"Raka," ucap Dr. Wulan, mengeja namanya seolah itu adalah kata ajaib. "Pemberani sekali. Bu, boleh Raka duduk di sini? Ibu bisa menunggu di luar. Kebijakan kami, agar anak bisa fokus dan lebih berani," katanya pada Tari dengan senyum yang tidak memberi ruang untuk bantahan.
Tari ragu, melihat wajah panik Raka. "Tapi......."
"Percayakan padaku," ucap Dr. Wulan, tatapannya tetap. "Semua anak selalu senang setelah bertemu saya. Mereka... selalu kembali."
Dengan berat hati, Tari membujuk Raka dan keluar, meninggalkan anaknya sendirian dengan wanita berjas putih itu. Pintu tertutup dengan senyap.
Proses pemeriksaan berlangsung cepat, terlalu cepat. Raka hampir tidak merasakan apa-apa. Alat-alat yang berkilauan dan berdenting hanya lalu lalang, dan Dr. Wulan terus berbicara dengan suara rendah yang mendayu, meninabobokan. Raka hampir lupa untuk takut.
"Sekarang, saya ada hadiah untuk kamu," kata Dr. Wulan sambil membuka laci mejanya yang paling atas, "saya punya sesuatu yang sangat spesial."
Dia mengeluarkan sebuah permen yang dibungkus plastik bening. Bentuknya persis seperti sebuah gigi susu, tetapi warnanya putih mutiara, terlalu sempurna, terlalu buram, seperti batu kecil. Permen itu terasa dingin bahkan melalui bungkusnya.
"Ini permen ajaib, Raka. Bikin gigi kamu semakin kuat dan tidak pernah, pernah lagi sakit. Tapi ada aturannya. Harus dikunyah di rumah, ya? Bukan di sini. Dan kunyah sampai benar-benar hancur. Janji?"
Raka mengangguk, terpana oleh benda aneh itu.
Saat Tari menjemputnya, Raka terlihat baik-baik saja, bahkan sedikit tersenyum. Dr. Wulan menepuk bahunya. "Anak yang hebat. Jangan lupa permennya, ya?"
Di dalam mobil, Raka tidak bisa melepaskan pandangannya dari permen itu. Benda itu memancarkan daya tarik yang aneh.