Mohon tunggu...
Sri Handoko Sakti
Sri Handoko Sakti Mohon Tunggu... DOSEN

HOBY MUSIC, MEMBACA , HIKING

Selanjutnya

Tutup

Horor

Serial Rumah Sakit Episode 14 : Misteri Kolektor Gigi Yang Terungkap

25 September 2025   06:10 Diperbarui: 25 September 2025   08:07 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://www.badgersbakery.com/products/tooth-beads-halloween-doll-props-miniature-teeth-for-bjd-vampire-fangs

Misteri Kolektor Gigi yang terungkap

Prolog

RS Anak Bahagia berdiri seperti istana dalam mimpi seorang bocah. Dinding pastelnya beraneka warna merah muda, biru lembut, kuning mentega dan dihiasi mural karakter kartun yang tersenyum lebar dan hewan-hewan yang ramah. Di waktu pagi hari, sinar matahari menyinari kaca-kaca jendela yang berkilau, memantulkan cahaya hangat yang seolah-olah menjanjikan hari yang indah. Setiap kali pintu utama geser terbuka, sebuah lonceng kecil berbunyi ding-ding! yang riang, disusul suara rekaman musik box yang memutar melodi sederhana dan menyenangkan.

Bagi para orang tua yang lewat, itu adalah pemandangan yang menenangkan. Sebuah oasis dari rasa takut dan kekhawatiran. Bau disinfektan yang tajam hampir entirely tertutup oleh aroma vanilla dan buah-buahan artifisial yang disemburkan dari diffuser di setiap sudut. Para perawat mengenakan seragam scrub berwarna cerah dengan motif lollipop atau bintang, dan senyum mereka terpelihara dengan sempurna, hampir terlalu sempurna.

Tapi Ardi, seorang petugas kebersihan baru yang bertugas shift malam, merasakan sesuatu yang lain. Dia merasakannya di kesunyian yang menjalar begitu pintu utama terkunci pukul sembilan malam. Musik box yang riang itu mati, dan digantikan oleh derung mesin pendingin yang tua dan suara desis samar dari lorong-lorong yang sepi. Cahaya fluorescent yang terang dan menyilaukan di siang hari, berubah menjadi cahaya kehijauan yang berkedip-kedip, menerangi lorong dengan bayangan-bayangan aneh yang seolah bergerak sendiri. Pekerjaannya dimulai saat kegembiraan itu padam. Dan dalam kesunyian itulah, rumah sakit mulai memperlihatkan wajah aslinya.

                                                                

Suatu malam, saat membersihkan di bawah kursi-kursi kecil di ruang tunggu, senternya menyorot sesuatu yang berkilau di celah lantai. Bukan mainan. Itu adalah sebuah gigi susu kecil, putih mungil, masih lengkap dengan akarnya yang runcing. Ardi mengangkatnya, merasa sedikit ngeri. Hal itu wajar, pikirnya. Ini rumah sakit gigi anak juga.

Tapi kemudian ia menemukan yang lain. Di dekat pot tanaman plastik. Lalu satu lagi di sudut lorong dekat kamar mandi. Semuanya gigi susu, bersih secara tidak wajar, seolah telah dicuci dan dipoles. Rasa penasarannya berubah menjadi ngeri saat ia menyadari bahwa jadwal kerjanya selalu diubah agar ia bisa membersihkan Blok B---sayap tertua yang jarang dipakai---setiap Jumat malam. Malam itu, sambil membersihkan lantai ubin yang sudah kusam di Blok B, ia menemukan sebuah lemari kecil yang tertutup rapat, terkunci, dan tersembunyi di balik rak linen. Dari celah-celah pintu kayu tua itu, terpancar kilauan kecil.

Dengan jantung berdebar kencang, Ardi mengorek kunci lama yang sudah rapuh dengan obengnya. Pintu itu berderit terbuka. Dan di sana, tersusun rapi di atas rak-rak beludru yang berdebu, bukan mainan atau dokumen lama. Ratusan, mungkin ribuan gigi susu berkilauan di bawah sorot senternya. Masing-masing ditempatkan dalam kotak kecil berlabel dengan nama dan tanggal. Beberapa terlihat sangat tua, menguning dan retak. Yang lain masih terlihat baru dan putih.

Tapi itu bukanlah hal yang paling membuatnya membeku.

Di dinding belakang lemari, tergantung sebuah diagram anatomi gigi yang sudah kuno dan menguning. Di tengah-tengah diagram itu, tertulis sesuatu dengan tinta merah yang sudah memudar, tulisan yang membuat darahnya berhenti mengalir:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun