Aldo merasa napasnya tertahan. "Apa yang dia lakukan?"
"Saya tidak tahu pasti. Tapi ada desas-desus... dia mencabut gigi susu mereka, mencoba menumbuhkan yang baru dengan... cara-cara yang tidak wajar. Banyak anak yang masuk ke ruang bawah tanahnya dan tidak pernah keluar lagi." Pak Mardi menggeleng. "Dan permen itu... katanya sudah ada sejak zamannya. Bentuknya seperti gigi susu. Aneh, ya? Seperti peringatan, atau mungkin... bagian dari ritualnya."
Sekop yang digunakannya tiba-tiba membentur sesuatu yang keras dan padat di antara akar-akar rumput. "Dasar, batu lagi," gumamnya kesal. Ia membungkuk dan menggalinya, lalu menarik sebuah benda kecil yang tertutup tanah.
"Ah, mainan tulang ya? Anak-anak suka main pasir di sini," ujarnya, lalu membuangnya ke arah Aldo tanpa pikir panjang.
Aldo menangkapnya. Benda itu terasa aneh di telapak tangannya; terlalu berat untuk mainan, terlalu halus namun berpori. Dengan naluri yang tiba-tiba menjerit dalam benaknya, ia mengusap kotoran yang menempel.
Itu bukan mainan.
Itu adalah sebuah phalange---tulang jari---yang kecil, halus, dan sempurna. Tulang seorang anak. Permukaannya yang putih pucat kontras dengan gumpalan tanah coklat yang masih menempel.
Darah Aldo seakan membeku. Matanya, yang sekarang dipenuhi horor, secara perlamaan menelusuri tanah di sekelilingnya. Kini, ia melihatnya. Taman bermain yang ceria ini penuh dengan gundukan-gundukan kecil yang tidak merata, seperti bekas galian dangkal yang sudah tertutup rumput. Puluhan. Bahkan mungkin ratusan. Setiap gundukan kira-kira berukuran sama... ukuran sebuah tubuh anak kecil.
DING DING DING!
Bel istirahat berbunyi nyaring, memekakkan telinga. Aldo terkejut, nyaris menjatuhkan tulang itu. Dari gedung utama, anak-anak dari klinik gigi berhamburan keluar, tertawa dan berlarian menuju taman. Taman kuburan mereka sendiri.
Sementara itu, di dalam gedung, Tari tidak bisa duduk diam. Peringatan Aldo bergema di kepalanya. Saat jam istirahat dan ruang tunggu kosong, naluri keibuannya yang panik mengambil alih. Dengan jantung berdebar kencang, ia menyelinap ke belakang meja resepsionis, matanya menyapu ruangan.