang tidak diperlukan. 

Tentu itu akan percuma dan justru akan membuat kita stres sendiri kan. Jadi lebih baik kita berkomunikasi seperlunya dan seadanya sesuai dengan urusan pekerjaan saja. 

2. Fokus pada Pekerjaan dan Hobi. 

Hal kedua yang bisa kita lakukan adalah fokus pada pekerjaan yang ada di depan mata kita. Fokus pada pekerjaan akan membuat kita melupakan hal-hal di luar pekerjaan sehingga kita bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. 

Sebagai seorang pekerja tentu kita harus fokus pada pekerjaan kita dan tidak perlu terlalu memikirkan atasan atau rekan kerja yang toksik. Karena mereka justru bisa mengganggu kinerja kita di tempat kerja. 

Selain itu juga kita bisa fokus dengan hobi yang kita sukai. Misalnya kita suka fotografi kita bisa memnafaatkan waktu liburan atau senggang kita untuk memaksimalkan hobi kita. Atau jika kita mempunyai hobi menulis, kita bisa memanfaatkan waktu senggang kita untuk kegiatan menulis apa saja yang kita sukai.

Melakukan hobi yang kita sukai akan membuat waktu kita lebih bermanfaat dan berguna daripada kita terus memikirkan orang yang membuat kita stres. Melakukan hobi juga bisa membuat kita merasa terhibur dan tentu saja hal itu bisa mengurangi stres. 

Hobi juga bisa mendatangkan rezeki loh. Bisa saja dari hobi kita bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Tentu lumayan kan. 

Jadi jika ada temanmu yang toksik, kamu bisa melampiaskannya ke dalam hobi yang kamu sukai. Tentu lebih bermanfaat dan ada gunanya daripada kita melampiaskannya ke hal-hal yang tidak berguna. 

3. Berusaha untuk Beradaptasi dan Menerimanya

Di lingkungan kerja tentu kita berhubungan dengan banyak orang yang memiliki latar belakang berbeda. Karena perbedaan tersebut, biasanya rentan terjadi konflik. 

Konflik bisa terjadi dengan pimpinan maupun rekan kerja yang toksik. mungkin di awal-awal kita akan merasa terganggu, namun jika kita sudah mengetahui karakternya maka kita bisa mengatur bagaimana cara bersikap dengan mereka. 

Tentu kita harus beradaptasi dengan mereka, dan menerima perlakuan mereka. Karena mungkin saja memang itu sudah menjadi watak mereka yang akan sulit untuk diubah. Jadi kita sebagai anak buah atau rekan kerja mereka harus berusaha menerimanya dan beradaptasi dengan mereka. 

Awalnya mungkin akan sulit, menerima orang yang kita anggap toksik dalam hidup kita. Namun lama-kelamaan kita bisa menyesuaikan karakter mereka dan menganggapnya sebagai hal yang biasa. 

Itulah beberapa hal yang mungkin bisa dilakukan jika berhadapan dengan orang yang toksik. Tidak ada salahnya untuk tetap bertahan, karena masih banyak rekan kerja kita yang tidak toksik dan baik kepada kita. 

Berhadapan dengan orang-orang yang kita anggap toksik mugkin bsia dijadikan pembelajaran dalam hidup kita. Bagaimana kita seharusnya bersikap kepada orang lain agar kita bisa diperlakukan sebagaimana kita kita memperlakukan orang lain. 

Saya pikir orang-orang toksik ini akan selalu ada baik itu di lingkungan kerja, tetangga, maupun keluarga. Jadi berhadapan dengan mereka anggap saja sebuah proses untuk pembelajaran hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun